tanpa judul #13

2.4K 118 0
                                    

Dear Diary...

Hatiku terasa tercubit.

Aku ingin menangis

Aku ingin berteriak

Aku ingin memaki

Aku tahu kalau aku belum siap untuk memberitahukan pada semua orang bahwa aku adalah tunangan dari mas Ragan. Tapi kenapa justru mas Ragan sendiri yang dulu bersikeras untuk memberitahukan kepada khalayak, sekarang malahan dia dengan seenaknya menggandeng mesra wanita lain. Dia bukan sepenuhnya wanita lain, dialah Tiara.

Tidak cukup kah dia membuatku menangis karena aku tahu bahwa hatinya masih bersama Tiara? Lantas untuk apa dia meminangku? Untuk apa??

Apa Mama dan papa akan percaya dengan keluhanku? Aku takut untuk memberitahukan semuanya pada orang tuaku. Aku takut mereka mengira aku mengada-ada. Aku takut malahan nanti mereka mengira bahwa mas Revan adalah penghasut. Aku takut dia jadi korban amarah papa.

Aku butuh mas Revan

Iya, aku kangen mas Revan

Tapi...


--

Author POV

"Saya boleh kan bu menumpang duduk disini?"

"Boleh, Nak." Jawab wanita paruh baya tersebut sambil terus memperhatikan seorang gadis muda yang dandanannya sudah hampir tak karuan.

"Kamu sudah makan?"

"Saya ndak lapar bu."

"Tapi kamu harus makan. Ibu lagi masak sup ayam. Kebetulan anak ibu hari ini mau mampir. Ayo kita makan duluan." Kata wanita tersebut sambil menuntuk lengan si gadis menuju ke meja makan terdekat.

Gadis itu sudah sering terlihat di kawasan tersebut selama kurang lebih tiga hari. Tidak ada tujuan, tidak ada kawan, bahkan hampir mirip seperti gelandangan.

"Rumah kamu dimana?"

"Rumah saya jauh, Bu."

"Kamu ndak mau pulang?"

Gadis itu diam.

"Ya sudah, kalau tak mau pulang, tinggal disini saja dulu, ndak baik anak gadis sendirian di jalanan. Apalagi yang secantik kamu." Setelah makan mereka selesaikan, si wanita tersebut mendapati si gadis masih termangu dalam diamnya sambil melihat rintik-rintik air hujan yang terus mendera jalanan siang itu.

"Ibu siapkan air hangat ya, supaya kamu bisa bersih-bersih diri."

"Ndak perlu repot-repot bu. Setelah hujan reda saya akan pergi."

"Pergi kemana? Disini aja, toh ibu juga sendirian."

"Tapi saya ndak mau merepotkan ibu lebih lama lagi." Terang gadis itu dengan air mukanya yang tenang namun cenderung kosong. Wanitatersebut adalah Banyu, entah bagaimana bisa dia sampai di Yogya tak ada yangtahu.

setelah berlama-lama dalam kamarnya bagai mayat hidup, akhirnya dia mulai membuka diri pada wanita tersebut. Para tetangga memanggil wanita tersebut sebagai Bu David, sedangkan suaminya tengah berdinas ke negara sebelah, entah sebagai apa. Banyu berjalan, mengelilingi seisi rumah untuk pertama kalinya setelah hatinya merasakan damai.

hari dimana sang putra Bu David yang kabarnya akan datang, rupanya tak kunjung hadir. Tapi BU David justru tak bersedih hati karena sudah ada Banyu yang menemaninya di rumah. Selama sepekan, Bu David dan Banyu saling berinteraksi layaknya ibu dan anak. Bahkan tanpa sungkan lagi, Bu David meminta Banyu untuk memasak. sedangkan pekerjaan rumah lainnya yang bersifat berat, sudah ada asisten rumah tangga yang menyelesaikan.

Hari itu, Bu David sibuk dengan beberapa pesanan kain batik yang harus segera diselesaikan, maka dari itu beliau meminta Banyu untuk stay di rumah selagi dirinya ke pekojan (pasar/sebuah daerah yang mayoritas berisi pedagang kain). Asisten yang biasanya datang, rupanya kala itu hanya mampir untuk meminta izin bahwa putranya sedang sakit dan harus segera dibawa ke puskesmas.  Jadilah, Banyu sendirian di rumah sembari melakukan aktivitas harian ala ibu rumah tangga pada umumnya.

Banyu mengunci seluruh pintu dan jendela rumah, kemudian berjalan santai menuju pasar tradisional terdekat. Di pasar, dia memboyong begitu banyak sayuran hijau dan daging segar. rencananya, hari tersebut Banyu akan memasakkan sesuatu yang spesial untuk Bu David sebagai tanda terima kasih sebelum Banyu pulang kembali ke rumah.

Setibanya di rumah, Banyu dibuat kaget bukan kepalang. Pasalnya pintu pagar dan pintu depan rumah dalam keadaan terbuka lebar. segala pemikiran negatif pun merayap secara cepat di otaknya sehingga memerintahkan tubuhnya untuk segera berlari ke dalam rumah. semoga segala kecurigaan Banyu tidak terjadi.

"Bu... Bu...?" Tanya Banyu sambil berjalan mengendap-endap ke dalam rumah. Barang belanjaan yang tadi memenuhi tangannya telah diletakkannya asal di kursi teras. Kini tangan sebelah kanannya sedang membawa payung untuk antisipasi.

"SIapa kamu?" tanya Banyu sambil berteriak.

---


Tanpa Kata (COMPLETE-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang