26

1.6K 101 4
                                    


Part 26

Kampung Horor

Penulis : Nadiena Zaujatu Suhandi

"Mas Agus, tenang. Saya mohon Mas Agus tenang."Mas Mul memegang bahu mas Agus berusaha meredam amarahnya.

"Innalillaahi wa innailaihi Roji'un." Andi terkejut mendengar kabar duka itu. Dia sungguh tak mengira Mbah Darmin meninggal setelah semua kejadian dirumah ini.

"Mari masuk dulu mas Agus, mas Mul. Sebentar saya ganti baju dulu. Saya ikut ke rumah mbah Darmin, melihatnya untuk yang terakhir kali."

Dina mendengarkan percakapan mereka di balik pintu. Diangsurkan nampan berisi dua gelas wedang uwuh pada suaminya.

"Tolong Ay." Andi menerima nampan dari istrinya lalu menghidangkan pada dua tamunya.

"Monggo diminum sambil menunggu adzan subuh." Mas Agus Dan Mas Mul mengangguk.

Andi akhirnya masuk ke dalam lagi berganti pakainan.

Mas Mul menyeruput wedang uwuhnya dengan penuh nikmat, dia tak mempedulikan Mas Agus yang sebentar-sebentar berdiri lalu duduk. Mas Agus terlihat gelisah menunggu, tiba-tiba terdengar suara ayam tertawa dari dari arah rumah tambahan, mas Agus terlonjak kaget setengah mati hingga naik keatas kursi.

"Dengar kan Mas Mul? Jin rumah ini menertawakan kita," kedua kakinya gemetaran. Amarahnya yang semula menggelegar seketika berubah menjadi rasa takut. Mungkin rasa takut Mas Agus sudah masuk stadium empat. kejadian itu tepat saat Andi masuk ke ruang tamu. Dia sudah berganti busana koko dan mengenakan sarung.

Dina yang mendengarnya dari dapur hampir tersedak geli. Perkiraannya tidak meleset, ayam jago Abdi pasti menimbulkan masalah.

"Tenang mas Agus itu hanya ayam tertawa, Ayam Jago milik Abdi," Andi nyengir juga gemas melihat tingkah Mas Agus. Diliriknya Mas Mul, dia menutup mulutnya, pasti menahan tawa. Mas Agus akhirnya turun juga dari kursi. " Badan segede Gaban takutnya cuma ma ayam," batin Andi.

Mas Mul memberikan kode pada Andi, Dia meneguk wedang uwuhnya pelan, dikedipkan matanya. Andi kurang paham dengan kode kedip itu, Mas Mul mengedip lagi. Andi mengangkat alisnya. Mas Mul mengedipkan mata lagi dan lagi seperti lampu sein. Andi akhirnya ingat.

"Mas Agus, sebelum acara semalam sebenarnya saaya berdua dengan Mas Mul sudah bicara dengan mbah Darmin. Mbah Darmin yang meminta kami datang untuk menceritakan yang sebenarnya terjadi," Andi berhenti sejenak menghela nafas. Dia menatap mata Mas Agus, mengukur ketakutannya. Mungkin sudah hilang

"Maksudnya?"

"Awalnya mbah Darmin hanya pura-pura pingsan, mas. Dan yang dilihat mbah Darmin itu bukan kuntilanak, tapi Dina, istri saya." Sekali lagi Andi menatap mata Mas Agus, mengamati reaksi mas Agus.

"Atau jangan-jangan njenengan juga sudah tau?"

Mas Agus hanya diam tidak menyahut, sepertinya memang ada yang dia sembunyikan.

"Kematian itu qodha, ketentuan Allah, umur, rezeki dan jodoh sudah tertulis di lauhul mahfudz, itu sudah menjadi ketentuan, jika kita menganggap bahwa kematian terjadi karena zat diluar ketentuan Allah, bisa-bisa kita terjebak pada kesyirikan."Mas Mul telihat menyimak.

"Njenengan ingat ketika ada yang masuk rumah tambahan kemudian di kejar mas Mul? Apakah njenengan tahu apa yang di cari di rumah tambahan itu?" lagi-lagi Andi diam melirik mas Mul meminta persetujuan, mas Mul hanya mengangguk mempersilahkan.

"Itu dokumen berisi daftar anggota organisasi terlarang yaitu PKI," Mas Agus terlihat terkejut.

"Dan nama mbah Darmin tercantum di sana, sebenarnya hanya nama mudanya, yaitu Sudarmoko."

"Bukannya keluarga mbah Sajiman yang terlibat? Bukannya mbah Sarji itu adik mbah Sajiman, njenengan mungkin salah."

"Mbah Sarji hanya ingin melindungi rumah ini dan kami serta anaknya yaitu mbak Yati, serta dokumen itu, beliau yang menyembunyikan dokumen itu, makanya beliau rutin menaruh sesaji di rumah tambahan,"

"Mbak Yati anak mbah Sarji?"

"Mbak Yati diserahkan ke orang lain agar tidak ada catatan bahwa dia putri seorang bekas anggota PKI. Menyedihkan sebenarnya menurunkan dendam seperti ini, tapi mungkin pemerintah saat itu hanya tidak mau ideologi berbahaya ini tumbuh lagi, Mbah Sarji dan mbak Yati pun sebenarnya hanya korban ideologi ini."

"Dalam dokumen itu sebenarnya tidak ada satupun nama mbah Sajiman ataupun mbah Sarji, beliau bersih, semua hanya rumor untuk menutupi keterlibatan mbah Darmin. Orang tua mbah Sajiman dan mbah Sarji adalah seorang haji, jaman dulu menjadi seorang haji pastilah orang yang paham agama jadi memiliki kemauan keras untuk pergi ketanah suci.

Sebutan Haji sendiri di sematkan di depan nama seseorang di mulai di jaman belanda, untuk menandai bahwa seseorang pernah ke tanah suci, dimana disana mereka bertemu banyak orang dari seluruh negeri islam, termasuk di kekhalifan turki, di khawatirkan mereka membawa ideologi berbahaya dari pertemuan itu.

Makanya oleh pihak belanda untuk menandainya di sematkanlah haji di depan namanya, dan itu juga di gunakan komunis untuk menandai para alim ulama."

"Entah kenapa kemudian rumor yang beredar mbah Sajiman lah yang terlibat komunisme, hingga beliau meninggal, mbah Sajiman dan mbah Sarji inilah yang sebenarnya korban, begitu pula anak-anak beliau, bukan anak-anak yang jelas komunis, yang kemudian bangga menjadi anak komunis dan beridiologi komunis."

Mas Agus mendengarkan dengan seksama

"Yang di ceritakan mas Andi benar, mbah Darmin pura-pura pingsan dan sakit agar kita semua menjauhi rumah ini, sebenarnya beliau tanpa sengaja meninggalkan dokumen itu di rumah ini, di pikirnya sudah hilang sejak tentara menangkap mbah Sajiman berdasar bukti palsu, tapi ternyata di temukan oleh mas Gun, yang kemudian tanpa sengaja menceritakan ke mbah Darmin."

"Menurut mbah Sarji, mas Gun dan mbak Yati bertengkar karena dokumen ini, mbak Yati yang akhirnya mengetahui kalau dia anak mbah Sarji terguncang hebat dan kemudian pergi ke rumah orang tua angkatnya."

"Oh ya mas Agus, kami minta dengan sangat biarlah cerita ini menjadi rahasia di antara kita saja, karena sebenarnya mbah Darmin sudah mengakui semua dan beliau sangat menyesali kekhilafanannya di masa muda, saat itu ekonomi sangat buruk dan para komunis itu memberikan janji janji manis setelah revolusi, mbah Darmin hanya orang awam. Biar mbah Darmin meninggal dengan tenang, beliau sudah sangat menderita karena takut rahasia ini terbongkar."

Adzan subuh pun terdengar dari kejauhan.

"Mari kita ke langgar, belum terdengar adzan dari langgar kita, salah satu cara menamengi diri dan masyarakat dari komunis adalah memperkuat kerukunan kita, dan semua bisa berawal dari sholat berjamah di masjid."

Mas Mul dan mas Agus berpamitan ke masjid, sedang Andi masuk bermaksud membangunkan anak laki-lakinya, ketika membuka pintu tiba-tiba dia melihat istrinya terjengkang, dia terbahak

"Nguping lagi ya bu? Kebiasaan buruk." Keributan itu membuat Abdi terbangun.

------ $$$$ -----

Sepulang dari masjid warga berta'ziah ke rumah mbah Darmin, untuk merawat jenazah beliau, adalah hak semua muslim untuk jenazahnya di makamkan secara muslim, dan kewajibam muslim lainnya merawat jenazah saudaranya, serta menutup aibnya selama hidup.

Persiapan memandikan jenazah sudah rapi, dipan kayu untuk meletakan jenazah dan ember-ember di tata di sisi kanan, di letakan di belanag di tempat tertutup dan hanya mereka yang dipercaya yang bisa masuk melihat jenazah saat telanjang.

Jenazah mbah Darmin di letakan di atas dipan.

Para pemandi jenazah sudah bersiap, khusyuk memulai prosesi memandikan.

"Baaaaaaa." Tiba-tiba dari balik kain pembatas masuk seorang laki-laki dekil, mengagetkan semua orang.

Bersambung....

#tantanganSeptemberForsen

Kampung HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang