Akhir pekan tiba. Matt merasa sangat antusias mengingat ia akan turut serta dengan Yerim untuk mengecek kandungan perempuan itu.
Pukul 09.00 pagi Matt sudah tiba di apartment Yerim. Keseringan berada disana, Yerim pun akhirnya memberikan password apartmentnya pada Matt sehingga ia tak perlu membukakan pintu untuk laki-laki itu lagi.
" Kenapa pagi sekali ? " tanya Yerim ketika melihat Matt sudah berada di apartmentnya.
" Memang jam berapa periksanya ? " tanya Matt sambil mendudukkan diri di sofa.
" Jam 4 sore. " jawab Yerim menahan senyum geli di wajahnya.
" Ahhh. " desah Matt. Wajahnya merah menahan malu. Yerim berusaha mati-matian untuk tidak menertawakan Matt.
" Apa aku pulang saja ? " tanya Matt bingung.
" Kau sudah sarapan ? " Yerim balik bertanya.
" Belum. Aku langsung kemari setelah bangun. " jawab Matt.
" Aku buatkan sarapan dulu kalau begitu. " ujar Yerim. Perempuan berperut buncit itu berjalan menuju dapur dan mulai mempersiapkan bahan untuk memasak.
" Kau memasak apa ? " tanya Matt tepat di telinga Yerim. Membuat Yerim terkejut setelahnya melotot marah kearah Matt.
" Kau mau aku jantungan hah ? " getak Yerim. Bukannya takut, Matt justru tertawa melihat reaksi Yerim.
" Kan aku hanya bertanya. " ujar Matt dibuat sepolos mungkin.
" Kalau bertanya jangan langsung di telingaku. " seru Yerim. Dahinya mengkerut karena kesal.
CUP
Gemas, Matt mengecup kening Yerim. Membuat Yerim langsung terdiam dan memandang Matt kaku. Sedangkan Matt tersenyum di tempatnya.
" Cepat memasak. Aku lapar. " ujar Matt lalu melangkah kembali ke sofa dengan hati gembira.
*-*-*-*-*
Matt mengulum senyumnya ketika melihat Yerim meletakkan piring berisi sarapannya dengan kasar. Tampaknya perempuan itu begitu kesal karena Matt menciumnya tadi.
" Kau marah ? " tanya Matt.
" Bagaimana mungkin aku tidak marah saat kau menciumku tiba-tiba. " jawab Yerim ketus.
" Oh, jadi kalau aku bilang dulu sebelum menciummu, kau tidak marah ? " goda Matt.
" MATTHEW!!! " seru Yerim lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Matt tertawa dengan kencang melihat bagaimana tingkah Yerim.
" Aduh, perutku sakit karena tertawa. " ujar Matt sambil menghapus air mata yang keluar karena terlalu lama tertawa.
" Berhenti, Matt. Kau menyebalkan!! " seru Yerim.
" Yerim, dengar. " Matt menarik tangan Yerim yang ada di atas meja makan lalu menggenggamnya.
" Aku akan melakukan hal itu sesering mungkin. Hingga kau menanamkan dalam pikiranmu jika hanya aku yang boleh memperlakukanmu seperti itu. Jadi, terbiasalah. " Matt mengecup punggung tangan Yerim lalu mulai menyantap makanannya.
Tanpa sadar bahwa wajah Yerim benar-benar memerah karena ucapannya barusan.
*-*-*-*-*
Dokter Juno tersenyum ketika melihat Yerim datang ke ruangannya bersama dengan Matthew yang baru pertama kali ia lihat. Melihat senyum sang dokter, Matt dan Yerim sama-sama salah tingkah.
" Periksa bulanan nona Yerim ? " tanya dokter Juno, dengan wajah konyol yang membuat Yerim sangat ingin memukulnya.
" Kalau belanja bulanan tentu aku tidak akan kemari, dok. " jawab Yerim lalu memutar matanya.
" Ck, ibu hamil sensitif sekali. " cibir dokter Juno.
Matt tak tau seberapa dekat Yerim dan dokter di hadapan mereka. Namun yang Matt tau, ia tak begitu senang dengan interaksi keduanya yang menurut Matt lebih dari sekedar dokter dan pasien.
" Ngomong-ngomong, siapa pria disampingmu ini ? " tanya dokter Juno sambil melirik Matt yang duduk disisi Yerim. Matt langsung mengulurkan tangannya dan disambut oleh dokter Juno.
" Aku Matthew, calon suami Yerim. " ujar Matt. Yerim terkejut ditempatnya, sedangkan dokter Juno meledakkan tawanya.
" Hahaha syukurlah kalau begitu. Berarti Yerim dan calon bayinya berada di tangan yang tepat. " ucap dokter Juno penuh ketulusan.
Yerim sudah berbaring di brankar yang ada di ruangan dokter Juno. Matt berdiri di sampingnya. Mata keduanya menatap pada sebuah layar hitam putih yang menampilkan penampakan sosok mungil di perut Yerim. Mata Yerim berkaca ketika melihat bayi di dalam perutnya. Begitu juga Matt yang entah mengapa merasa jantungnya berdetak dengan cepat dan penuh perasaan bahagia.
" Bayinya sehat. Seperti ibu dan calon ayahnya. " ujar dokter Juno diiringi senyum diwajahnya.
Mendengar hal itu, Yerim mengangkat kepalanya dan menatap Matt. Matt mengalihkan tatapannya pada Yerim. Keduanya saling berpandangan lalu tersenyum bersamaan. Matt meraih tangan Yerim. Menggenggamnya lalu mengecupnya lembut.
" Ayo kita membesarkannya bersama. " ajak Matt yang sedetik kemudian diangguki oleh Yerim.
" Ya, mari membesarkannya bersama. "
.
.
.
.
.Happy Monday!!
Senin yang sangat melelahkan buat aku. Tapi tetep aku sempetin nulis supaya kalian engga kangen sama Matt dan Yerim.Maaf ya terlalu pendek. Takut panjang-panjang malah keluar dari alur wkwkwk.
Jangan lupa vote dan komennya, gengs. Thank you ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMITLESS [Sequel STAY.3]
Random[Sequel STAY.3] Tentang Matt yang baru pertama kali merasakan jatuh sejatuh-jatuhnya dalam cinta kepada seorang Kim Yerim. Sekarang telah dimulai. Aku yang tidak memiliki batas. Lihatlah dunia yang akan terungkap. Kita akan menjadi satu. Aku butuh p...