Gaharu

497 95 17
                                        

Aku benci harus melewati jalan ini. Bukan karena rute yang harus kutempuh menuju rumah menjadi lebih jauh. Lagipula waktu yang kuhabiskan untuk sekali perjalanan melalui jalan tol ini sama dengan terjebak macet di jalan biasanya.

 Lagipula waktu yang kuhabiskan untuk sekali perjalanan melalui jalan tol ini sama dengan terjebak macet di jalan biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alasannya adalah, perempuan yang sedang duduk di sampingku ini.

Sepanjang jalan dia membuka kaca jendela di dekatnya dan membiarkan rambutnya yang tidak diikat terhempas angin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang jalan dia membuka kaca jendela di dekatnya dan membiarkan rambutnya yang tidak diikat terhempas angin. Dia suka melihat lampu-lampu rumah dan kendaraan di sepanjang lembah di pinggir jalan tol.

Semuanya terlihat kecil, memang, tapi kalau katanya, melihat sekumpulan cahaya kecil berusaha melawan gelap yang mahaluas itu membuat damai.

"Tempatmu sudah lewat. Seharusnya kau sudah turun sedari tadi," kataku sembari terus berkonsentrasi menyetir.

Dia tertawa, "Kok jadi dingin sekali sih."

"Sudah malam," jawabku singkat.

Dia menengok menatapku, "Maksudku sikapmu."

Dia beralih memandang foto yang kupajang di dasbor mobilku. Fotoku bersama istri dan anak perempuanku, Gaharu.

"Aku yang terlebih dulu ingin menamai anak perempuanku, Gaharu. Dasar kau pencuri ide orang lain."

Aku tidak menjawab.

Dia pun kembali berbicara, "Rupanya banyak sekali hal yang terjadi setelah aku pergi."

"Kau tidak berharap aku akan terus-terusan menyesali kepergianmu hingga aku depresi dan mengakhiri hidupku, kan? Maaf, aku tahu ini menyakitkan. Tapi aku harus tetap melanjutkan hidup, dengan atau tidak adanya dirimu," Aku mengatakan hal itu dengan penuh kepuasan, seolah segalanya akan benar-benar berakhir saat itu juga, kepedihan ini.

Namun ternyata tak semudah itu dan aku menyesal melihatnya kini diam-diam menitikkan air mata.

Butuh waktu lama baginya untuk merespon, sementara jalan keluar tol sudah semakin dekat dan akhirnya dia membuka suara, "Aku tahu. Maafkan aku. Hanya saja, aku merasa ini sedikit tidak adil bagiku. Setelah aku meninggalkanmu dua belas tahun yang lalu, kau dapat mencari seorang penggantiku dan kembali memulai hidup bahagia. ...

Lalu bagaimana denganku? Setelah aku meninggalkanmu, setiap hari selama dua belas tahun aku tetap di sana, di bawah pohon Gaharu yang aku sukai, sendirian dan ketakutan. Bersama luka-luka menganga di hati dan sekujur tubuhku yang tak kutahu bagaimana harus menyembuhkannya."

Kemudian dia menghilang.

Kemudian dia menghilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Credit pict:
1. IG @karolgustavv
2. IG @niravphotography
3. IG @briscoepark

Random Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang