Beberapa bulan terakhir, aku sering ijin untuk sekedar menyambangi mas Revan ke lokasi proyeknya. Kunjungan ini sifatnya pribadi, maklum aku sedang kangen berat sama suamiku. Selain itu, ada satu perasaan yang tidak nyaman saat terlalu lama jauh dari dia, mungkin karena aku sudah terbiasa untuk bergantung padanya, jadilah seperti ini.
Hari itu, aku berangkat ke kantor dengan memacu sepeda motor matic ku dengan membawa beberapa buah tangan standar ala Medan. Setelah lima ratus meter, tepatnya di tikungan terakhir dekat pasar aku mendapati seorang pria dengan pakaian kumal tak terurus tengah duduk di depan pos penjaga. Entah didorong oleh hasrat apa, aku menyandarkan motorku dan menghampirinya.
Melihatnya yang terduduk sambil menundukkan kepala membuatku merasa takut untuk menegurnya. Kemudian, teringat olehku bahwa aku membawa sepaket bekal makan siang lengkap di jok motorku, kemudian kukeluarkan saja semuanya dan kuletakkan asal di tempat terdekat.
"Maaf. Bapak sudah sarapan?" tanyaku sepelan mungkin. Satu sisi aku tak ingin mengganggu istirahatnya, tapi melihat keadaannya yang tak terurus membuatku merasa iba.
Dia tak menjawab, hanya mengangkat kepalanya yang tertutupi hoodie hanpir seluruh wajahnya.
"Saya harap bapak ndak tersinggung. Saya ada makanan sedikit untuk sarapan. Saya pergi dulu kalau begitu." tanpa menunggu jawaban yang sepertinya tak kunjung terucap, akhirnya bergegaslah aku menuju motor, dan menyalakannya.
--
Author POV
Lelaki itu masih terlelap dalam damai tapi bukan tidur. Beberapa alat kesehatan masih menancap erat di tubuhnya. Beberapa petugas juga berlalu lalang untuk mengecek kondisi terakhir dari pria tersebut dengan seksama.
"Kenapa sih kamu masih tungguin dia? Lagipula dia sudah sekarat juga."
"Jangan gitu Ma. Siapa tahu selepas bangun ini, dia langsung mau nikahin aku."
"Huh... ganteng nggak, untuk berduit."
"Mama yang sabar aja ya. Duit dia gak abis kok kalau Cuma di rumah sakit."
"Mama pegang omongan kamu. Suruh dia cepat-cepat bangunlah, modal mama hampir habis Cuma buat rumah sakitnya dia. Sedangkan dia, juga nggak segera nikahin kamu, rumah yang dia janjikan pun belum tentu dibelikan."
"Tenang aja Ma. Setelah kami nikah, semua uang Mama akan aku ganti kok."
"Mama pegang janji kamu. Jangan kaya yang kemarin, udah percaya diri bakalan dekat, eh malah ditinggal buat perempuan lain."
"Iya, Ma."
Belum selesai mereka berbincang, tampaklah bahwa sebuah gerakan yang cukup intense tengah terjadi pada diri pria tersebut. Maka, dengan sangat sigap, si wanita muda itu menekan tombol pemanggil suster yang tengah berjaga. Kemudian segerombolan petugas berseragam putih memenuhi ruangan dan meminta agar dua wanita berbeda usia tersebut meninggalkan ruang perawatan.
Setelah beberapa lama, akhirnya seorang dokter senior yang diperkirakan usianya mencapai enam puluh tahun menghampiri wanita muda tadi dengan wajah sumringah dan beban yang telah terangkat dari pundaknya.
"Selamat. Penantian anda telah terbayar, pasien sudah bangun. Saat ini kami sedang mendiagnosa apakah terdapat organ-organ vital yang terganggu selama masa komanya."
"Apa saya boleh menengok dokter?"
"Tentu. Kehadiran anda pastinya akan sangat ditunggu-tunggu oleh pasien tersebut. Kalau begitu saya permisi."
"Terima kasih dokter."
"Ah, syukurlah dia sadar. Jadi nggak lama-lama deh Mama di rumah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Kata (COMPLETE-END)
RomanceHal terakhir yang pernah kuingat adalah dia pergi untuk kembali bersatu dengan masa lalunya. Tinggallah aku dengan masa-masa yang terlewati tanpa seberkas memori apapun tentang dirinya. Aku tidak pernah benar-benar mengingatnya, tapi satu hal yan...