ter-luka

7.4K 979 300
                                    

Atha mematut dirinya di cermin wastafel. Merapikan rambutnya yang padahal tidak terkena badai sedikitpun. Setelah bosan melihat pantulan wajahnya di cermin, ia keluar dari toilet, merasa sudah sedikit lama meninggalkan Galaksi.

Tapi sesuatu berwarna pink yang berjalan menarik perhatiannya. Cafe ini tidak terlalu besar. Harusnya tidak mungkin Atha tidak berpapasan dengan orang tersebut sedari tadi.

Ia baru akan menghampiri pasangan tersebut namun mengurungkan niatnya. Ia memilih untuk menghindari pasangan tersebut. Untungnya meja yang ia pilih cukup jauh dari mereka.

Ini bisa gue urus nanti.

Atha memilih untuk berpura-pura untuk tidak menyadari pasangan tersebut. Tapi ia tidak bisa berpura-pura saat ia bahkan mengenal gadis dengan style pink itu dengan sangat baik. Sialan.

***

Galaksi dan Atha duduk berhadapan di salah satu warung ketoprak tidak jauh dari rumah Galaksi.

Seniornya itu langsung menyeretnya setelah evaluasi dari coach dan pamit kepada teman-temannya dengan alasan cacing di perut gue udah liga champion. Setelah bertanya Galaksi ingin makan apa, Atha langsung memacu motornya ke tempat tujuan.

"Lo emang nggak jalan sama teman setim lo?" tanya Galaksi setelah menyuap suapan pertamanya.

"Jalan? Ngapain?"

"Ya ngapain kek gitu. Kan tim lo menang."

"Enggaklah. Udah biasa kali. Lagian sparing doang."

Galaksi mencibir. Ada benarnya juga sih. Sekolah mereka memang termasuk salah satu sekolah yang memiliki tim basket putra yang patut disegani di penjuru kota.

"Yang ngegantiin Bang Gio abis ini siapa?"

"Belum tau. Coach masih belum bocorin siapa aja calonnya. Yang jelas, feeling gue, gue masuk sih."

Atha terkekeh. Ekspresi kesal di wajah Galaksi adalah hal yang ditunggunya sedari tadi. Padahal ia tidak mengucapkan hal-hal yang menyudutkan atau merugikan adik kelasnya itu. Tapi entahlah, pemuda itu mudah sekali kesal dengan kalimat-kalimatnya.

"Pede banget ya lo."

Tapi dalam hati, Galaksi membenarkan ucapan seniornya itu. Jika dilihat selama pertandingan tadi, jelas saja Galaksi tau bahwa skill Atha bisa dibilang awesome. Cowok itu begitu mencolok dengan teknik zig-zagnya yang begitu lincah.

Memang ini bukan yang pertama kalinya Galaksi menyaksikan pertandingan basket sekolahnya. Tapi ini yang pertama kalinya ia mefokuskan pandangannya kepada pemuda itu selama ia di lapangan.

Apalagi seolah-olah point yang beberapa kali dicetak pemuda itu memang ditujukan untuknya. Ah, maksudnya untuk pamer. Namun yang tetap membekas di ingatan Galaksi adalah senyum pemuda itu yang diarahkan kepadanya setelah berhasil mencetak point.

Tolong, jangan tanya bagaimana perasaan Galaksi saat itu.

***

Atha baru saja turun dari motornya untuk membuka pagar rumahnya ketika ia melihat Diksa yang berdiri di depan pagar. Pemuda itu bersidekap. Dari yang Atha tau, ini bukan hal yang baik. Terlebih tatapan pemuda itu yang menatapnya dengan dingin.

"Kenapa lo nggak-"

Diksa menariknya ke tempat sepi.

Buk!

Sebuah pukulan melayang ke rahang Atha. Pukulan sahabatnya ini nggak main-main. Ia meludahkan darah dari mulutnya akibat bibirnya yang tergigit oleh giginya sendiri.

Boys' Day OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang