16. SEPERTI IKAN YANG BERENANG BEBAS

296 27 1
                                    


Hari mulai gelap, kulihat jam tangan menunjukkan jarum 18.15 WIB. Aku memakai headlamp dan mulai menyalakannya. Kupakaikan pula headlamp di kepala Kiran. Kiran tersenyum sebagai tanda ucapan terimakasihnya.

Aku membaringkan tas berisi peralatan memancing yang telah kusewa bersamaan dengan peralatan camping. Tertulis diatasnya "Shimmano". Aku segera membuka tas Shimmano hitam itu untuk memeriksa kelengkapan isinya. Keukeluarkan satu per satu isi di dalamnya. Sebuah penggulung Spinning Type bermerk Shimmano dengan tiga bantalan roda atau ball bearing, kapasitas kenurnya 200-400m.

"Lo suka memancing, ya?" Tanya Kiran sambil memperhatikan peralatan memancing yang kukeluarkan itu.

"Kenapa?"

"Habisnya peralatan yang lo sewa ini 'Money never lies' banget."

"Ahahahaha, Sok tau lo."

"Sedikit tau sih, soalnya dulu gue pernah jadi escort-nya seorang pria kaya yang gemar memancing. Jadi suka memperhatikan aja." Kiran masih asik melihat-lihat peralatan memancing yang belum semua ku keluarkan dari dalam tas.

Aku tersenyum mendengar cerita Kiran sambil kemudian mengeluarkan Joran tanpa sambungan atau One piece, hanya terbuat dari fibre glas dengan panjang yang ideal 120cm. Ukurannya 5 feet 6 inch, dan lagi-lagi merknya adalah Shimmano. Aku coba mengayunkan Joran itu, ringan dan sedikit kaku atau fast taper, bagus sekali untuk reaksi cepat dan akurat. Aku tersenyum puas melihat peralatan memancing yang ada di hadapanku ini.

Aku mulai merangkai alat pancing itu hingga siap untuk digunakan. Kiran kali ini tidak tinggal diam, dengan cekatan dia mengambil alat pancing itu dari tanganku dan mulai merangkainya. Sepertinya Kiran sudah terbiasa dengan itu.

Sementara Kiran sibuk merangkai alat pancing, aku mengambil beberapa ikan teri yang sempat aku tangkap tadi siang. Aku lupa dan meninggalkan hasil tangkapan ku itu di bebatuan dekat dengan Laguna.

Setelah menemukan umpan dan Kiran selesai merangkai alat pancing, kami kemudian mencari spot memancing yang tepat dengan membaca arah angin. Sepuluh menit kami berjalan di antara tebing bebatuan dan akhirnya berhenti setelah menentukan posisi yang baik.

Aku mulai melempar kailku.

Suasana hening di antara kami. Tidak berbicara apa-apa.

Beberapa pemancing lainnya mulai bermunculan dan menempati posisi terbaiknya masing-masing. Aku melihat seorang pria tua berusia sekitar 60 tahun sedang memancing sendirian. Pria tua itu menoleh kearah kami dan tersenyum. Kami membalas senyumannya dengan ramah. Entah siapa yang beruntung malam ini pulang dengan membawa hasil tangkapan besar.

Kiran hanya duduk di sampingku, menikmati suara deru ombak yang menghempas karang. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.

Sudah hampir satu jam setelah aku melempar kail, tapi tidak ada juga ikan yang menghampiri kail kami dan memakan umpannya.

"Gue enggak pernah sabar kalau harus nungguin pelanggan gue saat memancing seperti ini. Gue enggak ngerti kenapa mereka menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memancing."

"Memang pelanggan lo itu enggak pernah kasih tau kenapa dia suka mancing?"

Kirang menggeleng, "Enggak, dia enggak pernah cerita apa-apa. Dia cuma minta gue belajar merangkai alat pancing untuknya terus nemenin dia yang asik sendiri ngobrol soal kerjaan sama rekan bisnisnya. Setelah itu kami mampir ke hotel dan bercinta. Seperti itu saja terus." Ungkap Kiran sambil menghela nafas.

LANANG. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang