Athalea selalu mengira hidupnya bisa sederhana dan tidak akan membuatnya pusing—maksudnya, walaupun ia menghadapi masalah, masalah itu tidak akan terlalu berat. Jadi, ia bisa mengatasinya dan kembali menjalani hidupnya serhananya. Athalea selalu berharap itu, dan memang selama ini ia bisa menjalaninya. Tapi, mungkin ini saatnya untuk menyadari dan menerima bahwa hidupnya tidak bisa sesederhana dulu lagi.
Athalea merasa bersalah ketika mengatakan hal-hal itu pada Allan kemarin sore. Kini, di minggu pagi yang cerah—yang tidak secerah hatinya—tsahhh~ gue galau!, ia hanya bisa termenung dan kembali mengulang perkataannya pada Allan. Dan, Athalea—untuk pertama kalinya—ia merasa bersalah.
“Atha!” Athalea hampir terkejut ketika ibunya memanggilnya dengan teriakan yang melebihi toa masjid—omygot! Gue anak durhaka banget, sori macan—Athalea meringis dalam hati. Ia keluar dari kamarnya dan menghampiri ibunya yang sedang memasak untuk sarapan.
“Bantuin Mama dong, potongin wortel sama bawang daunnya.” Athalea menelan ludah kasar. Gila! Mening disuruh kerjain soal matematika sama Zeno daripada masak.
“Atha, cepet!”
Athalea menghela napas kasar dan dengan terpaksa, membantu ibunya.
“Tha, kok Mama jarang liat Allan ke sini lagi?” tanya ibunya ketika Athalea memotong wortel-wortel itu.
Athalea yang mendengarnya hanya diam dan fokus—paling tidak berpura-pura fokus pada apa yang dikerjakannya—karena tidak tahu apa yang harus ia katakan pada ibunya,
“Atha!”“Eh copot!” Athalea tidak sengaja mengiris jarinya—ujung jarinya—sehingga menimbulkan luka kecil dan mengeluarkan darah. Arini yang melihat itu membelalakkan matanya dan menyeret Athalea untuk membersihkan tangannya di wastafel.
“Baru pertama kali masak, sih. Pake keiris segala,” omel Arini yang membuat Athalea mengomel.
Semuanya gara-gara Allan!
***
Esok harinya, Athalea hanya bisa terdiam di kelas dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia semakin bersalah dengan Allan. Harusnya, ia tidak mengatakan hal-hal itu pada Allan. Harusnya, ia memikirkan apakah ucapannya menyakiti Allan atau tidak—walaupun Allan laki-laki, tetap saja Athalea harus mempertimbangkannya. Bego! Athalea merutuki kebodohannya.
“Tha, lo kenapa?” tanya Florin yang hari ini duduk dengannya karena Adera sakit. Athalea adalah orang yang tidak bisa menyimpan semuanya sendiri, jadi ia akan menceritakan hal yang sudah dilaluinya pada sahabatnya.
Athalea menatap kelas yang cukup sepi. Semuanya asyik bergosip ria, sebagian pergi ke kantin, sebagian bermain ml—awalnya Athalea heran dengan sebutan ini; antara mobile legend atau making love. Dan, Athalea merasa bahwa ini waktu yang cocok untuk curhat pada Florin.
“Seriusan lo ngomong gitu?!” Florin menjerit tertahan saat Athalea mengatakan hal itu padanya. Perempuan itu hanya bisa memutar bola matanya karea kelakuan Florin—padahal baru saja Athalea mengatakan untuk diam dan tidak bereaksi terlalu berlebihan saat ia menceritakannya.
“Berisik ah, lo! Malas gue jadinya.” Athalea memberenggut tidak suka dan mengalihkan pandangan ke depannya untuk tidak melihat ke arah Florin.
“Eh marah mulu, lo.”
Lagi-lagi, karena Allan!
***
“Jadi semuanya tuh gantung, Flo. Gue gak tau sekarang kita itu apa.” Athalea menusuk siomay di hadapannya dengan kesal, dan memasukkannya ke mulut dengan cepat. Florin yang di hadapannya mengeryit ketakutan karena Athalea yang di hadapannya, sangat bukan seperti Athalea polos yang Florin kenal.
“Yaudah, berarti lo udah putus sama doi.” Florin mengarahkan kepalanya ke belakang Athalea untuk memberi kode pada sahabatnya itu. Athalea pun membalikkan badannya dan melihat salah satu meja kantin yang dipenuhi anak-anak cowok kelasnya dan...Allan ada di sana. Namun, lelaki itu tidak tahu bahwa Athalea memperhatikannya.
“Tapi dia gak bilang apa-apa,” ujar Athalea masih menatap Allan.“Iya, Athalea Zefanny~ itu berarti kalian emang udah bukan siapa-siapa.” Florin menghela napas.
“Gue merasa bersalah banget, Flo.” Athalea kembali menatap siomaynya yang masih tersisa dengan tatapan merana. Lagi-lagi Florin dibuat mengeryit tidak suka.
“Lo mau minta maaf sama dia? Lagian, bukannya lo deket sama Zeno?” Athalea memberenggut tidak suka ketika Florin mengatakan nama Zeno. Entah karena alasan apa lagi. Sudah beberapa hari ini, Athalea tidak bertegur sapa dengan Zeno—lebih tepatnya Athalea berusaha menghindari Zeno sebisanya. Lagipula, Zeno sedang sibuk dengn urusan kelas dua belasnya—apalagi jika bukan soal SNMPTN, SBMPTN, UN, dan semua ujian lainnya.
“Berisik!” Athalea menggerutu yang membuat Florin kaget. Masalahnya, selama satu hari ini, Athalea sangat sensitif dan membuat Florin semakin takut dalam berbicara padanya.
“Sensi lageee~” Florin memutar bola matanya dan tersenyum jahil pada Athalea.
“Allan sih!”
***
Pada jam istirahat kedua, Athalea sedang memakai sunscreen ketika ada salah satu temannya yang mengatakan bahwa seseorang menunggunya di depan kelas. Athalea meratakan sunscreen yang dipakainya sebelum luar kelas. Ia melihat Zeno menungguinya di koridor depan kelasnya. Entah untuk alasan apa, jantung Athalea berdetak cepat. Ia menelan ludahnya kasar sebelum menghampiri Zeno.
“Kak Zeno?” Athalea berdiri di samping Zeno dan ia bisa melihat senyum tipis di wajah kakak kelasnya itu. Buset! Melting gue!
Stop, Tha!
“Kenapa?” tanya Zeno yang menghasilkan kerutan di dahi Athalea. Ia tidak mengerti; kenapa yang ditanyakan Zeno.
“Kenapa apanya?” balas Athalea polos.
Zeno kembali tersenyu tipis. Lagi, membuat Athalea salah tingkah, walaupun sudah ia peringatkan dirinya untuk tidak macam-macam. Urusannya dengan Allan belum selesai, dan ia tidak akan menambah-nambah masalahnya.
“Kamu...jauh?”
“Hah?!” Athalea tidak bisa menahan sikapnya, dan tidak bisa—setidaknya berusaha untuk jaim di hadapan Zeno.
“Deket, Kak. Jauh darimananya?” Athalea menatap jaraknya dan Zeno yang sangat dekat.
Zeno meringis kecil dan tetap menatap Athalea tanpa mengatakan apapun. Duh, jantung gue ini~ kasian amat!
“Oh...” Athalea mengangguk mengerti. ‘Jauh’ yang dimaksud Zeno adalah dirinya yang menjaga jarak beberapa hari ini dengannya. Peka amat, Zen! Athalea tersenyum, lalu menggeleng.
“Enggak kok—” Athalea mengedarkan pandangannya dan tidak sengaja melihat Allan yang memperhatikan mereka. Athalea merasa kelu. Entah untuk alasan apa ia merasa bersalah ketika Allan melihat ia dan Zeno.
“Enggak. Aku ke kelas dulu, ya Kak.”
Athalea tidak memperhatikan Zeno yang akan membalas perkataannya. Athalea langsung meninggalkan Zeno begitu saja dan kembali ke kelasnya. Ia berpura-pura seakan ia tidak berbicang dengan Zeno, dan berpura-pura bahwa tadi tatapannya tidak bertubrukan dengan tatapan Allan.
Athalea kembali ke tempat duduknya dimana ada Florin dan teman-teman perempuannya. Ia bersikap seolah dia biasa-biasa saja. Ketika ia sedang berbincang dengan temannya, Allan menghampirinya dan berbisik, “Pacar baru?”
Athalea berbalik dan menatap Allan dengan tatapan kesal, begitu juga dengan Allan.
Semuanya gara-gara Allan!
***
TBC#bentarlagitamat
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Simple Life
Novela JuvenilIni tentang kisah kehidupan sederhana Athalea Zefanny. Tidak ada kata 'ribet' dalam hidupnya. Hanya kehidupan sederhana. Tapi, ayolah, memang kehidupanmu akan selalu berjalan seperti itu, Athalea? Tidak. Karena faktanya, kehidupan itu rumit. Begitu...