Sana berlarian di lorong-lorong kampusnya dengan hanya mengandalkan lampu yang berasal dari handphonenya untuk mengejar seorang Dahyun.
Tapi karena tidak bisa mengejarnya, dia akhirnya berhenti berlari dan diam beberapa saat untuk menormalkan nafasnya
"aaaa.." Sana berteriak kencang saat merasakan bahunya di pegang oleh seseorang. Entahlah itu orang atau bukan! Yang jelas, hal itu sangat menakutkan.
"apa yang unnie lakukan disini?" itu suara Dahyun. Mendengar itu sontak membuat Sana langsung memeluk tubuh Dahyun erat. Nafasnya masih memburu.
Dahyun hanya diam dia juga tidak membalas pelukan Sana. Entah apa yang dipikirkan gadis berkulit putih itu.
"kau..kenapa masih disini?" suara Sana terdengar jelas di telinga Dahyun karena memang Sana masih enggan melepaskan pelukannya.
"aku dari kamar mandi. Lagipula kenapa lari-lari seperti tadi? Unnie bisa terluka" ucap Dahyun lembut sambil mengelus pelan kepala Sana dengan salah satu tangannya.
Jantung Sana berdegup kencang karena sentuhan Dahyun hingga membuatnya melepaskan pelukannya. Dia tidak ingin Dahyun merasakan detak jantungnya ini.
"aku mengejarmu! Kau kira aku tega membiarkanmu pulang sendiri?!"
"aku sudah bilangkan akan pergi kesuatu tempat dulu" suara Dahyun mulai berubah ."Biar kuantar unnie keparkiran" sambungnya sambil menarik tangan Sana.
"masuklah ke mobil lalu pulang. Kalau mama tanya aku kemana, bilang saja aku pergi ke tempat biasa" ucap Dahyun
"aku akan mengantarmu. Naiklah!"
Dahyun menggeleng. "Tidak!" tolaknya
Sana tertunduk lesu. "kau memang masih marah padaku!" ucap Sana lalu masuk ke mobilnya
Dengan cekatan Dahyun membuka kembali pintu mobil Sana sebelum gadis itu menguncinya. Dahyun menunduk, mensejajarkan tingginya dengan Sana yang sudah duduk di kursi kemudi. "aku sudah katakan kan, kalau aku tidak marah pada unnie! Jadi pulanglah!" ucap Dahyun. "aku hanya tidak ingin mencampuri urusan unnie lagi. Bukan berarti aku marah. Jadi pulanglah dan segera istirahat. Aku pergi!" sambung Dahyun lalu menutup kembali pintu mobil Sana.
Sana hanya mematung mendengar segala ucapan Dahyun dan hanya terdiam memandangi punggung Dahyun yang semakin menjauh dari mobilnya. Hingga deringan telponenya menyadarkannya.
"sial! Apa maunya sih?!" kesal Sana saat membaca pesan yang masuk ke handphonenya
."eoh kau sudah pulang sayang?"
Mama tirinya itu menyambutnya.Sana menggangguk dengan senyuman yang dipaksakan
"lalu di mana Dahyun? Mama pikir tadi dia pergi menemuimu"
"dia memang menemuiku tadi. Tapi katanya dia pergi ke suatu tempat yang biasa dia datangi sebelum pulang!" ujar Sana.
Mamanya hanya berohria saja, dia tidak terlihat khwatir dengan anak gadisnya yang belum pulang padahal bulan sudah memancarkan sinarnya.
Duarr..
Suara petir tiba-tiba saja terdengar. Sana yang kaget langsung terduduk di tempatnya sambil menutup kedua telinganya.Sang ibunda datang menghampirinya lalu memeluk tubuh Sana yang bergetar karena ketakutan. "mama antar ke kamar ya Sayang, Ayo" ucap wanita paruh baya itu yang memang sudah tahu ketakutan gadis itu akan petir.
Sudah stengah jam Sana bermain dengan handphonenya, dan selama itu juga headset merah miliknya bertengger di telinganya untuk menghalau suara petir yang menakutkan.