"Pierre, nanti sore kita pergi lagi ya!" Kata Serena saat kami sedang berjalan pulang dari sekolah.
"Oh iya, pasti." Jawabku dengan tersenyum semangat.
Sore ini akan menjadi hari keduaku bekerja. Tapi, siang ini ibu punya rencana untuk membersihkan rumah kami. Berhubung kondisi tubuh ibu sudah sedikit membaik, beliau ingin merapikannya. Tapi, aku tetap harus membantunya. Setidaknya aku punya cukup waktu untuk membantu ibu sebelum pergi bekerja ke istana.
Saat aku sampai di depan rumah, banyak barang-barang yang diletakan di teras. Pasti ibu sudah mulai kegiatan bersih-bersihnya. Aku langsung masuk ke dalam dan mendapati ibu sedang mengelap meja-meja yang ada.
"Ma, aku pulang!" Kataku sambil mengambil sebuah kain lap untuk membantu ibu.
"Eh, Pierre, yang itu mama aja yang kerjain. Kamu bantu mama lap semua isi laci di kamar aja ya." Kata ibu sambil masih mengelap meja.
"Baik, ma." Jawabku.
Sambil membawa kain lap aku masuk ke kamar. Soal laciku, tidak terlalu banyak isinya. Aku bahkan jarang membukanya. Kalau ibu, sepertinya dia juga sangat jarang membuka isinya. Yang pasti, banyak surat-surat penting di dalamnya.
Aku mulai dengan laciku. Ya, aku hanya menyimpan sebuah fotoku dengan Serena saat masih 3 tahun. Hehe, kami terlihat sangat lucu di sana. Ada juga fotoku berdua dengan ibu. Di foto itu, aku masih terlihat seperti anak bayi. Ibu memangkuku di teras rumah kami. Kedua foto itu memang membawa kenangan. Sepertinya aku malah melihat foto daripada membersihkan laciku, hehehe.
Setelah selesai, aku berpindah ke laci ibu. Laci ini terdiri dari dua bagian. Aku membuka bagian atas yang berukuran kecil. Ternyata, di dalamnya ada sebuah kotak merah dari beludru yang sangat cantik. Karena penasaran, aku membukanya. Saat melihat isinya, aku terkejut! Ternyata selama ini ibu menyimpan sebuah cincin amethyst yang sangat indah. Dilihat dari ukirannya harusnya cincin ini sangat mahal dan tidak dibuat untuk main-main. Tapi, untuk apa ibu punya cincin ini?
Pierre's PoV ends
○●○●
Joanne's PoV
Hari ini aku membersihkan rumah. Setelah sekian lama aku tidak bebas bergerak karena penyakitku, akhirnya hari ini aku merasa cukup baik untuk mulai melakukan aktivitas ini. Kalau Pierre, aku tidak ingin merepotkannya. Aku hanya menyuruhnya untuk membersihkan laci di kamar. Dia sudah banyak berjuang untuk keluarga kami.
Tunggu dulu, aku meninggalkan Pierre untuk membersihkan laci di kamar - termasuk laciku? Oh, aku menyimpan sesuatu yang berharga, sekaligus kurahasiakan dari Pierre di sana. Lebih baik sekarang aku melihat keadaannya.
Terlambat. Sekarang Pierre sedang memperhatikan cincin berharga milikku. Jangan sampai dia bertanya-tanya tentang cincin itu. Aku memang tidak pernah menyinggung apalagi menceritakannya pada Pierre tentang cincin tersebut.
"Ma, mama dapet cincin ini dari mana? Kelihatan mahal." Kata Pierre. Aku hanya mematung di sana.
"Eng.....itu gak penting Pierre." Jawabku singkat karena tegang.
"Ini keren, detailnya bagus. Pasti dibuat pake hati. Ini cincin pernikahan mama?" Tanya Pierre. Bagaimana ia bisa tahu.
"Iya, itu dulu. Pierre, bantu mama masukkin barang-barang di depan ya? Kataku untuk membuatnya mengabaikan cincin itu.
"Iya ma." Kata Pierre sambil berjalan keluar.
Saat Pierre sudah keluar, aku segera merapikan cincin tersebut dan mengelap laciku sendiri. Pierre memang anak yang penurut. Tetapi, sebenarnya aku tidak tega membohongi dia. Tapi, mau bagaimana lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of the Jewel
FantasyNamaku Pierre. Aku bukanlah seorang bangsawan ataupun pangeran. Aku hanya seorang rakyat biasa yang bekerja mengurus peternakan kecil di rumahku. Aku tinggal bersama ibuku. Aku tidak pernah bertemu ayahku. Menurut cerita ibu, beliau sudah tiada. Aku...