21. Sudah Lama Tidak Bertemu

545 22 0
                                    

Era langsung menancap gas menuju salah satu mini market terdekat. Setelah memakirkan motor, ia langsung menyimpan kunci. Tak lupa melepas helm dan masker.

Era berjalan masuk. Lalu mengambil keranjang. Ia berjalan menuju deretan makanan. Era memilih sebentar. Kemudian mengambil beberapa snack dan cemilan. Ia juga mengambil sepuluh bungkus roti, margarin, selai blueberry, dan beberapa bungkus keju. Setelah itu ia menuju rak berisi mie instan. Ia mengambil lima bungkus mie instan dan tiga bungkus ramen.

Setelah itu Era menuju rak berisi minuman. Ia mengambil enam soft drink, satu susu kotak, lalu beberapa kaleng kopi. Era kembali mengingat ingat makanan yang habis. Semua sudah masuk di ranjangnya.

Era berjalan menuju kasir. Rasanya hawa di sini sangat panas. Mungkin karena AC-nya. Era beberapa kali mengelap keringatnya. Hingga gilirannya membayar belanjaan.

"Selamat siang, ada tambahan lain?" tanya petugas kasir itu ramah.

"Tidak ada," jawab Era sambil tersenyum.

"Totalnya Rp 98.900,00."

Era lalu membuka dompetnya, mengambil satu lembar uang seratus ribu. Lalu menyodorkan pada petugas kasir.

"Uangnya seratus ribu rupiah, kembalian seribu seratus rupiah. Ini barangnya," kata petugas kasir sambil menyodorkan kembalian serta belanjaan.

Era langsung memasukan kembalian ke saku dengan asal. Ia lalu membawa belanjaannya.

"Terima kasih, selamat datang kembali," kata petugas kasir itu.

Era langsung menuju pintu, lalu mendorongnya. Ia langsung menaruh belanjaan di motor. Kemudian memasukan uang ke dalam dompetnya.

"Era? Ini benar Era?" sapa seseorang dari belakang Era.

Era spontan menoleh. Menatap pria di hadapannya. Era tampak terkejut bukan main. Di depannya, Ayahnya Sina!

"Selamat siang, Om. Sudah pulang dari Inggris?" sapa Era ramah.

"Iya, baru beberapa hari lalu," jawab Om Ethan sambil tersenyum gembira.

"Nggak pulang ke Surabaya?" tanya Era to the point.

Raut wajah Om Ethan berubah drastis. Menjadi pucat. Ia lalu tersenyum tipis.

"Om nggak mau ganggu hubungan Erina sama Ayahmu. Biarkan saja mereka, lagipula Om sudah tidak ada hak," jawab Om Ethan. Ia lalu merogoh saku.

"Era, berikan ini kepada Sina. Bilang padanya bahwa Om Ethan udah nggak bisa dateng nemui dia, Om habis ini balik ke Inggris," kata Om Ethan sambil menyodorkan sebuah amplop.

Era memandang sesaat amplop itu. Lalu menerimanya. Ia tersenyum sambil mengangguk.

"Nanti Era sampaikan. Sina pasti sedih," kata Era sambil memandangi amplop di tangannya.

"Om sudah bertemu Sina bulan lalu. Dia sekarang persis seperti kakaknya," kata Om Ethan sambil tertawa lirih. Menahan rasa sedih di hatinya.

Era menggigit bibirnya. Menahan getaran hati di dalam hatinya. Om Ethan masih sama saja, pandai menahan air mata di hadapan orang lain. Era tidak tahu alasan apa yang membuat Om Ethan meninggalkan keluarganya begitu saja. Sina hanya bercerita tentang rasa rindu kepada Ayahnya. Tidak satupun menyinggung persoalan yang menyebankan Om Ethan pergi. Dan Era tau itu adalah privasi. Hanya Keluarga Sina yang boleh tau.

Om Ethan lalu memasukan kedua tangannya ke dalam kantong. Lalu menghela napas.

"Sudah berapa lama aku meninggalkan negeri ini? Hampir 19 tahun? Ayah macam apa aku ini," rutuk Om Ethan dalam hati. Sambil tersenyum tipis.

"Tidak Om-" Era sudah dipotong perkataannya oleh Om Ethan.

"Kita berbicara di tempat lain saja," ajak Om Ethan sambil melenggang masuk ke mobilnya.

...

"Kau berpikir aku pasti meninggalkan Sina begitu saja, kan?" tanya Om Ethan menebak. Sukses membuat mata Era membulat sempurna.

Sekarang mereka berada di salah satu taman yang kebetulan tidak terlalu ramai. Om Ethan duduk di samping seorang wanita berambut pirang. Era tidak tahu siapa wanita itu.

"Aku Sarah, adiknya Ethan," kata wanita itu memperkenalkan dirinya. Namun logatnya begitu aneh.

"Era," kataku sambil tersenyum.

Om Ethan membetulkan kaca matanya. Lalu tersenyum pahit. Sina baru kali ini melihat Om Ethan hampir menangis. Pastilah itu beban yang berat. Yang bahkan Era tidak bisa menanggungnya.

"Erina memegang hak asuh Sina dan kakaknya. Aku sudah berulang kali memaksa Erina agar aku bisa membawa salah satu dari mereka. Erina menolak, dan Sina juga bahagia dengan Erina. Dia gadis yang baik kan?"

Era tidak bersuara. Ia hanya diam. Mendengarkan ucapan Om Ethan namun tidak mau memberi tanggapan.

"Sinta dan aku hanya berharap agar kalian saling menyayangi. Pahamilah posisi Sina sekarang, Era. Aku merasa senang jika kalian bersahabat lagi."

"Aku paham posisi Om Ethan. Permisi Om, Era ada kelas siang ini. Mari Tante Sarah," kata Era sembari beranjak. Ia tidak sudi mendengar apapun lagi.

"Era," panggil Om Ethan. "Jangan musuhi Sina."

Raut muka Om Ethan begitu serius. Itu artinya ia tidak main-main. Era harap ia bisa melakukan perkataan Om Ethan. "Tidak memusuhi Sina" ia bisa, namun begitu sulit dipraktekan. Era merasa dia tidak salah.

Era menghela napas. Setelah itu ia lanjut berjalan tanpa mempedulikan lagi Om Ethan. Tidak memusuhi Sina? Apa Era sebaik itu? Tidak! Sina yang harus meminta maaf, itu semua karena Sina. Baru Era mempertimbangkannya. Walau, hatinya berkata Sina tetaplah sahabatnya.


Sahabat Bukan Berarti DekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang