20 | Meet?

4.2K 500 51
                                    




Dengan rasa malas luar biasa, akhirnya Levi sampai di pusat perbelanjaan yang merupakan tempat yang paling dibencinya.

Kenapa?

Selain karena ramai, ia tidak suka anak-anak, dan yang terpenting, tingkah para pasangan menjijikan yang datang bersama dan mengumbar kemesraan benar-benar hal yang ia hindari.

Sepertinya lelaki ini lupa diri bahwa ia juga cheesy dan menjijikan.

Suara dari sepatu pantofel keluaran Saint Laurent yang dikenakan Levi terdengar lebih keras saat memasuki sebuah toko anak-anak.

"Ck, apa yang harus kubeli? Menyusahkan."

"Willkomen, Herr. Ada yang bisa kami bantu?"

Levi menoleh. "Mainan favorit anak laki-laki." Jawabnya datar.

"Umur berapa, Tuan?"

"Satu tahun,"

"Warte mal ein moment, bitte. (Wait a moment, please.)" Levi tidak menjawab. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru toko anak itu.

Mata Levi menyipit kecil saat dari jarak lima meter, tepat pada rak bagian sepatu anak-anak ada seorang gadis yang tidak tahu kenapa terasa sangat familiar baginya. Rambut panjang hitam, tubuh tinggi ramping, dan terlihat seksi dengan rok tube hitamnya.

Levi berdeham, menetralkan pikiran kotornya. Ingat Mikasa, ingat Mikasa, Mikasa jauh lebih baik. Ia terus meneriaki dirinya sendiri. Hasrat laki-laki memang mengerikan.

"Tuan, ini mainan yang paling laku akhir-akhir ini..."

Levi menatap battery operated car berwarna kuning yang dibawakan pramuniaga toko.

"Carikan warna yang lain, dan bungkus kotak kado yang besar."

Pramuniaga itu membungkuk sopan dengan senyuman. "Baik, Tuan Ackerman."

Levi tidak menyahut. Tidak sia-sia ia memiliki cabang real estate ritel seperti ini.

"Nona, ini ukuran sepatu yang Anda minta..."

Levi menoleh pada sumber suara yang cukup keras sehingga menarik perhatiannya. Berasal dari pramuniaga lain yang melayani perempuan tadi.

Si perempuan menoleh pada pramuniaga, sehingga menampakkan pahatan wajah cantiknya dari samping.

"Mi-Mikasa?" Levi menggumam tidak percaya. Membeku beberapa saat, terpaku pada Mikasa yang berdiri tidak jauh darinya.

Mikasa-nya disini? Di Berlin?

"Tuan Ackerman, kami sudah siapkan."

Tersadar dari lamunannya, Levi kembali menatap pada rak sepatu. Hilang. Mikasa-nya sudah tidak berdiri disana, si pramuniaga tadi juga tidak ada. Levi mengumpat dalam hati.

Levi melirik jam tangannya. Masih ada waktu untuk mencari Mikasa sebelum meeting berikutnya. "Antar barang tadi ke penthouse-ku. Aku ada urusan."

Pramuniaga tersebut membungkuk hormat. "Ja, ich verstehe. (Yes, I understand.)"

Levi berlari keluar. "Pasti belum jauh," Gumamnya pada diri sendiri. Matanya terus menelusuri setiap sudut pusat perbelanjaan.

Gila saja, department store sebesar ini, bagaimana cara mencarinya?

Mata Levi terpejam frustasi. Jika dirinya tidak menemukan Mikasa sekarang, bagaimana lagi caranya? Sedangkan gadis itu tidak lagi mengiriminya barang.

[✔️] KAICHOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang