DUA PULUH SEMBILAN

62 12 0
                                    

BAB 29
[Siapapun, Tolong]

"Nongnong-ge, Quanzhe-ge, Zhenghao-ge, silakan pulang, oke. Aku bisa pulang sendiri, kok."

Semenjak bel pulang yang dibunyikan beberapa menit yang lalu, Justin, Linong, Quanzhe, dan Zhenghao masih ribut di area sekolah dengan Justin yang mendorong-dorong ketiga lelaki yang lebih tua.

Quanzhe menggeleng menanggapi ucapan Justin. "Tidak. Kita akan pulang bersama dan bermain di rumah Haohao. Mari." Quanzhe mengucapkan kalimat tersebut dengan lancar tanpa beban seraya menarik tangan Justin supaya ikut berjalan bersamanya.

Sedangkan Zhenghao yang namanya disebut dan rumahnya menjadi pelarian lagi, hanya bisa pasrah sambil mengiyakan ucapan teman sekelasnya itu.

Linong merangkul Justin dan menarik paksa anak itu untuk ikut dengannya. "Ayo ke rumah Haohao."

Dia benar-benar khawatir ada yang akan terjadi hari ini.

Justin cemberut. Memperhatikan ketiga laki-laki yang umurnya tidak berbeda jauh dengannya. Lalu ia berhenti tiba-tiba, yang membuat ia sedikit tertarik di bagian leher.

"Kenapa?" tanya Linong dengan pandangan bertanya pada Justin.

Justin melirik ke arah lain. Menggaruk tengkuk. "A-ada barang milikku yang tertinggal di kelas," jawabnya sambil menunjuk ke belakang.

Linong mengangguk. "Ya sudah, kita tunggu di sini."

"Ya," balas Zhenghao dan Quanzhe bersamaan sambil mengangguk.

Sedangkan Justin menggeleng. "Aku nanti menyusul. Kalian duluan saja. Jangan tunggu aku!" teriak Justin kemudian berbalik dan berlari ke arah kelasnya.

Linong masih diam di tempatnya, tidak ingin meninggalkan Justin sendirian di sekolah yang sudah sepi.

"Ge, mau ke rumahku duluan? Tadi Justin nyuruhnya begitu...," ucap Zhenghao yang membuat Linong yang tadinya melamun di tempat jadi melihat ke arahnya.

Linong melihat ke arah tempat terakhir ia melihat Justin lagi. Sampai saat ini Justin belum terlihat, lalu ia mengangguk. "Ya sudah, kita duluan. Justin bilang akan menyusul, kan."

Semoga tidak ada yang terjadi.

***

Justin mengambil buku gambarnya di laci meja dan setelah itu berjalan ke luar kelas, menuju tempatnya yang tadi.

Sudah tidak ada Linong, Quanzhe, serta Zhenghao. Hal itu membuat Justin tersenyum dan berlari kecil ke tempat Miaoyin.

Miaoyin sedang melambai padanya.

"Hai." Justin menyapa dan ia benar-benar tersenyum. Tidak tau kenapa.

Miaoyin juga tersenyum. "Kau kenapa tidak ikut teman-temanmu dan malah ke sini?" tanyanya.

Justin menggeleng. "Aku ingin ke sini. Mungkin nanti aku menyusul mereka."

Justin duduk, seperti biasa bersila di atas lantai tanpa alas yang lain.

"Justin," panggil Miaoyin yang membuat Justin melihat ke arahnya. Kemudian ia melanjutkan, "Apa kau tidak bosan berteman denganku yang pada kenyataannya, bukan lagi manusia seperti teman-temanmu yang lain? Kau pasti bosa karena kau tidak bisa bercanda dengan memukul pelan bahu lawan bicaramu atau merangkul seperti yang kau lakukan pada temanmu yang lain, bukan?"

Justin hanya diam dan melihat Miaoyin dengan seksama.

Kalau Miaoyin manusia, mungkin pipimya sudah memerah.

"Memangnya, semua orang yang berteman harus sesama manusia? Tidak juga," Justin terdiam sebentar, "selama aku bisa melihat dan mengobrol bersamamu, itu tidak masalah buatku—walaupun terkadang, ya, aku memikirkan apakah aku bisa menyentuhmu seperti teman-temanku yang lain. Tapi aku sungguhan berteman denganmu itu seru, tau."

Miaoyin masih menatap Justin dengan pemikirannya tentang apa yang Justin ucapkan.

"…terkadang aku suka berharap bagaimana kalau kau masih menjadi manusia, omong-omong." Tiba-tiba Justin berbicara setelah beberapa lama mereka dilanda keheningan. "Tapi aku berpikir lagi, kalau kau masih menjadi manusia, mungkin kita tidak akan saling mengenal seperti ini."

Justin menyengir dan menggaruk tengkuknya

"Justin," panggil Miaoyin lagi. "Terima kasih," ucapnya sambil tersenyum.

Sedangkan Justin mengangguk dan menyandarkan dirinya pada dinding di belakang, menutup mata dan menikmati semilir angin yang menerpa wajah.

"Justin."

Membuka mata, Justin mendapati langin yang sudah berubah warna menjadi oranye dan sedikit menurunkan pandangan untuk melihat siapa yang memanggil.

Ia kira, Miaoyin yang memanggil. Ternyata bukan.

Ada Moon. Sedang tersenyum ke arahnya, dan dua siswi yang sering disebut pembantunya. Justin membulatkan matanya, terkejut.

Bukan, bukan karena Moon.

Tapi laki-laki di belakang Moon.

Itu Fan Chengcheng.

"Terkejut, Huang?"[]

a.n
apa yang akan terjadi?😲 aneh nggak?
btw, ini chapter 29 di tanggal 29😄

2018 August 29

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang