13 • Mika Kampret!

220 30 55
                                    

Sebenarnya, Bemi sangat malas menuruti keinginan Eksa untuk pergi ke Sunmor hari ini. Bagaimana, ya? Di sana bisa refreshing, sih, karena banyak yang jualan makanan ataupun pakaian. Pokoknya berbagai macam dagangan ada. Lagi pula bisa sekalian berkunjung ke kampus tercinta. Secara, Sunmor diadakan tepat di sepanjang jalan di depan kampus di mana Bemi kuliah dulu. Namun, ada satu hal yang membuat Bemi ogah-ogahan. Apalagi kalau tidak menyangkut Mika?

Jadi minggu lalu, saat dia pergi ke Sunmor dengan Eksa, lele albino yang gagal putih itu mengejutkannya. Hingga terjadilah insiden tersedak yang tidak elit sama sekali. Untung Bemi tidak apa-apa. Kalau kebablasan, tidak tahu akan seperti apa nasibnya sekarang? Nah karena itu, Bemi jadi malas pergi ke Sunmor. Namun, paksaan Eksa akhirnya membuat Bemi pergi juga. Lantas menyesali keputusan tersebut karena ujungnya dia harus bertemu Mika lagi.

Rasanya Bemi ingin berteleportasi.

"Woah, Kak Bemi nyariin aku?"

Suara ceria dari bocah kelebihan kalsium itu mendadak berubah horor saat sampai pada pendengaran Bemi. Ya ampun, kenapa, sih, dia bertemu terus dengannya? Bemi sudah kelewat kenyang, ya, bertemu lima hari di tempat kerja.

"Kenapa lo lagi, sih? Ya Allah dosa apa gue di masa lalu sampai dihukum seberat ini?" ucap Bemi dramatis yang mengundang kikikan geli teman-teman Mika.

"Loh, kamu emang jualan di sini, ya, Mik?" tanya Eksa.

"Iya Mbak." Mika masih tersenyum lebar.

"Enggak, sih, Mbak." Husni menimpali. "Minggu lalu dia cuma gantiin aku. Nggak tahu kenapa sekarang nimbrung lagi."

"Penglaris tahu, Ni." Mika berujar bangga. "Lo nggak tahu aja kalau minggu lalu seblaknya ludes sebelum jam sebelas."

"Apa hubungannya coba?" Kini laki-laki tinggi kurus yang tadi datang bersamaan dengan Mika yang berujar.

"Lah, gue bener, kan, Wil? Lo bilang sendiri minggu-minggu sebelumnya nggak selaris kemarin."

Bemi tidak peduli, yang dia inginkan adalah cepat-cepat pergi dari tempat jualan seblak ini sekarang juga.

"Ya udah, kalau gitu haram hukumnya kamu ikut jualan lagi minggu depan," ucap laki-laki yang postur tubuhnya jauh lebih pendek dari Mika. Mungkin hanya sepantaran Bemi tingginya.

"Kok, gitu?" Mika mengernyit.

"Kan, penglaris itu dosa, Mik," sambung laki-laki pendek itu cuek.

Seketika wajah Mika berubah keruh, yang membuat Bemi ingin tertawa puas karenanya.

"Yeu, lo nyamain gue sama pesugihan?"

"Udah, pada ngomongin apa, sih?" kata Husni, lantas beralih pada Bemi dan Eksa. "Mbak Eksa sama Mbak Bemi mau yang level berapa?"

"Aku yang dua aja." Eksa menjawab. "Lo mau yang berapa, Mi?"

Bemi mengerjap. Oh iya, tadi Husni hendak mentraktir mereka, ya. Sebenarnya Bemi mau-mau saja. Apalagi dengan embel-embel gratisan. Namun, dia malas sekali jika harus ada Mika.

"Berapa?"

Mengembuskan napas pelan, Bemi akhirnya menjawab, "Samain aja deh."

Pada akhirnya, lapar menjadi alasan utama Bemi tetap menerima tawaran tersebut. Kalau begini, anggap saja Mika tidak terlihat.

"Oke, kalau gitu biar gue yang buat." Mika berujar mantap yang kemudian membuat Bemi menganga. "Tunggu, ya, Kak Bemi, seblak ala Chef Mika yang suami-able akan segera terhidang."

Ini ... aneh. Ucapan Mika sangat menyebalkan, bahkan lebih ke tidak pantas untuk menepi ke telinganya. Namun, kenapa justru ada yang aneh gitu, ya, sama detak jantungnya?

F A L L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang