Nabila POV
Pusing. Kepalaku sedikit berat untuk kuangkat. Kukerjapkan mataku berulang kali, menebak dimana sekarang aku saat ini. Dinding berwarna putih dengan wall sticker yang menggambarkan kota New York, kota impianku sejak dulu. Di kamar, fikirku. Kucoba untuk mengangkat kepalaku yang agak pusing. Kulirik jam weker yang berada di nakas sebelah tempat tidurku, 21.14, wow selama itukah aku tertidur? Tapi bukannya tadi aku sedang bersama Ubay? Di dalam mobilnya dan sedang dalam perjalanan menuju rumah? Oh, aku tertidur, fikirku lagi. Bahkan seragam sekolah masih melekat di tubuhku yang agak lengket. Kucoba untuk berjalan menuju kamar mandi yang terletak di ujung kamarku, dan mulai menyalakan shower. Air hangat pun mengalir di sekujur tubuhku, membuat kepalaku sedikit ringan dan otot-otot badanku menjadi rileks kembali.
***
Aku lapar. Dan saat aku berjalan menuju dapur, rumah sudah sepi. Lampu di ruang keluarga serta ruang tamu sudah temaram. Hanya lampu dapur yang masih terang benderang. Kubuka lemari es lalu kulihat isinya. Ada Nugget Ayam, Sosis, dan beberapa bahan untuk membuat Nasi Goreng. Apa aku membuat Nasi Goreng saja? Fikirku. Tanpa berfikir lama kuambil seluruh bahan lalu mulai membuat Nasi Goreng. Aku yakin semuanya pasti sudah tertidur. Tapi kenapa begitu cepat ya? Ini baru pukul 9 malam, tidak biasanya.
"Eh, Kak Nabila udah bangun? Lelap amat tidurnya."
"Eh, Rafa. Iya, tadi aku tidurnya lama banget hehe."
"Lumayan sih Kak, soalnya Kak Nabila juga nggak sempet ngantar Ayah sama Bunda ke
Airport.""Ke Airport? Ngapain?"
"Tiba-tiba aja Ayah ada tugas gitu di Singapur, trus Bunda juga diajak deh buat nemenin Ayah selama disana. Manja banget."
Aku pun terdiam dan mulai memotong Sosis, Tomat serta Mentimun.
"Wihhh Kak Nabila lagi buat Nasi Goreng ya? Kayaknya enak nih. Kebetulan banget Kak."
"Hehe iya nih, Kakak lapar banget abis bangun tidur. Emang kamu belum makan?"
"Udah sih tapi kayaknya Nasi Gorengnya menggoda gitu deh."
"Ya udah, kalo gitu kamu bantuin nyiapin piringnya gih! Oh iya Nadil sama Ian mana? Mereka udah makan?"
"Gak tau sih mereka. Di kamarnya kali Kak."
"Baby juga ikut ke Singapur Raf?"
"Jelaslah Kak. Hhh... sempet sedih juga sih pas Bunda ngajak Baby."
"Sedih? Kenapa?"
"Soalnya Baby tuh lucu banget Kak. Suka banget Rafa mainin. Haha."
Aku terdiam lagi. Rafa sudah bisa menerima kehadiran Baby. Aku yakin Ian juga sudah bisa menerimanya. Hanya Ubay yang masih keras kepala belum bisa menerima kehadiran Baby disini. Aku harus cepat bertindak agar Ubay bisa membuka hatinya untuk kami. Terutama untuk Baby.
"Kak Ubay, mau join nggak?" Tanya Rafa pada seseorang.
Aku pun kembali dari lamunan dan melihat Ubay sudah berada di meja bar dapur, sedang meneguk air putih.
"Emang lo lagi ngapain?" Tanya Ubay pada Rafa.
"Bantuin Kak Nabila bikin Nasi Goreng. Kebetulan banget Rafa laper hehe."
Aku dan Ubay hanya bertatapan sekilas lalu aku kembali fokus pada Nasi Goreng yang tengah kuaduk di atas wajan.
"Thanks ya. Lain kali nggak usah kayak tadi!" Ucap Ubay lalu berlalu dari dapur.
Aku hanya terdiam. Melongo mendengar ucapan dan melihat tingkahnya yang begitu dingin sedingin es. Tanpa terasa aku tersenyum mendengar ucapannya. Apakah itu adalah ucapan terima kasihnya untukku? Meski dia mengucapkannya secara dingin, tapi aku sudah sangat bahagia mendengarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby
RomantiekLahirnya Baby ke dunia membuat Keluarga Ubay hancur. Ayah dan Ibunya bercerai. Hingga pernikahan antara Ayah Ubay dan Bunda Nabila dilaksanakan. Ubay pun mulai menyimpan dendam dan kebencian pada Keluarga Nabila, bahkan tak menganggap Baby sebagai S...