24 • Minta Maaf

174 17 54
                                    

"Akhirnya telpon dari gue lo angkat juga."

Bemi mendengkus samar ketika mendengar suara Bagas di seberang. Selama hampir satu jam terakhir, ponsel yang dia setting mode silent mendadak kedap-kedip tidak berhenti. Awalnya Bemi tidak peduli. Dia mencoba mengabaikan panggilan itu dengan sibuk mengerjakan jurnal. Namun, semakin diabaikan semakin banyak pula missed call dari Bagas. Karena kesal, Bemi memutuskan untuk menonaktifkan ponsel. Dia baru menyalakannya lagi ketika waktu istirahat tiba. Namun, tetap saja panggilan dari orang yang sama kembali terulang.

"Ada apa?" Bemi mencoba untuk santai, tetapi nada biacaranya tetap saja terdengar sedang kesal. Hal itu membuat Mika yang ada di sampingnya menoleh dengan kening berkerut.

"Nanti sore ada acara nggak?"

Bemi mengerjap. Jemarinya sibuk memainkan pulpen yang ada di atas meja. Sesekali dia melirik Mika yang masih berkutat dengan beberapa berkas penjualan. Kok, Bemi merasa bocah itu manis kalau anteng begini?

"Mi?"

"Eh, ya?" Bemi sedikit tersentak. Akan sangat memalukan kalau Mika memergokinya sedang menatap seperti tadi.

"Nanti sore free?"

Bemi tampak berpikir, sebelum akhirnya menjawab, "gue free."

"Bisa ketemu? Gue pengin ngajak lo makan di geprekan dekat kampus. Sekalian, nggg, ada yang pengin gue omongin."

Bemi diam selama beberapa saat. Memikirkan apakah sebaiknya dia menerima ajakan Bagas atau tidak? Namun, misal ingin menolak, Bemi tidak punya alasan yang bagus.

Jadi, terima saja kali, ya. Hitung-hitung refreshing juga sambil makan geprekan yang hits itu. Ah jadi kangen masa-masa kuliah.

"Oh, gitu? Bisa, gue nggak ada acara ke mana-mana setelah pulang kerja."

"Oke, kalau gitu nanti gue jemput ke kantor."

Entah hanya perasaan Bemi saja atau memang benar, dia bisa mendengar suara Bagas begitu bersemangat.

"Ya udah, gue tutup ya. Sampai ketemu nanti sore."

"Oke," jawab Bemi, kemudian sambungan telepon terputus.

"Siapa, Kak?"

Bemi menolehkan saat mendengar Mika bertanya. "Kepo!"

🍂🍂🍂

"Ni, kok, lo melow gini, sih? Kesambet?" Mika memicingkan mata sambil menatap Husni yang tengah tiduran di kasur. "Perasaan lo bimbingan udah kemarin, tapi galaunya masih berkelanjutan. Emang diapain tugas akhir lo sama pak dosen?"

Laki-laki itu masih saja bicara sembari ngemil keripik singkong yang Husni bawa dari rumah. Sepulang dari kantor, dia memang langsung ke kos Husni. Katanya mau nyicil laporan magang, soalnya kalau di kos sendiri tergoda kasur setiap kali hendak mengerjakan.

"Mbuh, mumet." Husni menjawab pendek.

Mendengkus pelan, Mika melempar Husni dengan satu keping keripik singkong. "Hilih! Jangan bilang lo galau karena Mbak Eksa?"

"Apa, sih? Nggak!"

Jawaban ngegas Husni membuat Mika semakin yakin jika dugaannya benar. Laki-laki sipit itu tengah galau karena seorang wanita.

"Wah, parah lo!" Mika geleng-geleng. "Kalah telak duluan sama Mas Deka."

Wajah Husni terlihat masam, kemudian dia menyembunyikannya di balik bantal.

F A L L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang