Part 15
Kampung Horor
Penulis: Nadiena Zaujatu Suhandi
"Bruk!"
Aku menubruk mas Andi dan hampir saja jatuh, terjengkang ke belakang. beruntung tangan kekar suamiku sigap menangkap tubuhku.Aku kaget setengah mati dan hampir berteriak. sayang tidak ada adegan pandang-pandangan mata bak sinetron di televisi. Atau slow motion ala India.
Tidak juga ada pertengkaran sok imut seperti sinetron ftv, Suamiku hanya diam, dingin, tidak seperti biasanya.
Aku menggumamkan ayat kursi dengan ta'awudz terlebih dahulu, berjaga-jaga jika ternyata sosok itu genderuwo yang sedang menyamar.
Mas Andi melirikku, menahan sunggingan senyumnya.
"Aku bukan jin, lagian kalau jin denger dina baca ayat kursi, dia bakal benerin mahrojul hurufnya, bukannya lari," sungutnya berusaha tetap dingin.
Aku merengut, walaupun aku sudah lega karena mas Andi sudah mulai mau bicara, tapi ini baru hari kedua, masih ada jatah satu hari lagi buat diam-diaman seperti sabda Rosulullaah.
Aku berinisiatif membuatkan wedang uwuh kesukaannya, kali ini ku campur susu dan coklat agar segar dan pulas saat tidur.
sungguh aku ingin sekali bicara atau bertanya, tapi melihat kelelahannya pasti juga percuma. Aku menunggu mas Andi yang terlebih dahulu membuka percakapan. Ataukah Dia hendak melanjutkan tapa bisunya?
"Di minum ya Ay, aku mau ngelonin Apah," kataku sambil menyodorkan segelas wedang uwuh.
----- $$$$$ -----
Lagi-lagi mas Andi tidur di kamar anak+anak, aku melihat ke jam di gawai, sudah hampir waktu subuh, aku hampir berdiri Ketika tiba-tiba gawaiku berdering.
Kiki? Bukankah dia blokir media sosialku, ini saat yang tepat untuk bertanya.
Setelah mengucapkan salam, seperti biasa tanpa basa-basi aku bertanya, "Ki, medsosku kamu blokir? kenapa?"
"Lhoh aku pikir kamu yang blokir, aku baru saja mau bertanya?"
"Eh iya to?" Aku merasa tidak pernah melakukannya, Satu-satunya yang tahu paswot medsosku hanya mas Andi, dia kah? Tapi kenapa?
"Ya sudah, mungkin kepencet, lagian aku tahu nomormu kan?" Kiki memang bukan type yang mudah baper, perjalanan persahabatan kami yang berliku telah menempa kami untuk saling mengerti dan memahami.
Malam itu wajah bulan hampir penuh sempurna, mungkin besok malam bulan purnama. Di atas loteng terlihat bayangan rembulan memantul dari aliran sungai. Sang rembulan seperti mengadu pada sungai. Meratapi kesendiriannya
perpaduan aliran air sungai dengan bayangan bulan nampak begitu indah.
Kami tidak berbincang lama karena adzan subuh lekas terdengar, aku hampir turun, ketika tiba-tiba mas Andi sudah menyusul.
"Siapa?" Tanyanya dingin "Kiki itu lagi? Jam segini?"
"Di sana masih sore ay,"
"Tapi tidak pantas seorang istri menerima telepon lama-lama dari sahabat laki-lakinya dengan sembunyi-sembunyi," nada suaranya cepat dan tajam. Entah sudah berapa lama dia pendam kalimat itu. mungkin itulah kalimat yang sudah disiapkannya beberapa hari ini.
"Laki-laki?" Aku hampir terkikik. Jadi selama ini mas Andi mencurigai ku. Ya Robbi, ternyata suamiku cemburu. Aku kini mengerti kenapa dua hari ini Dia demo tutup mulut.
"Duh, ini salah paham ay, Kiki itu perempuan, nama nya Kiki Yuliandari," Lanjutku menjelaskan.
"Nama Facebooknya Kiki Andriansyah,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Horor
HorrorMengontrak di sebuah rumah tua di kampung yang kental kepercayaan mistisnya ternyata terasa seram bagi Dina. Kejadian-kejadian yang dikarenakan kesalah pahaman terus terjadi, dan semua ternyata muaranya pada diri Dina sendiri. Hingga rumah tua itu...