Athalea mendelik begitu melihat Allan dan Meyra berjalan di depan ruang guru siang itu. Dengan cepat, Athalea menyimpan buku tugas milik siswa – siwa di kelasnya di atas meja gurunya dan segera pergi dari sana. Sementara, Florin dan Adera menunggunya di luar ruang guru.
Entah Allan dan Meyra yang tidak melihatnya atau mereka tidak pura – pura tidak peduli dengan Athalea yang jelas – jelas hanya berada beberapa langkah di belakang mereka.
“Bu, hasil ulangan Meyra, sudah bisa diambil?” Sayup – sayup Athalea mendengar perkataan gadis itu ketika melewati Allan dan Meyra. Allan menatapnya cukup lama, sebelum Athalea sendiri yang melepaskan kontak mata mereka.
“Bisa, Meyra,” ucap guru tersebut. Cih! Cuma ambil hasil ulangan aja perlu minta anter, batin Athalea mencemooh adik kelasnya itu.
Athalea keluar dari ruang guru dan disambut tatapan bingung dari kedua sahabatnya.
“Kenapa, Tha?”
“Lo dimarahin sama siapa?”
Athalea tidak menjawab dan hanya melipat kedua tangannya di depan dada. Ia kembali mendelik ke arah Allan dan Meyra yang kini keluar dari ruang guru.“Astaga, aku nggak nyangka dapat nilai seratus, Kak!” seru Meyra pada Allan yang berjalan di sampingnya seraya menatap kertas ulangannya. Athalea memutar bola matanya, hingga Allan menatapnya juga dan berhenti di depan Athalea. Kini, Florin dan Adera tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, jadi mereka memilih untuk tetap berdiri di samping Athalea, dan melihat drama apa yang akan ditampilkan.
“Atha.” Allan memanggil namanya, tapi tetap tidak membuat Athalea mengalihkan pandangannya dari Meyra.
Meyra yang merasa dirinya diperhatikan, akhirnya membalas tatapan Athalea. “Eh, Kak...Athalea.” Entah darimana adik kelas—yang menurut Florin lucu itu—mengetahui nama Athalea.Athalea tersenyum sinis, dan berkata, “Selamat buat nilai seratusnya.” Ucapannya tak ayal membuat Meyra bingung setengah mati. Akhirnya, Meyra hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terimakasih—menganggap bahwa murni ucapan Athalea itu hanya sebatas pujian.
“Atha.” Allan memanggilnya entah untuk yang keberapa kalinya.
“Apa, Lan?” tanya Athalea.
Allan menghela napas sejenak. “Kita bisa ngomong bentar?” tanyanya seraya menatap Florin dan Adera—kode bahwa ia ingin berbicara dengan Athalea berdua.
Florin dan Adera yang sepertinya mengerti, akhirnya mengangguk dan bersiap untuk pergi sebelum Athalea menahan mereka berdua.
“Maaf, Lan. Tapi, aku nggak bisa.” Athalea tersenyum tipis pada Allan dan berjalan meninggalkan Allan.
“Tha...” Allan memanggilnya sekali lagi, berharap Athalea mau berbicara dengannya. Karena, sungguh Allan tidak bisa terus – menerus seperti ini.
“Loh! Athalea, lo mau kemana?!” Seolah masih memproses tindakan Athalea, Florin memanggil gadis itu agar kembali ke tempatnya semula. Tetapi, percuma. Karena Athalea tetap berjalan meninggalkan mereka untuk kembali ke kelas.
“Lan, sori.” Adera menatap Allan dengan perasaan bersalah. Entah mengapa melihat sahabatnya yang bertindak seperti itu.
Allan hanya tersenyum tipis, dan mengangkat bahunya. Dengan begitu, Allan berbalik arah untuk pergi—entah kemana.“Kasian ya, Flo,” ucap Adera menatap punggung Allan yang menjauh.
“Ke siapa? Allan atau Atha?” Florin bertanya seraya berniat melangkah untuk menyusul Athalea.
“Dua – duanya.”
***
Florin dan Adera menghela napas entah untuk yang keberapa kalinya ketika mendengar Athalea lagi – lagi menggerutu di depan mereka.
“Kenapa sih, cewek itu kecentilan banget?!” Entah untuk keberapa kalinya Athalea mengatakan hal tersebut; mengumpati Allan, mencemooh Meyra, dan menyumpah serapahi mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Simple Life
Novela JuvenilIni tentang kisah kehidupan sederhana Athalea Zefanny. Tidak ada kata 'ribet' dalam hidupnya. Hanya kehidupan sederhana. Tapi, ayolah, memang kehidupanmu akan selalu berjalan seperti itu, Athalea? Tidak. Karena faktanya, kehidupan itu rumit. Begitu...