HADIAH DARI BAPAK

420 30 2
                                    

Aku mendapatkan hadiah pagi ini, dari Bapakku.

Aku sangat senang sekali, dia akhirnya memikirkanku.

Tidak lupa untuk memberikanku kebahagiaan kecil dari hadiah yang sengaja dibelinya untukku.

Tak sabar aku untuk membukanya.

Hadiah dari Bapak yang selalu kunantikan.

Kubuka hadiah pemberiannya yang terbungkus kertas kado merah muda dengan sangat rapih.

Wajahku semeringah.

Tak bertahan lama, senyuman itu.

Setelah aku melihat sebuah boneka dalam kardus dibalik bungkus kertas kado yang baru saja kurobek dengan penuh semangat.

Lagi-lagi boneka, mainan anak perempuan.

Aku melirik kearah adikku yang tertawa senang mendapat hadiah dari Bapak.

Sebuah mobil-mobilan berwarna biru.

Kurebut mobil-mobilan itu dengan penuh rasa iri.

Itu seharusnya menjadi milikku!

Dia yang lebih pantas mendapatkan boneka ini! Bukan aku!

Mobil-mobilan itu terjatuh ke tanah, batu baterainya keluar berantakan.

Bapak jengkel melihat kelakuanku dan memukulku tanpa ampun.

Dia berjanji pada adik akan membelikannya yang lebih bagus lagi sebagai gantinya.

Dia menyeka air mata adik.

Dia tidak mempedulikanku yang kesakitan.

Kesakitan bukan hanya karena pukulannya, tapi karena aku seperti tidak memiliki arti apa-apa dimatanya.

Hadiah Bapak selalu menjadi hal yang aku nantikan setiap bulannya.

Bapak selalu membelikannya untuk kami setiap dia gajian.

Tapi hadiah dari Bapak sekaligus menjadi sebuah kenyataan pahit yang selalu melukaiku setiap kali aku menerimanya.

Lebih baik boneka itu dihadiahi Bapak untuk Ibu.

Ibu lebih memerlukan boneka daripada aku.

Mungkin jika Ibu mendapatkan boneka lain dari Bapak,

Aku tidak perlu menjadi bonekanya lagi.

Aku benci boneka.

Sangat membenci boneka.

Tapi Bapak selalu memberikanku itu.

Sudah banyak boneka yang aku hancurkan, bahkan tak segan-segan kakinya kupatahkan karena kesal.

Berharap Bapak tidak lagi memberikannya untukku.

Tapi dugaanku salah,

Ketika Bapak melihat bonekaku yang rusak, dia kembali membelikannya untukku.

Aku Lanang.

Boneka bukanlah hadiah untukku.

Aku harap Bapak tahu itu.

Tapi Bapak tidak pernah tahu dan tidak ingin tahu.

Yang dia tahu hanya bagaimana membahagiakan adikku, anak laki-lakinya.

Aku Lanang.

Aku tidak pantas bermain dengan boneka.

Aku ingin bermain mobil-mobilan seperti adikku.

Aku ingin mengejar layang-layang di musimnya bersama dengan teman-temanku.

Aku ingin menunjukkan keahlianku dalam berlari seperti yang dikatakan ibu,

Berlari dan kemudian mencetak gol di lapangan.

Bermain bola setiap sore bersama teman laki-lakiku.

Bukan berdandan dengan pakaian perempuan seperti yang selalu dilakukan Ibu terhadapku setiap kali aku selesai mandi.

Aku Lanang.

Bapak apakah aku ini anakmu?

***

LANANG. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang