Kampung Horor
Part 9
Penulis : Nadiena Zaujatu Suhandi
"Kesambet gimana maksudnya, Mas Agus?" Mas Mul setengah berteriak hampir taK mempercayai apa yang didengarnya dari mulut mas Agus.
"Mbah Darmin, pingsan di pinggir sungai, sekarang sudah di rumahnya, panas dingin, ndak bisa ngomonng jelas," terang mas Agus.
Aku ikut merinding membayang kejadian yang menimpa Mbah Darmin. Berarti apa yang kulihat benar adanya, bukan khayalanku seperti yang dituduhkan mas Mul.
"Bagaimana Mbah Darmin bisa cerit kalau ada hantu di atas loteng rumah itu?" Rasa penasaranku mengalahkan rasa sungkan karena turut campur dalam perbincangan antar lelaki tersebut.
"Mbah Darmin itu ke kali bareng si Sardi, mereka berdua ini saksi mata yang melihat,"Agus menjelaskan.
Tiba-tiba dari luar muncul mbak Tinul, kelihatannya menyusul mas Agus, suaminya. Biarpun terlihat belum mandi tapi bibirnya sudah di poles gincu merah muda terang, kontras dengan warna kulitnya yang gelap tapi mengkilap.
" Kok nyusul tho Bu," Gerutu mas Agus.
"Pengen tahu gimana keadaan Mbah Darmin, sudah bangun dari pingsannya atau belum, kalo ndak bangun-bangun harus dibawa kerumah sakit, memangnya kenapa tho kok bisa pingsan?" Tanya mbak Tinul penasaran.
"Ya sana ke tempat mbah Darmin, malah ikutan ke sini, aku kan laporan saja sama mas Mul, sebagai ketua oRT." Nada suara mas Agus terdengar sangat sebal mendengar istrinya datang-datang langsung nimbrung pembicaraan lelaki. Mas Agus merasa malu.
"Pak'e ini gimana tho, aku kan nyusul sampeyan, tadi di rumah katanya buru-buru mau laporan, ya tak susul ke sini, selak mati penasaran," kini gantian mbak Tinul yang menggerutu.
"Sejak rumah itu di huni, setannya jadi mubal- mabul ke mana-mana, mungkin kepanasan, mbak Dina itu kalau bersih-bersih sering istigfar, Astagfirullaah, gitu," Mbak Tinul memberikan analisis.
"Ya, ndak seperti kamu, kalau harga sayur naik baru jadi sholehah, banyak istigfar," sahut mas Agus masih dengan nada sebal.
"Lho ini kok malah bertengkar disini," Mas Mul segera melerai suami istri ini "Aku nanti ke rumah mbah Darmin, habis subuhan, itu adzan juga sudah selesai dari tadi"
"Itu adzannya harusnya suaranya agak keras, biar setannya pada lari,"
"Lhah kamu ini, adzan keras dikit aja sudah muring-muring apalagi dikerasin," Sahut suaminya. Mbak Tinul cuma menceb, dicubitnya pinggang suami dengan rasa mangkel tak terkira. Mulut Mas Agus menganga tanpa suara. Dia mengelus-elus pinggangnya, cubitan mbak Tinul rupanya dengan penuh tenaga.
"Ya sudah mas Mul, aku ke masjid dulu." Mas Agus sambil berpamitan, dia keluar di ikuti sang istri yang masih terus nyerocos.
----- $$$$$ -----
"Bune aku mau ke rumah mbah Darmin dulu ya, sepertinya rumah depan juga kosong, mungkin mas Andi sekeluarga juga baru nanti sore pulangnya." Aku mengangguk.
Tiba-tiba mbak Tinul sudah muncul lagi di teras depan. Penampilannya sudah berbeda dasternya sudah berganti seragam pabrik tempat dia bekerja. semoga dia tidak lupa mandi dan gosok gigi. Terkadang saking bersemangatnya MbakbTinul bercerita disertai dengan gerimis ludah.
"Mbak Erna, bilang sama mas Mul itu, rumah depan itu harus ada slup-slupannya, biar tentrem yang tinggal disana," Sarannya, aku mengangguk saja.
"Kebetulan Aku kenal orang pinter yang bisa bikin hantu pada jinak, ndak ganggu manusia lagi," terusnya, sekali lagi aku mengangguk saja.
"Mbak Erna ini lho diajak ngobrol cuma ngonggak ngangguk," protesnya. Mbak Tinul menceb memasang muka masam. Dia memang suka cawe-cawe urusan orang. tapi dibalik sikapnya yang sering menyebalkan, Mbak Tinul terkenal ringan tangan, suka membantu tetangga bisa sedang kerepotan.
"Lha mbak Tinul juga ngomong terus tanpa jeda dari tadi, aku kudu jawab apa coba," aku tersenyum melihat kotoran disudut matanya. sepertinya betul dugaanku kalau dia belum mandi.
"Yowes, itu aja kok pesenku," jawabnya langsung ngeloyor tanpa pamit, huh, seperti jailangkung saja. datang tak diundang pergi tanpa pamit. Mbak Tinul, Mbak Tinul.
------ $$$$$ -----
"Piye mbah Darmin pakne?" Tanyaku menyambut kepulangan mas Mul dari menjenguk Mbah Darmin
.
"Sudah mendingan, cuma nggreges, panas dingin, mungkin karena kaget." suamiku melepas kopyah hitamnya, lalu ditaruh meja.
"Pakne, aku mau cerita, sebenarnya aku juga melihat ada yang aneh dirumah itu," aku menggamit lengan suamiku. Kami duduk di kursi rotan panjang.
"Mbok jangan ikut-ikutan tho. Ada yang aneh piye?"
"Ya kalau malam dari jendela kamar kita aku sering lihat ada sosok bayangan di sekitar sumur itu, terakhir aku lihat gundul pringis?"
"Gundul pringis?"
"Iya, Setan Gundul pringis masuk ke dalam rumah itu, aku lihat keluar dari sumur,"
"Hayalanmu aja itu bune," jawab suamiku. nampaknya Dia enggan menanggapi dengan serius kejadian yang kualami.
Aku diam, mungkin benar juga.
"Sudah, jangan membayangkan yang tidak-tidak, mending Ibu bikinin Bapak wedang uwuh, ya!"
Aku berdiri menghela nafas pendek, sementara Mas Mul merebahkan tubuhnya di kursi rotan panjang.
------ $$$$$ ------
Sore menjelang Maghrib Keluarga penghuni rumah itu akhirnya pulang juga. Mereka berlima naik sepeda motor bebek warna hijau. aku sudah mulai hapal dengan deru suara motornya. aku melihat kepala suami mbak Dina yang sudah polos saat membuka helmnya.
Tapi mosok iya suami Mbak Dina, Setan Gundul Pringis yang kulihat penampakannya di sekitar sumur itu. Aah, apa aku salah lihat? aku raba kaca jendela kamarku, bersih.
Begitu mbak Dina dan anak-anaknya masuk ke dalam rumah, mas Mul segera menghampiri suaminya. Mereka terlibat dalam perbincangan serius. Entah apa yang mereka perbincangkan, mungkinkah mas Mul ceritakan jika dirumah yang dikediami itu banyak hantunya? semoga saja tidak, Aku berharap keluarga mbak Dina betah di kampung ini.
------ $$$$$ -----
Aku menyongsong mas Mul begitu dia masuk rumah, penasaran dengan apa yang mereka perbincangkan. Aku takut penampakan - penampakan hantu yang terjadi dirumah itu membuat mereka takut dan tidak betah.
Aku juga mengkhawatirkan keselamatan jiwa mereka. Apalagi anak-anaknya masih kecil- kecil. safitri pasti merasa kehilangan bila harus berpisah dengan teman barunya, Apah. Semoga keluarga itu tabah.
"Gimana pakne?"
"Gimana apanya?" Tanya mas Mul sambil tetap ngeloyor masuk kedalam kamar, aku mengikuti dibelakangnya.
"Pakne cerita kalo dirumah itu banyak hantunya?"
"Ya iya"
"Tanggapan mereka?"
"Kata mas Andi tidak merasa ada apa-apa dirumah itu, tapi berencana nanti mau di rugyah sendiri , ojo kesusu manggil Kyai atau orang pinter. aku mau mandi dulu, Bu" Mas Mul meraih handuk yang biasa terantung dibalik pintu.
----- $$$$$ -----
Lewat tengah malam, lagi-lagi aku terbangun, terdengar suara kaki di seret seperti biasa di saat menjelang subuh, aku segera pasang telinga, menajamkan pendengaranku.
Pelan aku buka korden hati-hati, tanpa menyalakan lampu, tidak ada apapun, tapi suara itu semakin mendekat makin nyaring, srek, sreek, sreeek
Tak lama kemudian suara itu menghilang, begitu adzan subuh terdengar.
Bersambung
#TantanganSeptemberForsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Horor
УжасыMengontrak di sebuah rumah tua di kampung yang kental kepercayaan mistisnya ternyata terasa seram bagi Dina. Kejadian-kejadian yang dikarenakan kesalah pahaman terus terjadi, dan semua ternyata muaranya pada diri Dina sendiri. Hingga rumah tua itu...