tanpa judul #6

2.4K 123 0
                                    

Dua pekan semenjak pembicaraan absurd ku dengan mas Ragan, semenjak itu aku sedikit menghindar darinya. Beruntunglah bahwa kami tidak memiliki keterkaitan pekerjaan. Sedangkan pak Revan masih tetap seperti biasa, mengirimiku pesan melalui WA secara berkala, minimal tiga kali sehari persis dengan jadwal minum obat.

Sore ini aku cukup memiliki jadwal yang padat, setelah melewati serangkaian perdebatan dengan pihak pengguna jasa, kini aku menyiapkan beberapa data dan sedikit mempelajari kondisi terakhir di proyek pak Revan. Pasalnya besok pagi aku harus terbang ke Medan dengan penerbangan pertama dan aku belum berkemas, thats amazing. Dan aku bertemu dengan seorang pria yang paling ingin kuhindari.

"Mau kemana?" tanya mas Ragan.

"Pulang." jawabku singkat.

"Ngapain pulang? kuantar ya.." tawar mas Ragan.

"Nggak usah. Kamu repot nanti."

"Aku lagi longgar kok."

"Ih, ya udahlah pulang aja diantar pak Ragan. Lumayan kan gak usah nungguin angkutan." Celetuk mbak Nita sambil lalu dari sekitar kami.

Duh, disaat seperti ini kenapa ada mbak Nita? Batinku. Pasti nanti dia makin semangat mengompori aku untuk terus menempel dengan mas Ragan, itupun kalau mulutnya masih bisa terkunci.

"Nggak usah, Mas. Kamu kan nggak pernah mengantar pulang perempuan."

Thats right, aku nggak pernah lihat dia kasih tumpangan buat perempuan. Masalah Tiara, aku belum pernah melihat mereka diatas motor yang sama dengan mata kepalaku sendiri. Jadi, kujawab jujur saja.

"Kamu nggak lagi menghindar dari aku kan?"

"Ehm, sedikit."

"Kenapa?"

"Kita bahas lain waktu ya, aku lagi buru-buru."

"Bagaimana kalau aku antar kamu, sekalian kita bahas sambil jalan."

"Aku nggak ada helm."

"Bisa pinjam."

Semakin kesal aku dibuatnya. Kemudian kudengar tak jauh dari kami seorang wanita memanggilnya. Maklum mataku ini minus dan silinder jadi penglihatan kurang bagus.

"Ragan..." panggil wanita itu.

Mas Ragan pun menoleh secara alami namun tampak olehku dia tengah memperbaiki penampilannya, aku jadi semakin penasaran kan siapa yang memanggilnya. Gotcha.. she is Tiara. And you know whats happen next, mereka berbicara entah tentang apa dengan pandangan mata mas Ragan yang tertuju pada wajah cantik Tiara dan mata berbinar-binar penuh dengan kebahagiaan. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, kutinggalkan mereka.

Sejujurnya aku berharap mas Ragan akan mengejarku, minimal memanggilku, salahkah aku berharap? Kenyataanya nihil, aku hanya objek dari waktu longgarnya yang tak bisa dihabiskan bersama wanita pujaannya. Lantas haruskah aku berharap lebih dari dia? Tidak satupun tersisa dalam dirinya untukku, so buat apa menunggu. Aku layak bahagia dengan wkatu dan pilihanku. Memannya dia anggap aku ini apa? Kalau memang masih cinta dengan Tiara harusnya pertanyaan itu untuk Tiara, bukan aku.

Pekerjaanku sudah banyak, jadi jangan menambah daftar drama korea dalam hidupku. Ponselku mendengungkan suara Ed Sheeran – photograph, menandakan orang penting tengah meneleponku.

"Halo, Ma."

"..."

"Sepulang aku dari Medan ya."

"..."

"Iya nanti aku carikan."

"..."

"Harus pulang ya? Kalau dibahas melalui telepon gimana?"

"..."

"OK, see you Ma."

--

Tanpa Kata (COMPLETE-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang