9. ADAKALANYA MANUSIA PERLU BERCERITA

343 34 2
                                    


Aku kembali pada suara roda besi dan rel kereta api yang saling beradu dengan suara angin kencang.

Hanya ada keheningan.

Aku dan Kiran yang saling menatap.

Hampir satu jam Kiran mendengarkan aku bercerita tentang Ibu dan Bapakku.

Berbagi sedikit tentang mereka.

"Gue salut sama kedua orangtua lo yang bisa menerima pilihan lo." Kata Kiran tiba-tiba ketika itu, sebelum aku pada akhirnya mulai bercerita tentang mereka.

"Andaikan benar mereka bisa menerima gue." Aku tersenyum kecil.

"Maksudnya? Mereka enggak menerima lo?"

"Lo akan tau kalau lo mengenal mereka."

"Kalau begitu kenalkan gue dengan mereka."

Aku tertawa, "Lo gila? Gimana caranya?"

"Dengan bercerita tentang mereka. Lo kan storyteller yang baik. Gue yakin hanya dengan mendengar cerita lo, itu udah bisa ngebuat gue sedikit mengenal mereka." Kiran berusaha meyakinkanku untuk menceritakan tentang Ibu dan Bapak.

Itulah percakapan yang memulaiku pada akhirnya mau berbagi pada Kiran tentang kedua orangtuaku. Meskipun belum semua kuceritakan.

Kiran masih diam, berharap aku kembali melanjutkan cerita. Entah cerita apa lagi yang ingin dia dengar dariku.

"Gue udah cerita tentang orangtua gue dan gue sedikit, sekarang gantian gue ingin mendengar cerita tentang lo dan orangtua lo." Kataku mengisi kekosongan.

Kiran tersenyum simpul, "Malam ini adalah malam khusus untuk lo, jadi lo enggak akan mendengarkan apapun tentang gue."

"Enggak adil banget. Gue enggak mau cerita lagi kalau begitu."

"Selesaikanlah cerita yang memang seharusnya lo selesaikan, jangan setengah-setengah."

"Gue rasa enggak ada lagi yang harus gue ceritakan."

"Gue enggak tau keresahan apa yang sedang lo pikirkan tapi gue bisa merasakan. Dan gue yakin, bercerita akan membuat lo sedikit lebih tenang. Terkadang gue sering melakukan itu, bercerita pada oranglain. Bercerita pada tukang sampah yang sedang memungut sampah di pinggir jalan, bercerita pada tukang bersih-bersih dini hari, atau juga bercerita pada teman-teman gue di taman Lawang yang sedang menunggu pelanggan."

"Tempat lo di taman lawang?"

Kiran tertawa mendengar pertanyaanku, "Ya enggaklah! Itu tempat teman-teman waria gue. Gue sering mampir aja ke tempat mereka untuk sekedar ngobrol-ngobrol dan bercerita. Lagipula gue bukan tipe streetwalker gitu kali." Kiran menjelaskan.

"Kalau lo bukan tipe streetwalker, terus lo masuk ke dalam tipe apa?"

"Gue ini mungkin lebih ke escort kali yaa."

"Memang apa bedanya, ya?" Tanyaku bingung karena jujur saja aku jauh dengan hal-hal yang seperti itu jadi pengetahuanku tentang dunia seperti itu juga sangat terbatas.

"Iya, jadi gue sebenarnya lebih ke menemani aja. Jadi kan banyak tuh pria-pria kaya yang sering melakukan perjalanan bisnis atau mau judi ke luar negeri, kadang-kadang mereka mencari escort seperti gue untuk menemani mereka."

LANANG. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang