9 | Lunch

4.4K 617 93
                                    




Levi meletakkan tas miliknya diatas meja. Sudah cukup lama ia tidak mengirimkan pesan sebagai Ivel pada Mikasa, karena beberapa hari ini Mikasa selalu mengekorinya. Tentu saja Levi senang bukan main karena Mikasa terus didekatnya. Hanya saja, tolong kondisikan keselamatan jantung Levi sendiri.

"Berhenti mengekoriku, Ackerman." Pinta Levi dengan nada malas. Mikasa tersenyum lebar. "Tidak." Katanya.

Levi mengernyit kesal, kekerasan kepala Mikasa membuatnya cukup lelah, ia menopang wajahnya menatap lamat-lamat Mikasa yang duduk setelah menarik sebuah kursi dan juga balas menatapnya dalam.

Merasa wajahnya semakin memanas, Levi mengalihkan pandangannya sembari terus mengumpat.

"Untuk apa kau mengekoriku, huh?" Tanya Levi sebal. Mikasa tidak menajawab, ia lebih memilih menjatuhkan kepalanya diatas meja milik Levi.

"Menghabiskan waktu?" Jawaban Mikasa terdengar seperti pertanyaan ditelinga Levi.

"Kau cukup kuat untuk tidak tertular deman setelah kita be--"

"Hei! Jangan membicarakan hal tidak senonoh!" Pekik Mikasa sebal. Levi tidak merespon, ia hanya menyeringai tipis.

"Aku ingin menghindari Eren sebentar. Sampai setidaknya perasaanku berkurang." Lanjut Mikasa. Levi menatapnya kembali, memperhatikan rambut hitam mikasa yang berkilau.

"Menghindar tidak bisa menyelesaikan masalah." Jawab Levi memberitahu. Mikasa menggerakkan kepalanya mengangguk.

Ia menatap pada Levi dengan kepala masih berada diatas meja. "Aku tahu, aku hanya ingin mengalihkan perasaanku."

Levi terkekeh sinis. "Padaku? Untuk pelarian?" Tanyanya tidak terima.

"Senpai, apa kau pernah punya masalah? Hidupmu sepertinya membosankan jika dilihat melalui ekspresi wajahmu." Mikasa mengalihkan pembicaraan lalu mengangkat kepalanya, masih menatap Levi.

Lupa dengan pembahasan sebelumnya, Levi menghela napas. "Masalahku tidak untuk dibagi pada orang lain." Balasnya kemudian.

"Jadi ka---"

"Masuk ke kelas, bel sudah berbunyi. Jangan seenaknya ke kelas senior, mereka memperhatikanmu." Ujung mata Levi melirik beberapa teman-teman sekelasnya yang menatap mereka, beberapa ada yang berbisik. Mikasa mengikuti arah lirikan Levi, dan benar saja, mereka sedang di perhatikan.

Mikasa berdiri dari posisinya. "Nanti aku akan ke kelasmu. Kita makan siang bersama, ya?" Mikasa tersenyum lalu melambaikan tangannya beberapa kali sebelum meninggalkan Levi yang masih mencerna kalimatnya tadi.

"Ya, mana mungkin aku menolak." Lirih Levi tersenyum tipis.

Plak!

"Sial! Apa yang kau lakukan, Four-eyes!?" Desis Levi marah saat seseorang menepuk kepalanya. Matanya beralih pada lelaki tinggi berambut pirang di belakang Hanji, Erwin Smith.

"Apa yang membuat kalian kemari?"

Hanji tersenyum menggoda. "Kulihat Mikasa keluar dari kelasmu. Kalian sudah berpacaran?"

Levi berdecak malas. "Tidak, dia hanya meminta saran." Jawab Levi. Hanji mendekatkan wajahnya pada wajah Levi dengan senyum lebar.

"Saran, ya?"

Erwin menarik kerah seragam Hanji dari belakang. "Jangan seperti itu," Ucap Erwin pelan. Hanji meliriknya, saat menyadari sesuatu ia tersenyum. Ah, cemburu rupanya.

Hanji mengusap pipi Erwin beberapa kali sambil tersenyum. "Iya," Jawabnya.

Levi menatap garang sepasang orang yang berdiri didepannya itu. "Jangan melakukan hal menjijikkan didepanku. Pergi." Ketusnya.

[✔️] KAICHOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang