Namanya Mika, panjangnya Mika Alif Rayyan. Kalau kata Bemi, dia itu spesies bocah yang sangat menyebalkan. Sering membuat onar, terutama jika ada Bemi. Ada saja ulah yang dilakukan hingga Bemi emosi.
Bemi mengenal Mika sejak dia masih SMP dan Mika SD. Dulu, Mika adalah tetangga depan rumahnya di Jakarta. Orang tua mereka begitu akrab, tetapi tidak dengan sang anak. Awalnya, Bemi menganggap Mika itu baik. Namun, persepsi itu terpatahkan ketika dengan sengaja Mika meledakkan petasan di dekat Bemi pada malam takbiran. Mulai saat itu permusuhan sengit berkobar. Sebenarnya bukan permusuhan juga, sih. Mengingat yang berubah memusuhi itu hanya Bemi.
Kejahilan Mika tidak hanya sampai di situ, masih banyak hal-hal menyebalkan dan kadang diluar nalar yang dilakukannya. Pernah suatu ketika, Bemi sedang berjalan pulang ke rumah dari belajar kelompok di rumah temannya. Waktu itu Bemi sendirian. Saat sudah hampir mencapai rumah, tiba-tiba Mika datang. Laki-laki itu seperti menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya.
"Halo, Kak Bem! Dari belajar kelompok, ya?" tanyanya sembari tersenyum misterius.
Bemi hanya menatapnya datar dan melanjutkan langkah. Namun, dia diadang oleh Mika.
"Kak Bem, mau ke mana? Jangan buru-buru, dong. Aku ada sesuatu, nih, buat Kakak."
Bemi menatap curiga saat Mika mengangsurkan sebuah gelas yang ditutup dengan bekas pecahan genteng dan dibungkus dengan plastik hitam.
"Apaan?" tanya Bemi galak.
Mika tersenyum. "Terima aja, ini buat Kakak."
"Ogah!" Bemi kembali melangkah. Namun, lagi-lagi Mika menahannya.
"Apaan, sih, item?"
"Ih, galak, deh." Mika mengerucutkan bibir. "Terima dulu, nih."
Karena tidak mau berdebat, akhirnya Bemi menerima gelas yang diberikan oleh Mika.
"Buka dong!"
Bemi menurut, kemudian dia membuka pecahan genteng yang menutupi gelas tersebut. Awalnya, Bemi hanya mengernyit melihat sesuatu yang ada di dalam gelas bergerak-gerak. Ukurannya sebesar jari kelingking dan sepertinya agak panjang. Warnanya gelap dengan garis kemerahan dan kuning kehijauan yang membentang di sepanjang tubuhnya. Sekilas mirip seperti kabel warna merah hitam.
Bemi masih saja bingung sambil memandangi benda aneh itu.
"Bagus, kan?" celetuk Mika.
"Ini apaan, sih?" tanya Bemi penasaran.
"Itu? Seriusan Kak Bem mau tahu?"
"Iya."
"Ular."
Detik itu juga, Bemi refleks melempar gelas di tangannya ke sembarang arah. Kemudian berlari terbirit-birit sambil menangis dan berteriak kencang. "Mami, Tolong! Aaa, Mika jahat!"
Sementara Bemi berteriak, Mika malah memandang sedih ular berukuran kecil yang sudah terlempar entah ke mana.
Sejak kejadian itu, kebencian Bemi pada Mika semakin bertambah. Dia tidak pernah mau menyapa lagi, meskipun Mika terus mendekatinya. Bagi Bemi, Mika adalah bocah gila yang butuh penanganan khusus. Kejahilan yang pernah dia lakukan sudah melebihi batas wajar.
Dulu petasan, ular, katak, terus apa lagi? Bemi sudah lelah menghadapinya. Hingga pada tahun ke dua Bemi berada di sekolah menengah atas, Mika sekeluarga pindah ke Bandung. Saat itu, Bemi bahagia bukan main. Biang onar di kompleks perumahannya yang terkenal usil akhirnya pergi juga.
Tujuh tahun berlalu, takdir kembali mempertemukan mereka berdua. Membuat Bemi ternganga dengan penampilan Mika yang jauh dari kata dekil. Mika yang tampan, tinggi, juga manis. Sampai-sampai Bemi tidak mengenalinya saat bertemu beberapa hari lalu.
Apakah ini kebetulan? Ataukah pemilik semesta tengah memberi Bemi ujian dengan kembalinya sosok menyebalkan itu?
Well, Bemi tidak tahu takdir akan membawanya ke mana.
🍂🍂🍂
"Loh, kalian saling kenal?"
Rasanya Bemi ingin sekali menendang laki-laki yang kini dengan enaknya senyum-senyum tidak jelas sembari melambaikan tangan.
"Tidak." / "Iya."
Bemi semakin geram saat Mika menjawab enteng pertanyaan Pak Januar bersamaan dengan ucapannya. Sedangkan Eksa sibuk menahan tawa melihat interaksi keduanya.
"Yang benar yang mana ini? Saling kenal atau tidak?" tanya Pak Januar bingung.
"Kenal." / "Tidak."
Lagi-lagi Bemi dan Mika menjawab serentak. Kini Husni yang melongo menyaksikannya.
"Aduh, kok, tambah membingungkan jawaban kalian?"
"Mereka saling kenal, Pak. Sudah lama malahan," jawab Eksa menengahi.
Ingatkan Bemi untuk menenggelamkan Eksa setelah ini.
"Oh begitu. Bagus dong kalau sudah saling kenal." Pak Januar tersenyum kalem. "Kalau begitu, Mika, kamu bisa bantu Bemi selama tiga bulan ke depan. Untuk Husni, kamu bisa bantu Eksa."
Mika tersenyum manis mendengarnya. Sementara Bemi, kepalanya terasa mulai mengepul.
"Baik, Pak!" sahut Mika semringah.
Pundak Bemi melemas. Dia tertunduk lesu dengan bibir mengerucut. Sepertinya, hari-hari Bemi untuk ke depan akan semakin berwarna. Tentunya karena keberadaan Mika selama tiga bulan, dimulai dari sekarang.
🍂🍂🍂
.
.
.
.
.Nih tak kasih bonus fast update ya :D. Ditungu vomentnya ;). Moodbooster banget buat lanjut nulis :D
Btw, ular yang Mika bawa itu nggak berbisa ya, tapi tetep aja sih nyeremin. Dulu wkt smp temanku pernah bawa masuk ular kek gitu ke dalam kelas. Kan kampret banget.
Yogyakarta
4 September 2018Republished
21 Juli 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
F A L L ✓
RomanceCOMPLETED (Republished/Dalam tahap revisi) Awalnya, hidup Bemi baik-baik saja. Pekerjaan, pertemanan, dan percintaan, semuanya tidak ada masalah. Status lajang yang dia sandang pada usia 25 tahun tidak menjadi sebuah beban, melainkan kebebasan. Namu...