PART 20

248 15 0
                                    

Nabila POV

"Iya Bun, sebentar lagi Biya pulang."

"..."

"Ini masih nungguin Ubay sih."

"..."

"Iya Bun, iya, Biya inget kok."

Disaat Bunda masih bertelepon denganku, kulihat sosok Ubay yang berjalan menuju ke arah parkiran tempat mobil kami terparkir. Aku pun mengubah posisi dudukku sebelum ia membuka pintu dan duduk di sebelahku. Aku masih mendengar Bunda di seberang sana saat Ubay tiba-tiba menghela nafas dengan kasar sambil memejamkan matanya.

"Apa pertemuannya dengan Mamanya buruk?" Batinku.

"Iya Bun. Ya udah, Ubay udah ada nih. Biya lanjut dulu ya Bun. Daaah..." Ucapku lalu memutuskan panggilan dengan Bunda.

"Bunda?" Tanyanya masih memejamkan mata.

"Iya." Jawabku. "Gimana tadi?" Lanjutku lagi.

"Kamu ada acara nggak habis ini?"

"Hmm cuman mau ke rumah Radit sih. Mamanya adain syukuran kecil-kecilan untuk penyambutan."

Tiba-tiba Ubay membuka mata sepenuhnya lalu berbalik ke arahku.

"Penyambutan?" Tanyanya dengan ekspresi bingung.

"Penyambutan karna kita sudah selesai UN. Ya semacam syukuran karna kita menyelesaikan UN dengan baik tanpa kendala." Jawabku sembari tersenyum ringan.

"Hahaha emang dia tahu darimana kalo kita nyelesein UN dengan baik?"

"Mungkin dari anaknya kali."

"Iya, kalo Radit mah mungkin nyelesein dengan baik. Lha gue(?)"

"Kan syukurannya emang bukan buat kamu Bay. Apaan sih(?)"

Raut wajah Ubay seketika datar saat mendengar ucapanku barusan. Jujur saja, dia amat lucu dengan ekspresinya saat ini. Aku hanya tertawa kecil saat melihat ekspresinya. Dia masih memandangku saat tawaku sudah mulai mereda. Aku berdeham lalu memandangnya juga. Dan saat ini kami tengah berpandangan. Entah, aku tak tahu apa arti pandangannya padaku. Tatapannya sedikit sendu. Apa seburuk itu pertemuannya dengan Mamanya? Atau perkataanku barusan tanpa sengaja membuatnya tersinggung?

Aku menunduk, menghindari pandangannya. Entah mengapa, jantungku berdegup kencang saat dipandang seperti ini dengan Ubay. Tapi tiba-tiba dia memelukku, cukup erat hingga aku tersentak dan membulatkan mataku sepenuhnya.

"Jangan menghindar! Biarlah seperti ini dalam beberapa detik."

Aku terdiam. Tubuhku terasa kaku di dalam pelukannya. Dia rapuh. Mungkin dia memang benar-benar rapuh saat ini. Seakan Ubay yang dingin, arogan dan kejam sirna di dalam sosoknya dalam sekejap.

"Menangislah jika itu perlu!" Ucapku sembari menepuk pundaknya pelan.

Pundak yang kutepuk seakan bergetar. Mungkin benar, dia sangat rapuh hingga tak dapat menahan dindingnya yang cukup kuat.

***

"Makasih Mas." Ucapku pada Si Mas Pedagang Es Krim.

Aku pun berjalan menuju Ubay yang tengah sibuk merenung sembari menatap langit yang mulai menampakkan warna jingganya. Saat ini, kami tengah berada di sebuah Pantai. Entahlah, tapi disaat aku tengah bersedih dan ingin menyendiri, tempat inilah yang selalu kukunjungi. Maka dari itu kurekomendasikan juga untuk Ubay.

"Nih." Ucapku lalu menyerahkan Es Krim Coklat padanya.

"Thanks." Ucapnya lalu memandang ke arah laut lagi.

BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang