Chapter 1 - My Name Is Pierre

899 35 0
                                    

"Pierre, belum mau masuk kelas? Habis ini ada kelas gabungan fisika lho!"

"Yaudah deh. Yuk masuk bareng."

          Namaku Pierre Gaiamond. Sekarang, aku berusia 15 tahun. 2 tahun lagi, aku baru akan lulus dari Sparkling Star Academy. Aku mengambil jurusan sihir sekarang. Temanku tadi itu, namanya Serena. Aku lebih sering memanggilnya Sera. Dia tetanggaku, sekaligus teman baikku sejak kecil. Rasanya itu kita berdua banyak kemiripan.

          Karena mengambil jurusan sihir, pelajaranku jadi terfokus pada sihir. Tapi, aku tetap belajar senjata sedikit. Serena juga mengambil jurusan sihir.

"Anak-anak, selamat datang kembali di kelas fisika. Sekarang, cepet buka buku kalian halaman 78. Serena, bacakan untuk satu kelas." Kata Mrs. Ella, guru fisikaku.

          Aku suka pelajaran fisika. Mrs. Ella juga baik, bisa ditanyain kapanpun. Beliau itu gak mau banget buang-buang waktu. Makanya tadi dia langsung suruh Serena baca buku fisikanya. Kalau Serena ngomong itu, lembut banget. Dia itu jarang banget marah. Di kelas, aku ranking 2, dia ranking 3. Kita ada persaingan sih, tapi persaingan sehat. Dia paling suka pelajaran farmasi.

          Jam fisika ada 3 jam, setelah itu sekolah selesai. Aku biasanya jalan kaki bersama Serena. Rumahku termasuk wilayah Kerajaan Tanah. Di Kerajaan Tanah, semua orang, termasuk hewan mempunyai kemampuan sihir tanah alami. Kerajaan Tanah juga mempunyai tanah yang subur untuk bercocok tanam. Jadi, Kerajaan Tanah termasuk dalam kerajaan agraris.

"Sera! Pulang bareng yuk!" Kataku sambil berlari ke arah Serena.

"Heh, Pierre, setiap hari kita juga pasti pulang bareng kali." Jawab Serena sambil tersenyum.

"Iya sih. Eh, nanti pulang kamu mau ngapain?" Kataku.

"Ya, seperti biasa lah. Aku harus ngurusin hewan ternah, trus ngurusin kebun. Kalau kamu?" Kata Serena.

"Em..... aku juga sama kayak kamu sih. Eh, nanti sore bisa gak?" Kataku.

"Bisa dong. Yaudah, sampai ketemu nanti sore ya!" Kata Serena sambil berlari ke rumahnya.

          Ya, kami memang sama-sama peternak sekaligus petani. Biasanya, siang hari kami sibuk mengurus tanaman dan hewan ternak kami. Kalau belajar, kami lakukan saat malam hari. Kalau yang sore yang tadi aku bicarakan dengan Serena, itu tentang saat istirahat kami. Biasanya kami mengobrol tentang pelajaran, masalah, banyak deh. Tapi kalau ada ulangan biasanya kami gak ketemuan.

          Akhirnya aku sampai di rumahku. Rumahku tidak mewah. Rumahku kecil, atapnya hanya dari lapisan seng, dan dindingnya tidak dapat menjaga kami dari angin dan cuaca dingin. Di dalamnya, hanya ada ruang tamu kecil, dapur kecil, dan sebuah kamar tidur yang berisi 2 tempat tidur. Kalau kamar mandi, letaknya di belakang dapur.

"Mama! Aku pulang!" Teriakku dari pintu rumah.

"Pierre! Ayo! Kamu, mau makan gak? Mama, uda masak sedikit nih." Kata mama dengan perlahan-lahan.

"Gak usah, ma. Nanti sekalian makan malem aja ma." Kataku sambil berjalan ke arah perkebunan kami di belakang rumah.

           Sejak dahulu, ibu memang mempunyai kondisi fisik yang lemah. Kata dokter di tempat kami, dia sangat mudah lelah. Dia juga selalu minum ramuan obat dari dokter tersebut. Tapi, sejak dulu dia selalu bilang padaku kalau dia masih kuat. Aku kasihan padanya. Dia juga begitu menyayangiku. Apalagi kami hanya di rumah berdua. Aku tidak pernah melihat ayahku. Kata ibu, beliau sudah tidak ada. Saat kutanya kenapa, dia tidak pernah menjawabnya.

           Di kebun kami, kami menanam sayur yang sebagian akan kami masak dan sisanya kami jual. Kalau hewan ternak, kami ambil hasilnya dan semuanya dijual ke pasar. Kecuali wol yang akan dibuat ibu menjadi baju, kain, selimut. Walaupun kondisi ibu lemah, dia masih bisa merajut untuk mendapatkan uang.

The Legend of the JewelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang