12 | Distance

3.9K 514 89
                                    




Mikasa menangis sejadi-jadinya saat sampai di rumahnya, membuat Eren dan Carla, serta Armin yang sedang berkunjung panik bukan main.

"Mikasa! Kau kenapa?" Eren meneriakinya. Tetapi Mikasa tidak menggubris sama sekali.

"Kenapa setelah pulang dari bandara ia tiba-tiba menangis?" Tanya Carla cemas.

Armin berkata ragu, "Apa jangan-jangan karena kita meninggalkannya begitu saja?" Tebak Armin panik.

"A-apa benar? Tapi dia tidak mungkin menangis sampai seperti itu hanya karena ditinggalkan. Lagian Mikasa bilang dia ada urusan, kan? Kita juga sudah meneleponnya sebelum pulang dan Mikasa tidak mengangkatnya." Ucap Eren panjang lebar. Carla mengurut kening, pusing juga, ditambah suaminya sedang tidak ada dirumah karena dinas ke luar kota.

Armin menatap panik pada Eren dan Carla. Mata Eren melebar sebelum ia berkata hal yang sulit dipercaya.

"A-apa Mikasa di-diperkosa?"

Carla menepuk keras kepala Eren. "Apa yang kau katakan Eren! Anak ini benar-benar..." Carla berkata dengan nada tinggi.

Eren meringis. "Tapi bagaimana jika benar, Bu? Mikasa tidak pernah menangis seperti itu sebelumnya!"

Carla mengurut pelipisnya, "Astaga, Eren. Seorang wanita, apalagi gadis seperti Mikasa menangis seperti itu pasti karena putus cinta."

"Apa?! Cinta? Tidak mungkin! Mikasa tidak pernah menceritakannya padaku!" Balas Eren tidak percaya.

Armin menghela napas, memperhatikan kedua ibu beranak itu memperdebatkan sesuatu.

Carla menjawab tegas. "Memangnya wajib mengatakan itu padamu? Wanita juga memiliki rahasia! Anak ini!" Carla menarik daun telinga Eren, menjewer putranya.

"Aw, Ibu! Mikasa tidak pernah merahasiakan apapun dariku! Kami sering mandi bersama...dulu," Eren meringis dan kata terakhir Eren ucapkan dengan pelan.

Carla menatap gemas pada anak lelaki semata wayangnya itu. "Ibu juga perempuan, Eren! Dan apa-apaan pembahasanmu itu? Mikasa sudah dewasa sekarang!"

Eren tidak menjawab lagi. Armin juga hanya diam, tidak ingin ikut campur dengan perdebatan wanita setengah baya dan putranya tersebut.

Pintu kamar di kunci oleh Mikasa, tidak membiarkan siapapun masuk, ia ingin mengisolasi diri dari sekitar untuk sementara.

Perkataan Levi benar-benar menyakitinya, ia pikir Levi memiliki perasaan padanya karena perhatian yang selalu lelaki itu berikan, bahkan disaat Mikasa putus cinta dan menangis, lelaki itu selalu ada.

Mata sembab Mikasa menangkap sebuah paper bag di samping mejanya. Ah, benar, ia belum mengembalikan jaket Levi yang waktu itu dipinjamkan lelaki itu, ia sampai lupa setelah Levi menciumnya waktu itu dan karena sibuk mengekori lelaki itu.

Benar, Levi menciumnya. Apa Mikasa semurah itu di mata Levi karena dengan mudahnya memberi ciuman pertamanya pada lelaki seperti itu.

Tidak, Mikasa tidak menyesal memberikan ciuman pertama dan keduanya pada Levi. Ia malah mensyukurinya karena Levi lah yang menjadi orang pertama. Mikasa hanya merasa telah dipermainkan, perasaannya seakan dianggap tidak begitu penting.

Rasanya ia tidak ingin ke sekolah besok. Mikasa tidak mau bertemu Levi, jangankan bertemu, mendengar nama lelaki itu saja Mikasa tidak mau.

Pintu kamarnya di ketuk beberapa kali. Suara Carla memanggilnya dari luar. Isakan Miaksa sudah sedikit mereda, tetapi tidak dengan kondisi matanya yang sembab dan hidung memerah.

Mikasa tidak membuka pintu, membuat Carla yang berdiri didepan kamarnya dengan nampan berisi makan malam menghela napas maklum. Putrinya angkatnya itu pasti sedang tidak ingin diganggu.

[✔️] KAICHOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang