“Panji bego! Balikin minuman gue!”
Teriakan itu menggelegar di ruangan kelas sosial yang sedang menikmati jam kosong mereka. Athalea sedang mencoba mendapatkan kembali minumannya yang tadi berhasil diambil oleh Panji. Tidak ada angin, tidak ada hujan, lelaki itu secara tiba – tiba merebut minuman Athalea yang berada di mejanya ketika perempuan itu sedang ngerumpi manjah bersama teman – temannya di bangku Florin, dan itu membuat Athalea kalang kabut karena—barang yang sudah diambil oleh Panji akan susah direbut kembali.
“Kejar dong, kalo mau ngambil,” ledek Panji yang sekarang berada di depan kelas sementara Athalea kini ngos – ngosan karena lelah mengejar Panji.
“Ji! Balikin!” Athalea menghentak – hentakan kakinya dengan kesal karena Panji masih saja menahan minumannya. Aduh, susu coklat gue!
Athalea kembali mengejar Panji ke depan kelas, otomatis Panji langsung lari menuju ke pintu kelas untuk menghindari Athalea. Belum sempat Panji keluar dari kelas itu, seorang cowok sudah masuk dan menahan badan Panji agar tidak menubruknya.
Athalea yang tahu ada yang menahan Panji, langsung menghampiri lelaki itu dan segera merebut minumannya. Tapi memang Panji mempunyai sifat yang jail, lelaki itu mengangkat minumannya tinggi – tinggi. Cih! Ia sangka Athalea tidak bisa mengambilnya?
Baru saja, Athalea akan mengambil minuman itu, lelaki yang tadi menahan pergerakan Panji, ikut mengambilnya.
“Jangan gitu ke cewek, man,” ujar lelaki itu yang tak lain adalah Allan dan memberikannya pada Athalea. Athalea tidak peduli dengan itu semua, ia langsung mengambil minumannya.
“Ah sialan, lo! Gak jadi deh dapet minuman gratis,” keluh Panji pada Allan. Athalea yang mendengarnya, menjulurkan lidahnya untuk meledek Panji.
Athalea pergi menghampiri teman – temannya yang sedari tadi tidak peduli dengan Athalea yang mengejar Panji, tapi langsung ‘tertarik’ ketika Allan menyelamatkan minuman Athalea.“O-em-ji WAW! Gila tuh si Allan, tancap gas banget!” komentar Florin ketika Athalea sudah meminum susu coklatnya dengan tenang.
“Cieee Atha baper ya?” goda Adera yang dijawab gelengan oleh Atha.
Iya, dia biasa saja.
“Boong banget lo, Tha! Jujur aja napa,” pancing Florin seraya mengetikkan balasan pesan dari pacar—eh, dia belum jadian tapi deket. Namanya Alfarel Nelwando. Cowok basket dengan tinggi yang menurut Athalea—naudzubillah–yang berbeda sekolah dengan Si Istri Sah Charlie Puth itu.
Athalea kembali menggeleng dengan polos. Sekilas ia melirik Allan yang kini sedang membuka buku pelajaran. Allan itu orangnya rajin—iyalah, pas jamkos aja masih dipake belajar segala—dan pandai bergaul, tidak heran jika banyak yang menyukainya. Tapi gue b aja tuh, ucap Athalea dalam hati.
Awas karma, Tha. Athalea mengerutkan dahi. Lah, orang gue gak ngelakuin sesuatu yang ngerugiin dia, cibirnya.
***
“Athalea Zefaanny.”
Perempuan yang merasa namanya dipanggil itu menghela napas untuk kesekian kalinya. Resiko mendapat absen yang berada diatas. Ia mendapat absen keempat setelah Adera, Annisa, dan Angkasa—cowok ter-absurd yang ada di kelas ini, serius deh, kalo lo ketemu sekali aja, lo bakal nganggep dia itu aneh—Athalea ini termasuk anak korban nama yang diawali dengan huruf ‘A’—harus siap jadi awal untuk memulai segalanya.
Athalea melangkahkan kakinya ke depan kelas. Ia menarik napas dalam. Sekarang, ia akan mempresentasikan ‘segalanya’ tentang planet Venus. Iya, pelajaran Geografi. Pelajaran yang paling tidak disukai oleh hampir semua murid di kelasnya membenci pelajaran itu. Bagaimana tidak benci? Bukunya saja sangat tebal, isinya hapalan semua, dan—yang paling tidak disukai adalah—guru yang menerangkannya, sangat amat menyebalkan. Sori, Bu, tapi kebenaran itu emang menyakitkan. Athalea tidak suka.
“Jadi, planet Ve—“
“Athalea, salam dulu,” tegur guru berkaca mata itu tanpa melirik Athalea dan hanya fokus pada laptopnya. Halah, palingan main mahjong.
“Oh iya, Bu. Lupa.” Athalea salah tingkah karena mendapat teguran itu. Ia mengulanginya dengan ucapan salam yang dijawab serempak oleh teman – temannya.
Athalea kembali melanjutkan presentasinya. Dengan kertas karton putih yang sudah ia isi dengan beberapa unsur tentang planet indah itu dan ditempelkan di papan tulis, ia menjelaskannya dengan benar—maksudnya, tidak gugup. Karena setiap presentasi di depan guru yang membosankan itu—aduh, maap ya, Bu—Athalea selalu gugup.
Athalea mencoba untu rileks dan tidak mengacaukan presentasinya yang sebentar lagi usai. Ia menatap ke baris kanan. Oh shit! Salah! Itu tempat Allan dan lelaki itu sedang tersenyum padanya—kok ganteng? Eh?Athalea sedikit menggelengkan kepalanya. Ia mengalihkan pandangannya ke baris tengah. Sialan! Salah lagi, Tha! Panji!—disana, Panji tampak cekikikan dan membuat wajah – wajah konyol yang membuat Athalea tidak kuat untuk menahan tawanya. Ketika kekehan kecil itu keluar, Athalea langsung membungkamkan mulutnya.
Fokus, Tha!Athalea melanjutkan presentasinya. Baru lima detik hingga kertas presentasinya itu jatuh. Ya amplop, ganjen banget nih kertas pakek jatoh segala, rutuk Athalea. Ia kembali menempelkan kertasnya, karena kalau dipegang, kertasnya terlalu besar dan akan mengganggu presentasinya.
Gagal. Si Kertas Ganjen itu masih saja jatuh, mungkin perekatnya sudah tidak benar.
Athalea menghela napas. Ia menanyakan ada yang mempunyai perekat lain atau tidak, Lora—perempuan yang duduk di bangku paling pojok, gadis yang menjadi bulan - bulanan pertanyaan guru itu menawarkan perekat. Wajah Athalea berseri, tapi...“Bu, saya aja yang pegang kertas Athalea.” Suara itu membuat wajah Athalea langsung tertekuk. Si-Allan!
Guru itu mengalihkan pandangannya dari laptopnya. Menatap Allan yang sudah berdiri dari duduknya. “Kenapa, Allan?”
“Kalo pake ditempel lagi, makan waktu, Bu. Nanti murid – murid lain gak kebagian.” Alasan! Teriak Athalea dalam hati. Kalau begini jadinya, bisa dipastikan ia tidak akan bisa fokus.
Athalea hanya bisa pasrah dan sedikit cemberut ketika Allan sudah melangkahkan kakinya. Allan melewati bangku Florin, gadis itu memalingkan wajahnya menatap lelaki itu.
“Dasar tukang modus,” bisiknya ketika Allan melewati bangkunya. Allan hanya terdiam mendengarnya.
“Ayo, Athalea. Lanjutkan presentasinya,” titah guru itu, dan Athalea mengikutinya.
Allan masih setia memegang kertas presentasinya. Ia.. terpaku pada Athalea. Sementara, Athalea sendiri sudah tidak nyaman, ia tahu Allan memerhatikannya. Ia.. gugup, jantungnya bekerja tidak normal, dan ditambah telapak tangannya berkeringat.Athalea mengalihkan pandangan pada Adera. Dan kesialan itu kembali terjadi, Adera menuliskan sesuatu di kertas lebar dan mengangkatnya sehingga Athalea dapat melihatnya dengan jelas.
Athalla unceh unceh... begitu tulisannya ditambah bentuk hati di sekelilingnya. Athalea melotot tajam pada Adera yang dibalas kikikan oleh sahabatnya itu.
“Begitu penjelasan tentang Planet Venus, terimakasih atas perhatiannya,” ucap Athalea seraya mendesah lega karena presentasinya sudah usai. Ia akan mengambil kertas yang dipegang Allan tapi,
“Atha, salamnya mana?” bisik Allan mengingatkannya. Athalea menepuk dahinya, pikun amat sih gue!Athalea mengucapkan salam dan kembali duduk di bangkunya. Allan juga sudah berada di bangkunya namun sekilas, Athalea menyadari lelaki itu tersenyum ke arahnya dengan lembut membuat jantung Athalea yang sudah ‘rehat’ kembali berpacu.
“Cieee secret project Athalla bakal berjalan lancar, nih,” goda Adera yang langsung dibuahi pukulan di bahunya.
Athalea tidak tahu bahwa ‘secret project’ itu memang akan mengubah hidupnya. Entah lancar atau tidak.
***
Update!!!!Semoga makin suka yaaaa💛💛💛💛 enjoy Atha❤
Kritik dan saran aku tunggu..JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA HARUS YANG BANYAKKKKKK YAAAAAA!!! HEHEHE
Love and hug,
Ms. Addict
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Simple Life
Teen FictionIni tentang kisah kehidupan sederhana Athalea Zefanny. Tidak ada kata 'ribet' dalam hidupnya. Hanya kehidupan sederhana. Tapi, ayolah, memang kehidupanmu akan selalu berjalan seperti itu, Athalea? Tidak. Karena faktanya, kehidupan itu rumit. Begitu...