Chapter 13 [Lea]

461 50 1
                                    

Athalea lelah menunggu. Apalagi menunggu yang tidak pasti. Athalea juga yakin tidak ada seorangpun di dunia ini yang ingin menunggu ketidakpastian. Contohnya, seperti sekarang ini, ia sedang menunggu ketidakpastian. Angkutan umum yang biasa ia tumpangi, tidak pasti kapan akan mengantarnya pulang. Athalea mendesah lelah karena si ketidakpastian itu tidak kunjung datang.

Gadis itu memekik pelan karena terkejut begitu sepatu—yang satu – satunya layak pakai—terciprat air dari seorang pengguna motor yang lewat. Mana musim hujan lagi, kalo dijemur juga percuma.
Athalea semakin badmood. Ia kini hanya bisa menunggu di pelataran pertokoan yang ada beberapa meter di samping sekolahnya. Hari semakin sore, Athalea semakin khawatir jika angkutan umum yang ia tunggu sudah habis.

Jika kalian bertanya; dimana Allan? Lelaki baik dan tampan pujaan semua orang. Lelaki yang berstatus sebagai pacar Athalea; cewek absurd dengan kecantikan—yang tidak secantik Selena Gomez walaupun tetap mengaku sebagai adik Kendall Jenner yang terpisahkan. Athalea menghela napas. Allan sekarang sedang ‘berperang’ melawan susahnya soal – soal geografi untuk mempersiapkan diri menghadapi olimpiade. Jadi, Pangeran Pujaan itu tidak bisa mengantar Athalea pulang.

“Ya Tuhan, lama amat sih,” gerutu Athalea seraya menengok jalanan yang lumayan ramai namun angkuta umum yang ia tunggu tetap tidak lewat.

Athalea menyadari ada seorang lelaki yang berdiri di sampingnya. Berjarak beberapa meter darinya. Gadis itu menyipitkan matanya untuk melihat logo sekolah yang ada di baju lelaki itu. Ternyata logonya sama dengan logo miliknya—keknya kakel deh. Tapi Athalea seperti tidak pernah melihatnya.

Athalea masih memperhatikan lelaki itu. Berdiri menjulang lebih tinggi dari Athalea, dengan buku tebal ada di pegangannya yang sedang ia baca. Pengusir gabut mungkin ya, sampe baca buku tebel aja bisa.

Gadis centil itu tersentak begitu lelaki—yang diduga adalah kakak kelasnya—mengalihkan pandangannya dan membalas pandangan Athalea. Alamak! Athalea terpaku. Ia menatap mata lelaki itu. Hanya sebentar, sebelum lelaki itu mengalihkan pandangannya lagi tanpa bicara apapun. Athalea menghela napas lega.

Jika dilihat, lelaki ini lumayan tampan tapi...sedikit aneh. Dikit aja, gak banyak – banyak kok hehe. Athalea mengusir pikiran jalangnya. Tapi, ia juga tidak bisa menolak ketika kakinya bergerak melangkah menghampiri lelaki itu.

“Kakak sekolah di SMA itu juga?” tanya Athalea seraya menunjuk sekolahnya yang sudah sepi.
Lelaki itu mendongak dan sedikit terkejut melihat Athalea. “Iya.”

“Athalea Zefanny,” ucap Athalea seraya mengulurkan tangannya—bermaksud berkenalan dengan lelaki itu. Lumayan, bisa dijadiin kecengan, ujarnya dalam hati. Inget Allan! Suara dalam otaknya memperingatkan. Bomat, wle! cibirnya.

“Zeno Alfares,” balas lelaki itu. Dengan gerakan kaku, lelaki itu membalas jabatan Athalea. Gadis itu tersenyum lebar, membuat Zeno terheran.

“Kak Zeno, pulang kemana?” Memang dasarnya Athalea centil dan bawel—tambahkan poin ‘tidak tahu malu’—maka ia tidak sungkan bertanya lebih dulu pada Zeno. Lelaki itu menyebutkan alamat rumanhnya. Kebetulan banget! Itu ‘kan perumahan gue.

“Oh, Atha juga rumahnya disitu. Kok gak pernah liat Kak Zeno?”
Mungkin jika Adera dan Florin melihatnya sekarang, mereka akan berkat; “Najis! Sok imut banget lo, curut! Biasanya juga kelakuannya kek gadis barbar.” Tapi Athalea tidak peduli, menurutnya, ia harus berusaha menjaga image-nya ‘sebagus’ mungkin apalagi kalo dihadapan kakak kelas. Athalea harus berubah dari ‘gadis barbar’ menjadi ‘Lady Diana’.

“Baru pindah,” ujar Zeno singkat dengan senyum tipis. Athalea hanya mangut – mangut. Dalam pikiran Zeno, ia berpikir siapa gadis absurd yang tiba – tiba datang dan ‘berkenalan’ dengannya, secara, selama ini Zeno belum pernah ada yang mengajaknya berkenalan—selain saat pertama kali masuk sekolah.

It's My Simple LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang