PART 17

249 15 0
                                    

Nabila POV

Aku butuh udara. Nafasku seakan tercekat saat mendengar pengakuan Ubay. Apa dia sedang bercanda? Entah permainan apa lagi yang sekarang ia mainkan untukku. Begitu bencinya kah ia padaku? Dulu dia menciumku secara paksa, mengataiku yang tak lebih dari seorang Pelacur, dan sekarang apa lagi? Apa dengan pengakuan sukanya padaku dia merasa sudah menang dan bahagia diatas lukaku?

"Gue suka sama Nabila. Puas?" Ulangnya lagi tepat di hadapan Radit.

"Rencana apa lagi yang lo mainin sekarang buat Nabila?"

Ubay terdiam. Matanya memerah, rahangnya terkatup rapat menahan amarah, dan tangannya terkepal dengan erat hingga buku jarinya memutih.

"Gue nggak ada rencana apapun Dit. Kali ini gue jujur dari lubuk hati gue, kalo gue suka sama Nabila, dan gue nggak rela lo cium dia di depan gue. Walaupun awalnya dia adalah Saudara tiri yang gue benci."

Ada apa ini? Apa maksud Ubay mengatakan hal ini di depanku dan di depan Radit? Mengapa jadi kacau seperti ini? Aku tak paham, rencana apa lagi yang dimainkan Ubay untukku? Apa dia ingin menghancurkan hubunganku dengan Radit? Ya walaupun memang hubunganku dengan Radit saat ini sedang mengambang. Ubay masih saja menjelaskan rasa sukanya padaku, hingga telingaku terasa panas mendengar setiap kata suka yang diucapkannya padaku.

"STOP! Aku mohon stop Ubay! Stop!" Teriakku terisak sambil menutup telinga menggunakan kedua tanganku.

Hancur sudah. Dinding air mata yang sejak tadi memang sudah meluruh, kini makin meluruh dengan derasnya melewati setiap bekas air mata yang sudah mulai mengering di atas pipiku.

"Aku ada salah apa sama kamu Bay? Hah? Aku ada salah apa sama kamu sampe kamu giniin aku? Kalo emang kehadiran Keluargaku membuatmu merasa terganggu, aku minta maaf. Ini bukan mauku, bukan mau Bunda untuk menghancurkan keluargamu yang dulunya harmonis. Maaf jika kehadiran kami mengganggumu. Tapi aku mohon, terimalah kami! Ini sudah takdir dari Tuhan. Ini... ini bukan mauku Bay. Ini bukan mauku..." Ucapku terisak.

Kurasakan Radit merengkuhku ke dalam dekapannya. Diusapnya punggungku pelan, seakan dia menguatkanku dengan usapan lembutnya.

"Aku... aku emang murahan Bay. Aku emang Anak Pelacur. Dan tak lebih dari seorang Pelacur juga. Tapi aku mohon, jangan rusak kebahagiaanku secara perlahan!" Ucapku terisak.

"Gue tunggu lo di rumah." Tegasnya lalu berlalu dari taman.

"Are you okay Babe?" Tanya Radit lembut seraya menangkup wajahku.

"I'm not good Dit." Jawabku serak.

"Kita ke Cafe ya! Sepertinya kamu butuh coklat panas atau teh hangat."

"Nggak usah. Aku mau pulang sekarang."

"Aku antar kamu pulang ya."

Aku pun mengangguk seraya meng-iyakan tawaran Radit.

"Dit?"

"Ya?"

"Aku... aku minta maaf soal Ubay yang mukul kamu sampe babak belur kayak gini!"

"Harusnya dia yang minta maaf. Bukannya kamu. Kamu tahu, aku rela digebukin sampe mati asal kamu baik-baik aja."

"Tapi tadi kamu mukul aku juga kok."

"Hehe sorry Babe! Aku nggak sengaja. Kirain itu mukanya Ubay. Ya habisnya kamu sih muncul tiba-tiba."

"Iya sih, salahku juga."

"Atau kita ke rumahku aja dulu buat obatin luka di mukamu?! Takutnya nanti memar."

"Ga usah. Nanti kalo ketahuan Mama kamu bisa tambah ribet masalahnya. Biar nanti aku obatin sendiri di rumah."

BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang