28 • Astaga Mika!

173 19 71
                                    

Bagas pikir, mendapatkan Bemi adalah hal yang begitu mudah. Terbukti dengan betapa cepatnya dia bisa bersama wanita itu dalam suatu hubungan. Mungkin mendapatkan raganya memang mudah, tetapi entah dengan hatinya. Kadang Bagas masih ragu dengan perasaan Bemi pada dirinya. Apakah dia benar-benar menaruh rasa atau tidak? Sejauh ini, Bagas selalu berpikir positif jika Bemi memang memandangnya lebih dari seorang teman. Namun, kejadian beberapa hari lalu di Candi Ijo membuatnya berpikir ulang.

Benarkah Bemi menyukainya?

Dia melihat semuanya. Bagaimana Bemi terlihat kesal, tetapi khawatir dalam waktu bersamaan pada orang yang Bagas harapkan tidak muncul. Pun bagaimana Bemi yang hanya diam ketika orang itu memeluknya erat.

Kalau ditanya cemburu atau tidak, sudah jelas jawabannya iya. Namun, Bagas tidak ingin terlalu cepat menyimpulkan. Bisa saja itu sebuah kebetulan, kan?

"Gas, lo ngapain bengong? Emang kerjaan bakal selesai dengan lo diem?"

Bagas berdecak. Ini lagi punya sahabat tidak membantu sekali. Menurut Bagas, Deka itu cocoknya kumpul satu geng sama Mika dan tiga lainnya. Sama-sama kurang segayung.

"Siapa yang bengong?"

"Ya, elo!"

"Nggak!" Bagas mengelak, kemudian kembali fokus pada layar komputer di depannya.

"Heleh! Gue tahu lo lagi kepikiran sesuatu," kata Deka lagi. "Soal Bemi, kan?"

Bagas mendengkus. "Sok tahu!"

"Berarti bener dugaan gue."

"Dugaan apa?" tanya Bagas tanpa mengalihkan fokusnya dari layar komputer.

Deka menggeser kursi kerjanya. "Kalian berantem, ya?"

"Siapa yang berantem?"

"Ya, elo! Siapa lagi?" Deka menuding sang sahabat dengan jari telunjuknya. "Gue tahu lo sama Bemi lagi ada something."

Bagas menghentikan gerakan mouse pada tangan kanannya. Dia memutar tubuh hingga berhadapan dengan Deka.

"Bisa nggak, nggak ikut campur sama urusan orang?"

"Siapa yang ikut campur? Emangnya es campur apa?"

"Urusin sana asmara lo yang terancam kandas!" Bagas melempar satu rematan kertas pada Deka. "Jangan jalan mulu sama Nares! Eksa tahu, tamat lo!"

Deka cemberut. "Apaan, sih?"

"Nah, nggak suka, kan, lo? Makanya jangan banyak bacot. Dasar kutil!"

🍂🍂🍂

Bemi mengerjap beberapa kali sembari menilik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul sebelas lebih sepuluh menit, itu artinya istirahat masih sekitar lima puluh menit lagi.

Mengembuskan napas pelan, Bemi melepas jam tangan kecilnya. Memutar keran wastafel kemudian membasuh wajah. Rasanya Bemi ngantuk sekali hari ini, padahal kemarin selepas kerja langsung pulang ke indekos. Dia juga tidak pergi ke mana-mana dan tidur lebih cepat.

Selesai membasuh wajah dengan air yang lumayan dingin, Bemi kembali menegakkan tubuh. Melihat pantulan diri pada cermin besar di dalam toilet wanita.

F A L L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang