4. SEJENAK BERSANDAR DI PERHENTIAN

642 40 0
                                    


              Sekitar pukul 01.30 WIB Kereta berhenti di daerah Cirebon. Beberapa penumpang ada yang turun di tempat ini dan berganti dengan penumpang lain yang bertujuan pergi ke Purworejo, Kebumen, Wates dan terakhir Yogyakarta. Mereka mencari bangku mereka masing-masing dan langsung menempatinya.

"Aduh mulut gue asem banget." Gerutu Kiran.

"Ngerokok aja dulu, Ran. Keretanya berhenti sepuluh menitan kok."

"Serius?" Wajah Kiran yang ditekuk mulai semeringah. Kiran mencari-cari bungkus rokok di dalam tasnya, "Ngerokok yuk, Raa?"

"Yukkk..."

Aku dan Kiran kemudian turun dari kereta. Di luar kereta, selain kami ada banyak penumpang lain yang merokok atau sekedar cari angin. Kami duduk di pinggir trotoar stasiun. Kiran menyodorkan rokoknya padaku. Aku tersenyum dan menolaknya.

"Gue enggak merokok."

"Lah gue pikir lo ikut turun karena mau ngerokok."

"Mau cari angin aja."

Kiran mengangguk dan kemudian mengeluarkan pematik dari kantung celananya. Pematik tua berwarna merah merona. Kiran menyalakan rokok dengan menggunakan pematik itu lalu mulai menghisap rokoknya dalam.

"Akhirnya ngerokok juga." Kiran terlihat begitu lega sambil terus menghisap rokoknya. Dalam sekejap asap rokok mengepul disekitar kami.

"Aktif, ya?"

"Iya. Enggak ngerokok sehari bisa mati gue rasanya. Lo sendiri kenapa enggak ngerokok deh? Enggak cowok banget." Kiran menggodaku.

"Ngerokok gak ada hubungannya sama gender" Aku menggelengkan kepala.

Kiran tertawa mendengar ucapanku dan malah menepuk pipiku pelan, "Bercanda kali. Enggak usah bawa perasaan." Tukas Kiran kemudian, "Bagus kalau enggak ngerokok, berarti lo sayang badan. Gue aja mau berhenti susah banget."

"Yang ngebuat susah sebenarnya diri lo sendiri kali. Lo nya aja yang belum rela sepenuh hati ninggalin tuh rokok, makanya enggak pernah bisa berhenti. Kalau niat lo udah penuh, gue yakin bisa kok."

"Gue udah coba dulu, cuma ya gimana? Rokok doang yang bisa nemenin gue disaat gue ada masalah. Gak ada satupun orang yang bersedia nemenin gue, mereka semua asik dengan dirinya masing-masing." Kiran menghisap dalam rokok ditangannya dan kemudian menghembuskan asapnya keluar dari mulut dan hidung. Kiran memperhatikan asap yang terbang di kegelapan malam dan kemudian menghilang.

"Lo nya aja yang gak berusaha cari jalan lain dan tetap berkutat dengan rokok lo itu. Lagian hari gini masih aja ngarepin orang lain." Aku tertawa sinis.

"Tuh kan, lo nyalahin gue terus!" Kiran terlihat kesal dan membuang puntung rokoknya yang masih menyala. Aku menghela nafas dan kemudian menginjak puntung rokok itu.

"Ini kalau dibiarkan menyala bisa kebakaran loh. Terus yang harus disalahkan siapa?"

Kiran diam saja tidak berminat untuk menjawab pertanyaanku yang dianggapnya selalu menyudutkan dirinya.

"Yang disalahkan tentu saja gue, karena gue melihat puntung rokok ini menyala tapi gue enggak matiin." Aku menjawab pertanyaanku sendiri disertai senyuman.

Kiran menoleh kearahku dengan tatapan bingung. Aku tidak lagi menyalahkannya. Tapi mengingat dia masih ngambek, Kiran kembali menatap kearah lain tidak ingin memandangku.

LANANG. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang