09 • Potek 💔

274 32 44
                                    

"Makasih, ya, Gas, traktirannya." Kedua sudut bibir Bemi tertarik, membentuk lengkungan kurva manis yang menghias wajah. Dia beranjak dari duduk, bersamaan dengan Eksa. Lima belas menit lagi, istirahat kantor selesai. Keduanya harus segera kembali sebelum tepat pukul satu.

"Iya, sama-sama, Mi." Bagas ikut tersenyum. "Oh iya, besok-besok bolehlah makan siang bareng lagi berempat. Lagian tempat kerja kita, kan, deketan."

"Ide bagus, tuh." Deka menimpali. "Lain kali makan di foodcourt deket tempat kerja gue sama Bagas juga bisa."

"Gampang lah bisa diatur." Eksa menyahut. "Ya udah, ya, gue sama Bemi duluan. Kerjaan udah menanti."

"Yok. Hati-hati!"

Kemudian, Bemi dan Eksa berjalan keluar dari warung makan padang itu. Tidak butuh lama, keduanya sudah sampai di kantor. Di sana masih lumayan sepi, hanya ada beberapa karyawan saja yang sudah kembali dari makan siang.

"Sepi amat, ya?" Bemi mengernyit sembari menarik kursinya lantas duduk.

"Biasanya juga gini, Mi."

"Iya, sih." Bemi mengedikkan bahu, lantas mulai menghidupkan komputer yang tadi sempat dia matikan. "Eh ngomong-ngomong, ke mana itu dua anak magang?"

"Kangen, ya?" ledek Eksa.

Bemi tersentak."Kagak anjir!"

"Kirain." Eksa tertawa. "Kalau kangen, tuh, mereka dateng."

Benar saja, selanjutnya Bemi mendengar suara orang mengucapkan salam diambang pintu ruangan.

"Assalaamualaikum," kata Husni riang, di belakangnya ada Mika yang diam saja.

Tunggu! Diam? Sepertinya Mika dan diam bukan padanan kata yang tepat untuk disandingkan. Seingat Bemi, bocah itu tidak bisa diam. Ada saja tingkahnya yang bisa membuat Bemi naik darah.

"Waalaikumussalam." Eksa menjawab, yang diikuti Bemi meskipun wanita itu hanya bergumam.

"Kalian makan di mana tadi?" tanya Eksa.

"Di warung padang depan kantor, Mbak," kata Husni sembari duduk di kursi yang ada di dekat meja kerja Eksa.

"Iya? Kok, aku nggak lihat?"

"Mbak Eksa sama Mbak Bemi asyik ngobrol, jadi nggak sadar kita makan di sana."

Kalau begitu, Mika melihat Bemi dan Bagas sedang makan di warung padang depan kantor, dong? Kok, Bemi merasa aneh, ya. Apalagi Mika yang biasanya seperti tupai loncat sana loncat sini, mendadak diam layaknya beruang sedang hibernasi.

"Tumben diem?" Bemi basa-basi sambil melirik Mika yang duduk anteng di sampingnya.

Iya, di sampingnya. Well, karena mereka jadi partner kerja selama tiga bulan ke depan, mau tidak mau Bemi harus berbagi tempat dengan laki-laki itu. Untung saja meja kerja Bemi lumayan lebar, jadi tidak terlalu risih ketika saat-saat seperti ini.

"Sariawan," jawab Mika asal.

"Syukur deh kalo gitu."

Mika mengernyit. "Kok, syukur sih, Kak? Lagi sakit loh ini," lanjut Mika sembari menekankan kata sakit.

Bemi berdecak. "Syukur karena gue nggak harus denger bacotan lo setengah hari ini!"

🍂🍂🍂

"Mik, kok meneng wae to?" Husni bertanya sambil sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Sesekali dia menyuapkan beberapa potong keripik kentang yang tadi dibeli sepulang kantor. [Mik, kok diam aja, sih?]

F A L L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang