Kampung Horor
Part 7
Penulis : Nadiena Zaujatu Suhandi
Aaaaaaaaa....
Aku segera menarik cepat tanganku dari kepala plontos berkeringat yang tidur membelakangiku. Seketika jantungku berdetak kencang, darahku terasa mengalir lebih cepat. Aku tidak bisa melihat dengan jelas sosok pemilik kepala plontos itu.
lampu kamar mati, cahaya hanya dari pintu kamar yang terbuka. kuambil bantalku, kuangkat tinggi-tinggi, kugebukan tepat pada kepala gundul itu. Blugh, sosok itu tak bergeming. Aku gebuk lagi, kali ini dengan penuh tenaga. Bluuugh. Dia terbangun. kenapa pula kamar temaram seperti ini. Dia menengok kearahku lalu berdiri. Sosok itu tak berbaju, hanya mengenakan cawat. Tangannya terangkat seperti hendak mencekik leherku. Bibirku kelu, sulit sekali membuka mulut. Tubuhku gemetar ketakutan. kututup wajahku dengan bantal.
Terdengar suara klik. "Apa sih, Bu?" Aku mengenal suara itu, pelan kuturunkan bantal dari mukaku, ruangan menjadi terang benderang, mataku mengerjap-ngerjap. sosok pemilik kepala gundul plontos itu meringis.
"Ayah bau banget ya? maaf capek sekali. Yo wes Ayah langsung tidur disamping Ibu. Ayah mandi dulu deh"
Aku yang masih shock hanya bisa melongo. Kuhela nafas lega dan rasa syukur tak terkira. Alhamdulillah.
"Ada apa?"
"Mas Andi?"
"Iya, aku kemaren gundulin rambut, jelek ya?" Jawabnya sambil mengelus kepala gundulnya yang berkeringat.
Aku menghela nafas lagi, mengusir jantungku yang masih berdebar kencang.
"Coba baca ayat kursi," perintahku, aku ingat kata-kata Bapak, jin bisa berubah menjadi apa saja sesuai yang kita takutkan.
Mas Andi melihatku dengan kebingungan.
"Hah? Kenapa?"
"Udah baca aja," tantangku, di sela-sela aku berdzikir.
Akhirnya dengan lancar mas Andi membaca ayat kursi, aku lega, tapi penasaran, aku mpegang kepalanya takut-takut, aku raba unyeng-unyengnya, menurut mbak Erna, unyeng-unyeng gundul pringis ada benjolannya.
Ternyata unyeng-unyeng mas Andi masih rata, halus, membuatku sedikit lega.
"Kenapa? kalo yang unyeng-unyengnya ada pakunya itu sundel bolong bukan gundul pringis," godanya, aku segera mencubit pinggangbya tebal dan panjang, dia mengaduh tertawa.
"Ampuuun," Mas Andi berlari menuju ke kamar mandi.
Ya Alloh andai yang aku pukulkan ke kepala suamiku tadi setrika? pasti sudah berdarah-darah. muncul rasa bersalah dihatiku. Aku tak bisa meneruskan yang kubayangkan bila hal itu terjadi.
Beberapa menit kemudian Mas Andi masuk kamar dengan hanya mengenakan Handuk yang melilit pinggangnya. Segera kupeluk tubuhnya, terasa dingin.
" Apaan sih Bu, main peluk-peluk segala. Gajian masih dua Minggu lagi. emang Ibu pengen apaan?" Mas Andi berdiri didepan cermin lemari, mengelus-elus kepalanya yang terlihat makin mengkilap.
"gapapa ay, pengen peluk aja, kangen." Aku mencium harum sabun aroma melati dari tubuhnya
"welleh, Ayah udah mandi, masa nanti mandi lagi."
Tiba-tiba Mas Andi mengangkat tubuhku, direbahkannya aku dipembaringan.
"Ay, Ibu kan lagi dapet, Ayah lupa ya? baru tiga hari"
"alamaaaak" Mas Andi mengurungkan melepas handuknya, ganti rebah di sampingku.
"Bikinin wedang uwuh dong bu," rajuknya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Horor
TerrorMengontrak di sebuah rumah tua di kampung yang kental kepercayaan mistisnya ternyata terasa seram bagi Dina. Kejadian-kejadian yang dikarenakan kesalah pahaman terus terjadi, dan semua ternyata muaranya pada diri Dina sendiri. Hingga rumah tua itu...