tanpa judul #7

2.4K 122 5
                                    

Mulmed : Revan Hasan

--

Kedekatanku dengan pak Revan tidak terhindarkan lagi, karena hampir bahkan mungkin semua orang proyek tahu bahwa aku. Memang dasar mulut pak Revan, remnya sudah blong, apalagi saat kali pertama aku datang. Jika biasanya staf baru yang datang pasti akan dijemput oleh HRD, dan aku datang langsung dijemput sendiri olehnya, sudah jadi hal lazim jika banyak orang mempertanyakan.

Genderang kericuhan dan kehebohan kian nyaring tiap harinya, ditambah dengan segala bentuk perhatian yang ditawarkan pak Revan sangat sulit untuk kubilang 'TIDAK'. Akankah semua semakin sulit saat semua benang kusut ini bertemu, maksudku aku dan semua masalahku dengan mas Ragan yang belum mendekati penyelesaian ditambah dengan hadirnya pak Revan yang belum bisa aku duga menyebabkan sebagian syaraf di otakku menjadi tidak berguna. Aku BLANK.

Kehebohan selalu hangat dengan bumbu penyedap, saat beberapa staf lainnya mengatakan bahwa aku adalah tunangan pak Revan yang sengaja ditugaskan untuk mengawal proyek sekaligus 'mengawasi' pria tersebut, apakah aku terlihat sebagai wanita posesif?

Aku rasa julukan posesif itu sepatutnya ditujukan kepada pak Revan, jujur sangat tidak masuk akal buka jikalau boss ditempat kita bekerja memperlakukan kita layaknya ratu? At least aku merasa bahwa masih ada pria yang membuatku merasa istimewa.

Setidaknya dalam satu hari kami akan makan bersama dua kali, jika tidak sibuk kami akan makan di luar kantor. Jika biasanya pada saat weekend aku lebih memilih untuk tidur atau menikmati hari-hariku dengan perawatan di salon, dia malah mengajakku untuk berhalan-jalan ke Singapore, dengan ribuan alasannya.

Puncaknya adalah saat aku sedang menyelesaikan laporan hasil pengetesan sistem secara total (test commisioning), "Sudah selesai laporannya?"

"Sudah mas. Ada yang perlu dilengkapi lagi?"

"Kenapa kamu kerjanya cepat?"

"Biar segera pulang ke Jakarta. Kenapa?"

"Padahal aku masih mau kamu lama-lama disini."

"Segera selesaikan proyekmu, terus pulanglah ke Jakarta."

"Jadi, kamu nungguin aku pulang?"

"Bukan aku. Tapi pak Direktur Wilayah sudah kontak aku terus-terusan."

"Tanya apa beliau?"

"Tanya kabar proyek sama test commisioning kemarin."

"Terus kamu bilang apa?"

"Kujawab everything is alright. Sekalian aku juga ijin mau pulang dulu baru balik kantor."

"Pulang ke rumah? Aku ikut boleh?"

"Ngapain?"

"Perkenalan dong sama mama mertua." Tanpa segan aku memukul lengannya yang terbungkus dengan kemeja putih.

"Duh..kok dipukul sih, yang? Sakit tahu.."

"Bodo amat." Kemudian dia mengetikkan sesuatu di ponsel pintarnya. Lalu dia menunjukkan sebuah tulisan bahwa transaksi telah berhasil dilakukan.

"Kamu beli apa, mas?"

"Tiket pulang buat kita. Pesawatnya besok malam, hari ini aku tuntaskan semua, laporan kamu segera, jadi besok pagi kita belanja oleh-oleh buat orang rumah." Aku melongo mendengar kalimat panjangnya dan sungguh aku tak sanggup berkata-kata.

"Satu lagi, kabarin mama mertua, besok malam menantunya yang tampan mau datang buat melamar."

"Udah mas, pergi sana kamu,, yang jauh. Kalau perlu nggak usah balik. Tutup pintu proyek, bubarkan karyawan."

Dia justru tertawa geli mendengar kalimatku yang sarat dengan kekesalan.

--

So, kalau melihat style nya Banyu, dia lebih baik sama Ragan atau Revan?

Tanpa Kata (COMPLETE-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang