ter-jomblo

11.9K 1.4K 228
                                    

"Heh, monkey! Uang khas?!"

Anjir.

"Pantat gue aja belum nemplok di kursi. Ntar dulu kek," jawab gue lalu duduk di kursi. Tangan gue sibuk menggeledah laci, mencari buku yang sedikit buluk untuk dijadikan kipas. Sayangnya, semua buku gue nggak ada yang nggak buluk.

"Cepetan!" Si Abon Kingkong a.k.a bendahara kelas a.k.a Naya merebut buku di tangan gue dan menghempaskannya ke meja. Gue kesal. Ditambah pelolotan matanya yang bikin gue tambah bete.

Memang ya, pilihan teman-teman kelas gue- untuk menjadikan kingkong ini sebagai bendahara kelas-nggak salah. Dengan tubuh bongsor, mata melotot, dan tanda seru di setiap akhir kalimat, membuat orang nggak bisa menolak setiap ditagihi uang kas. Siapa sih yang mau ngelawan? Apalagi orang yang kurus kayak gue. Bisa-bisa dijadiin rempeyek kali.

Tapi selalu ada pengecualian. Maksud gue, hanya ada satu orang yang bisa meluluhkan kingkong tersebut, membuatnya jinak. Dan orang itu jelas bukan gue.

"Nih! Sabar dulu kek. Lagian pasti gue bayar kok. Kapan sih emangnya gue ngutang?!"

"Iyalah lo nggak pernah ngutang. Lo kan nggak punya susu!"

Biadab.

"Udah sana lo! Sumpek gue liat lo."

"Dia kata gue nggak sumpek liat dia kali ya!"

Ah, monolog lo kurang kenceng, kong.

Bendahara pergi dari tempat gue dengan wajah yang nyolot banget, menghampiri teman-teman gue yang lain.

"Morning, bakwan!"

Seorang cowok masuk dengan sapaan selamat paginya.

"Eh, Joni. Hari ini lo mau bayar uang kas nggak? Eh, kalau lo nggak mau nggak papa kok. Atau mau gue bayarin? Hehe." Si kingkong mengedip-ngedipkan matanya dengan tangan yang dikatupkan di dada.

Yup. Cowok yang menjadi pengecualian yang udah gue sebutin di atas tadi, yang bisa menaklukan seekor kingkong buas hingga menjadi jinak dan klepek-klepek seperti ini, adalah Joni a.k.a sohib gue. Dan gue bangga atas itu.

Suatu pencapaian yang luar biasa bagi keselamatan dunia perhutangan.

"Eh king- Naya. Pagi Naya." Joni tersenyum, membuat gue bergidik. "Emangnya hutang abang udah berapa sih?"

"Masih sedikit kok abang."

Idih, kelihatan bohongnya sih ini. Sejak kapan juga Joni bayar uang khas? Dari awal sekolah sampai sekarang nggak pernah gue liat sekalipun Joni mengeluarkan sepeserpun uangnya untuk khas.

"Ah masa?"

"He'em abaang. Uncch."

"Ciyuus?"

"Enelaan."

Oh tuhan! Percakapan mereka membuat gue ingin muntah.

📖📖📖

Kantin di jam istirahat rame dan berisik seperti biasa. Dan seperti biasa juga kelas gue selalu terlambat keluar jika sedang berhubungan dengan Pak Antono, guru matematika gue. Ujung-ujungnya gue kehabisan makanan-makanan lezat, karena sudah diburu oleh manusia-manusia kelaparan sebelumnya.

Gue merasakan lengan gue dicolek beberapa kali oleh seseorang. Gue menoleh, mendapati Bang Diksa yang sedang menyengir.

"Udah dapet meja?"

Gue menggeleng. "Belum."

"Yaudah. Ajak Joni gabung sama teman-teman gue sana." Ia menunjuk meja yang kursinya diduduki oleh beberapa senior.

Boys' Day OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang