Epilog
Kampung Horor
Penulis : Nadiena Zaujatu Suhandi
Peristiwa kembalinya Mas Gun saat pemakaman mbah Darmin menyisakan sebuah cerita tersendiri. Bagi warga kampung sendiri, mereka belajar banyak dari kejadian-kejadian di rumah hantu yang didiami Andi dan keluarganya. Sungguh ungkapan fitnah lebih kejam dari pembunuhan memang benar adanya. saat itu kondisi ekonomi mereka memang dalam keadaan terburuk, ditinggalkan istri pada saat dia terpuruk bukanlah ujian yang tidak mudah. Keluarga dan pernikahan Mas Gun hancur, menyisakan cerita sedih dan lara.
Mbah Sardi memang rutin mengirim sesaji setiap malam-malam tertentu, bahkan sebelum rumah itu disewakan oleh putra mbah Sarjiman, mbah Sarjiman yang meninggali rumah itu makanya terdapat satu ruang khusus yang masih layak di tiduri, tapi sejak di tinggali oleh Dina dan Andi, mbah Sardi merasa sungkan untuk terus terang melakukan ritual disana. Sesaji itu di gunakan untuk mengilangkan bala dan memberi keselamatan bagi penghuni rumah.
Sebenarnya mbah Sardi sendiri sebagai anak seorang haji yang alim paham betul, itu adalah bentuk kesyirikan tapi entah kenapa sejak Sardi muda melihat bagaimana ayahnya diperlakukan oleh kader komunis keimanannya goyah, apalagi di tambah ketika sang kakak di fitnah sebagai anggota PKI, rumor yang akhirnya di percaya banyak orang, munculnya bukti-bukti palsu yang memberatkan, dia terguncang, bagaimana mungkin seorang anak bisa menghianati ayahnya.
Ketika Sardi muda menikah, dia sengaja sembunyikan anaknya agar tidak mengalami hal yang sama, dipandang hina sebagai keluarga PKI. Ditemukannya dokumen itu adalah harapan untuk membersihkan nama baiknya, tapi ternyata mbah Darmin tidak membiarkannya begitu saja.
Masyarakat di daerah itu memang masih kental dengan mistis, mereka mudah dipengaruhi karena kurangnya iman dan lemahnya tauhid. Apalagi modernisasi ternyata tidak di ikuti kesiapan mental mereka menerima perubahan itu.
Hal yang tak disangka muncul, Keluarga Mas Gun datang menjemputnya tepat disaat pemakaman Mbah Sarjiman selesai. Dia dijemput dengan Alphard hitam yang dikemudikan langsung oleh pemiliknya, Mbak Yati. Siapa yang mengira orang gila itu ternyata suami dari pengusaha konveksi sukses. Mbak Yati datang menjemput suaminya dengan dikawal Polisi dan petugas medis dari RSJ.
Mbak Yati saat itu memang tidak bisa menerima kenyataan bahwa ayahnya seorang mantan PKI. Sempat limbung namun dia tidak mau berlarut-larut menyesali masa lalu orang tuanya. Mbak Yati bangkit untuk terus melanjutkan hidupnya, membesarkan anak-anak. Usahanya membuat usaha konveksi sarung tangan berjalan lancar. Ditahun ketiga usahanya makin berkembang pesat dan sukses. Bahkan semakin besar saat dia menerima tawaran join bisnis dengan pengusaha dari Qatar. Menyuplai penuh kebutuhan sarung tangan untuk pasukan militer Qatar.
satu-satunya keputusan yang disesalinya sewaktu hidup susah kala itu adalah meninggalkan sang suami. Walaupun dia bermaksud meninggalkannya sementara waktu. Dia sangat menyesali karena harus membayar dengan kewarasan suaminya. Berapapun biaya dan lamanya Mbak Yati akan terus berusaha memulihkan kejiwaan suaminya. Ini adalah yang kedua kalinya Kepergian Mas Gun dari Rumah sakit jiwa.
Menjelang sore Mbak Yati, Mas Gun dan keluarganya pamit pada warga. Ada keharuan dari peristiwa kembalinya mas Gun. Mas Agus dengan jiwa besar menceritakan apa yang didengarnya dari Mul dan Andi. Para warga di pimpin Mas Agus memohon maaf pada keluarga Mbak Yati, terutama Mbah Sardi. Itulah moment paling mengharu biru yang tak akan pernah dilupakan seumur hidup oleh warga kampung terutama Andi dan Dina. Mereka saling berpelukan dan bertangisan. Lapang sudah dada sesak oleh syak prasangka para warga, begitu pula Mbak Yati, air matanya yang berlinangan adalah rasa bahagia yang membuncah. Kebahagiaan tak terkira juga menggelayuti Mas Gun, didalam Mobil Alphard istri, airmata menggenang dipelupuknya. Mbak Yati yang melihatnya, memeluk Sang Suami erat.
Kini di kampung itu telah rutin dilakukan pengajian, sesekali Gus Dullah datang menengok bersama para santrinya mengajari anak-anak hadrah, desa yang sunyi dari kalam Allah itu sekarang semarak dengan suara anak-anak yang mengaji dan berlatih hadrah.
---- $$$$$$$ ------
Jam 3 lebih menjelang subuh seperti biasa Dina terbangun, perutnya terasa mual, segera dia menyeduh segelas wedang uwuh untuk meredakan mualnya, dia merasa seperti ada sesuatu di dalam perutnya. Tiba-tiba dia teringat untuk menyetrika seragam suaminya. Semalam setelah mencuci dan membilasnya, dia angin-anginkan di loteng. Dina berniat untuk mengambilnya keatas.
Beberapa saat kemudian mualnya mulai reda, lumayan berkurang, dia naik ke atas loteng. Bulan purnama menjelang, membuat dia leluasa memandang langit cerah di bulan Agustus. Dina hampir turun ketika tiba-tiba terdengar suara langkah berat kaki yang di seret.
"Sreeeeettt.. sreeeettt.. sreeeet. " Rasa penasaran mengusikhatinya. Dina naik lagi ke loteng. Wajahnya melongok ke bawah mencari sumber suara seretan kaki itu. Cahaya bulan membantunya melihat. Tak ada seorangpun disana. Dina akhirnya turun lagi kebawah, tapi suara langkah itu kembali terdengar. Rasa penasaran semakin menggigit hatinya. dia berlari ke atas, menunggu seseorang yang dina yakini pasti pemilik suara langkah kaki di seret itu.
Satu menit...
Dua menit sudah...
lima menit berlalu...
Hingga sepuluh menit..
Tidak seorangpun terlihat.
Dina masih menunggu, berdiri dibibir loteng berpegangan pada tembok satu meter yang menjadi pagar loteng. Dia mengintip dari atas penasaran dengan suara kaki yang selalu mengganggunya tiap pagi itu, tiba-tiba sebuah tangan memegang pundak Dina, membuatnya hampir berteriak.
"Ngintip siapa, bu?" andi ikut melongok, dengan jengkel dina mengatur nafas, ditinggalkan suaminya sendiri yang masih mematung memandang kebawah. Tidak ada sesuatu yang dilihatnya, Andi kemudian turun ke bawah. Sesampainya dibawah Sang suami masih dengan tampang tak bersalah. Dia bingung melihat istrinya memasang muka masam, semasam mangga muda mengkal didepan rumah Bapak.
"Lihat apa sih tadi?" Andi meneguk wedang uwuh yang sudah di siapkan istrinya. Bingung dan penasaran.
"Ay, aku kan pernah cerita kalau setiap jelang subuh begini selalu mendengar langkah kaki di seret, aku penasaran itu kira-kira siapa?" Dina menjawab kesal sambil mulai menyiapkan setrika.
"Ya kali penghuni sungai itu,"Jawab Andi asal-asalan."Beberapa hari ini mual-mual bu? Jangan-jangan hamil lagi?"
Sebelum Dina sempat menjawab adzan subuh terdengar. Andi mengenali suara Adzan itu, Mbah Sardi.
---------- $$$$$ ------
"Mbak Dina semalem keluar rumah buang sampah?" Jari tangan mbak Erna membolak balik Ikan memilih bandeng, sepertinya mbak Erna sudah mulai paham kelakuan ajaib tetangganya itu
"Ndak mbak Erna, oh iya, semalem aku dengar suara langkah kaki berat di seret gitu, jelang subuh." ceritaku disela-sela mengorek-ngorek tumpukan sayur, mencari kentang.Tempo hari Apah minta dibuatkan kentang goreng 'Mak Edi' Mbak Erna tiba-tiba menghentikan usahanya memilih bandeng gendut lalu menatapku
"Jangan-jangan itu hantu deglok mbak?" Mbak Tinul nimbrung
"Hantu deglok?"
"Iya hantu orang pincang yang kakinya di tembak dan di patahkan oleh PKI" jawab mbak Tinul
Aku dan mbak Erna berpandangan mata, dengan mulut ternganga bersama.
Dari dalam rumah terdengar teriakan mas Mul
"Awas Laler"
- T A M A T -
Akhirnya tamat juga... yeyeyeye...... mohon kritik dan sarannya bagian mana yang perlu perbaikan lagi
#TantanganSeptemberForsen
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Horor
HorrorMengontrak di sebuah rumah tua di kampung yang kental kepercayaan mistisnya ternyata terasa seram bagi Dina. Kejadian-kejadian yang dikarenakan kesalah pahaman terus terjadi, dan semua ternyata muaranya pada diri Dina sendiri. Hingga rumah tua itu...