Sudah empat hari berlalu sejak aku memutuskan sepihak hubungan dengan mas Revan. Berat hati dan sakit itulah yang amat menjangkit dalam hatiku. Ada sekelumit perasaan tidak terima saat dia benar-benar mengikhlaskan aku untuk lelaki lain, meskipun aku sadar bahwa selama ini mas Revan sesungguhnya memiliki karakter dan pribadi yang baik, sesuai dengan namanya.
Selama empat hari itu pun aku tahu bahwa mas Ragan tak henti-hentinya mencoba untuk meneleponku, mengirimkanku kalimat-kalimat penyemangatnya, bahkan dia pun mengirimkan sebuah paket yang jika kuperhatikan dari bungkusnya adalah hadiah, entahlah aku tak peduli dengan isinya.
Kedua orang tuaku pun tahu keterpurukkan yang tengah melanda ku, tapi sayangnya hal tersebut tidak lantas membuat mereka melunak, justru sempat pernah kudengar bahwa kedua orang tuaku meminta agar pernikahanku dengan mas Ragan dipercepat setelah lebaran haji. Aku tak mau tahu apa tanggapan dari keluarga mas Ragan, tapi jika dilihat dari gelagat yang diperlihatkan oleh kedua orang tuaku, tampaknya pihak calon mertuaku tidak keberatan sama sekali.
Ku raih ponsel yang baterainya tinggal seperempat, kucari kontak seseorang yang beberapa waktu silam sempat mewarnai hari-hariku. Setelah kutemukan namanya, keraguan melimuti ibu jariku untuk menekan tombol panggil. Pikirku, dia sedang apa? Makannya teraturkah? Sakitkah dia? Dan segudang pertanyaan tolol lainnya yang bergelayut manja dalam otak gilaku. Iya, aku hampir gila dengan keadaanku sekarang. Hidup enggan, mati pun tak mau.
Panggilan pertama... veronica yang menjawab bahwa pemilik nomor tengah sibuk.
Panggilan kedua ... setelah dua kali nada sambung, rupanyanya veronica masih setia menjawab panggilan tersebut. Sepertinya mas Revan mereject panggilanku. Mungkin dia sibuk. Sibuk dengan perasaannya yang kalut karena gadis sepertiku. Batinku.
Kemudian sebuah pesan singkat masuk, membuat jantungku sedikit meledak kegirangan. Namun sebentar karena yang kuharapkan bukanlah yang terjadi. Tepatnya mas Ragan yang mengirimkan pesan singkat.
Mas Ragan :
Kamu sudah makan?
Me :
Belum, lagi malas.
Mas Ragan :
Kok malas? Nanti sakit lho..
Me :
Bodo amat. Udah sana kerja
Mas Ragan :
Siapa juga yang kerja. Tebak aku lagi dimana?
Me :
Nggak mungkin kamu di neraka.
Mas Ragan :
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Kata (COMPLETE-END)
RomansaHal terakhir yang pernah kuingat adalah dia pergi untuk kembali bersatu dengan masa lalunya. Tinggallah aku dengan masa-masa yang terlewati tanpa seberkas memori apapun tentang dirinya. Aku tidak pernah benar-benar mengingatnya, tapi satu hal yan...