Chapter 6 [Terlalu Sempurna]

677 57 3
                                    

Suara gaduh itu terdengar begitu Athalea sampai di rumahnya. Ia menyimpan tasnya di ruang tamu dan bergegas menuju sumber suara.

“Jujur, Han! Kamu, ‘lagi’?!” teriakan Arin terdengar begitu Athalea sampai di dapurnya. Si Macan—eh keceplosan lagi, kan—Mama-nya berteriak pada Papa yang wajanya sudah memerah.

“Engga, Arin. Aku udah bilang berapa kali sama kamu. Aku tidak melakukannya lagi!”
Athalea merasakan matanya memanas. Ia tahu apa yang dimaksud ‘lagi’. Athalea tahu, amat tahu. Kedua orangtuanya masih tidak menyadari keberadaan Athalea. Dan Athalea masih terpaku disana.

“Farhan! Sekali aja kamu kecewain aku dan anak – anak, jangan lagi,” ujar Arin disertai isakan yang memilukan, hati Athalea serasa diremas oleh tangan tak terlihat. Ia tidak mau Arin menangis—semenyebalkan apapun sang Mama.

“Arin, percaya sama aku! Aku enggak melakukan itu lagi!” Tangan Farhan memegang pundak istrinya seraya menatap dalam matanya. Athalea masih menyaksikan itu semua.

“Tapi pesan itu, Han?! Apa maksudnya?!”

“Aku—“

“Kamu selingkuh lagi, Farhan! Jangan anggap aku sebodoh itu!”

Deg!

Athalea merasakan kakinya lemas, ia tidak bisa medengarkan itu lagi. Ia melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana.

“Atha—“

Athalea tidak menghiraukan panggilan Arin dan melangkahkan kakinya menuju kamar adiknya. Ketika sudah sampai di depan pintu dengan tulisan; Zefan Thalleo’s room itu, Athalea sudah dapat mendengar isak tangis kecil dari dalam. Perempuan itu langsung masuk ke kamar Zefan.

Athalea tidak dapat menemukan Zefan ketika sudah masuk ke kamar itu. Ia akhirnya menunduk untuk melihat kolong kasur yang ada di pojok ruangan. Akhirnya, ia menemukan adiknya. Anak kecil itu meringkuk dengan kedua tangan menutup telinga isakan kecil masih terdengar.

“Zefan, ini Atha,” bisiknya dan mengulurkan tangan pada adik lelakinya. Zefan menggelengkan kepalanya. Ia semakin meringkuk. Astaga! Dibawah sana itu pasti dingin dan banyak debu. Athalea semakin khawatir
“Zefan, gak papa. Ayo sini,” ajak Athalea semakin menunduk untuk mengulurkan tangannya pada Zefan.

Zefan akhirnya membalas uluran tangan sang kakak. Ia langsung berhambur ke pelukan Athalea, kakaknya yang menyebalkan itu terduduk lemas di samping ranjang kecilnya dan ikut memeluknya dengan erat.

“Atha, jangan keluar. Mama sama Papa—“

“Mereka lagi main monster – monsteran,” ujar Athalea segera memotong ucapan sang adik. Zefan menggeleng dalam pelukannya. Ia takut... Mama-nya memang monster, tapi tidak pernah seseram ini.

“Kenapa mereka gitu, Tha?” lirih Zefan yang membuat hati Athalea berdenyut nyeri. Karena Papa udah ‘pindah’ dari rumah Mama, dua kali. Air mata Athalea merembes keluar, cepat – cepat ia menghapusnya karena takut sang adik melihatnya.

“Atha,” panggilnya ketika Athalea tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

“Mereka nanti akur lagi, kok. Percaya sama aku,” ujar Athalea dan membuat Zefan menghela napas. Anak kecil itu tidak tahu apa – apa dan tidak pantas melihat ini semua. Tidak ada seorang anakpun yang pantas melihat orangtuanya bertengkar, apalagi karena salah satu dari mereka ketahuan...menemukan ‘rumah’ yang lain.

Bagi Zefan, ini pertama kalinya ia melihat orangtuanya bertengkar hebat. Menurut penglihatannya, orangtuanya selalu akur, selalu menebarkan kasih sayang di rumah ini. Tentu saja, kejadian sore ini begitu membuatnya terpukul.

It's My Simple LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang