#11 - Admit, that i am not good enough

2.3K 97 0
                                    

Dear Diary,

Sudah bertahun-tahun silam aku menulis kembali dalam jurnal ini. Jurnal ini pemberian kakekku sebelum akhirnya beliau meninggal setelah kasus atas tuduhan yang dilayangkan oleh pihak swasta atas ilegal logging yang tidak terbukti sama sekali. Jurnal ini telah beberapa kali melampaui laut dan samudera, berenang bersama harapan dan kerinduan dari tiap-tiap pelayar kepada rumah dan keluarga, berada dibalik saku jas tebal kakekku untuk sekedar mengisi kekosongan dalam hatinya yang begitu lama jauh dari tanah rantau.

Aku ingin curhat, tapi tak tahu harus pada siapa. Karena aku sudah sebulan kembali ke tanah rantau mengais uang dan melabuhkan hati di dermaga yang tak terduga. Dermaga ini sering kulalui, namun karena ramai selalu kuurungkan niatku untuk melempar sauh, atau barang sekedar menambah persediaan air minum bagi awak kapalku. Karena kau tahu, dermaga itu hanya dimiliki oleh seseorang, dan itu bukanlah aku. Kini dermaga itu kosong dan memaksaku untuk mampir sejenak, tapi sayang sepertinya aku telah masuk dalam perangkapnya, sehingga aku tak lagi bisa berlayar. Pemilik dermaga menawanku dalam perjanjian tak tertulis, memaksaku untuk bergantung terhadap semua komoditi yang ia tawarkan. Setelah dilanda kelelahan dan kerinduan akan daratan, atas paksaan seluruh awak kapal, akhirnya aku pun melempar sauh di titik terdekat. Dan disinial aku, terdampar di sebuah dermaga yang sedang terbuka, bernama Ragan Prawira.

Aku tahu, mas Ragan berubah menjadi sangat, sangat baik dibanding dulu. pakaiannya yang jauh lebih rapi, accesories yang selalu setia menemani tubuh jangkungnya juga tak pernah lagi ditinggalkan, tunggangannya pun sudah bukan lagi roda dua. Entahlah atas dasar apa perubahannya yang pesat ini, untuk dirinya, atau untuk diriku? Sikapnya makin hari makin absurd dengan segudang perhatian yang tak sanggup untuk kujelaskan. Banyak pihak mengendus perubahan pada diri mas Ragan, sehingga pihak tersebut mengambil asumsi sendiri bahwa kedekatan kami berdampak cukup besar baginya.

Dia makin supel, makin mudah diajak berbincang-bincang, sudah tak lagi introvert bahkan dengan wanita sekalipun. Pernah suatu ketika seorang wanita entah dari divisi mana menggodanya, dia tak segan mengatakan bahwa dia telah bertunangan, tapi dia tak menyebutkan namaku dalam perbincangan mereka. Bukannya dia tak mau, justru dia bersikeras untuk memberitahukan khalayak terkait hubungan kami, tapi dasar akunya saja yang masih tidak mau. Well, dia bisa menjaga diri dari santapan wanita-wanita kelaparan.

Pernah aku bertanya kenapa dia mengganti kendaraannya, padahal aku tahu bahwa motor yang selama ini dia bawa adalah hasil kerja keras dari gaji beberapa bulan pertamanya. Jawaban dia juga sarat dengan rayuan cap kaki lima, yaitu dia tidak mau kulitku terpapar matahari, seperti dia. Ditambah lagi, mungkin dia trauma bahwa alasan dulu dia pernah ditinggalkan Tiara karena kendaraannya yang masih kuno dibandingkan mas Revan, yang notabene sudah beroda empat. Duh, malangnya nasibmu, mas Ragan. Dalam hati sebetulnya aku kasihan dengan segala hal yang menimbulkan trauma dalam diri mas Ragan, sehingga aku pun berjanji tidak akan memperlakukannya seperti itu. tapi bukan berarti aku juga yang menjadi objek dari pelarian perasaanya tersebut.

Tanganku mulai lelah menulis, tapi masih banyak yang ingin kukeluhkan. Seandainya jurnal ini hidup dan bisa menemaniku untuk menjadi pendengar setia. But thats impossible, right?

--

Tanpa Kata (COMPLETE-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang