Era segera beranjak dari ruang makan setelah menghabiskan makanannya. Ia mencuci piring terlebih dahulu. Kemudian mencuci tangannya sendiri.
Era tidak mau merepotkan Tante Rin lebih dari ini. Era berharap, malam ini Tante Rin bisa kembali ke rumahnya. Pasti badannya capek sekali mengurusi Tante Erina.
"Era! Udah habis makanannya?" tanya Tante Rin sambil meletakan piring yang tadi berisi ca kangkung di wastafel.
"Iya, Tante. Omong - omong Tante istirahat aja. Biar Era yang beres - beres rumah," Era menawarkan dirinya.
"Tante bantuin ya?" Tante menatap Era sekilas.
"Nggak usah Tante, Era bisa sendiri," kata Era sambil mengelap tangannya. Ia lalu tersenyum manis pada Tante Rin.
Tante Rin akhirnya luluh. Ia mengijinkan Era membereskan rumah. Walau Tante Rin khawatir Era tambah capek. "Tante bolehin. Asal jangan kecapekan ya!"
"Iya, Tante," seru Era sambil berjalan cepat ke tangga. Era berencana membereskan kamarnya dahulu.
Era merogoh saku celananya. Mencari - cari kunci kamar. Era menemukannya, segera ia membuka pintu kamar perlahan. Kamar Era rapi, namun berdebu. Era menghela napas. Lalu menaruh kunci kamarnya di meja.
Ia berjalan perlahan. Mengamati setiap sudut kamarnya. Semua masih sama. Tidak ada yang berubah. Era lalu memasang masker yang ia bawa. Mulai membersihkan kamarnya yang penuh debu.
"Era, Tante besok mau pulang. Kamu nggakpapa kan?" tanya Tante Rin setelah Era selesai membersihkan kamarnya.
"No problem. Tante pasti dicariin Om Bagas kalau kelamaan," kata Era sambil membuka masker lalu membuangnya di tempat sampah.
"Ya sudah kalau begitu," kata Tante Rin sambil tersenyum.
"Era," panggil Tante Rin.
Era duduk di samping Tante Rin. Lalu membenarkan rambutnya. Ia menjawab, "Ya, Tante?"
"Jangan bertengkar sama Sina, ya? Tante nggak mau keluarga ini jadi nggak akur. Tante tau kamu nggak mau Ayahmu menikah lagi. Dijalani aja, nanti kamu juga berubah fikiran," kata Tante Rin membujuk Era. Tante Rin sudah tahu sedari dulu perihal masalah Era dan Sina.
"Tante, aku juga nggak mau semuanya kayak gini. Tapi Sina bukan Sina yang aku kenal," kata Era lirih.
"Tante percaya kok sama apa yang kamu lakuin. Ganbatte!" Tante Rin mengepalkan tangannya. Tanda memberikan semangat pada Era.
Era melongo. Baru menyadari Tante Rin bisa Bahasa Jepang. Oh iya ya, Era lupa. Tante Rin dulu tinggal di Jepang semasa mudanya.
"Tante ke kamar dulu," kata Tante Rin sambil berlalu menuju kamarnya.
Era memandangi punggung Tante Rin yang akhirnya lenyap. Era memandangi ruangan itu lama. Membiarkan potongan kenangan merasuki pikirannya.
Kring! Kring!
Telepon rumah mengagetkan Era. Ia segera berjalan cepat untuk mengangkat telepon.
"Halo?"
"Era? Kamu kemanakan uang Ayah?"
Kening Era berkerut. Bingung dengan apa yang dikatakan Ayah. Uang yang mana? Era membatinnya.
"Maksud Ayah?"
"Uang! Uang yang Ayah tinggal untuk biaya seminggu Tante Erina dan Sina."
Ayah tampak sangat marah. Namun Era bingung, uang apa yang dimaksud Ayahnya. Era bahkan tidak menyentuh uang Ayah barang sedikitpun.
"Aku baru aja sampe ke Surabaya, Yah. Nggak mungkinlah aku tau kemana uangnya."
"Tapi kata sekretaris Ayah, kamu yang mengambil uangnya. Sina menelepon tadi, menanyakan uang yang seharusnya dikirimkan hari ini ke rekeningnya."
"Yah, Era nggak tau sama sekali! Ya kali Era ngambil. Era aja nggak pernah nyentuh uang Ayah yang ada di rekeningku."
"Bohong!"
"Ayah cek sendiri jika tidak percaya. Maaf, Yah, Era nggak tau apapun tentang uang itu."
Era menutup telepon dengan kesal. Lagi - lagi Era dibuat kesal. Pertama, pernikahan dadakan Ayah. Kedua, uang Ayah yang hilang. Mana Era tahu. Era selama kuliah bekerja sendiri, menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk makan. Uang yang Ayah kirim setiap bulan belum Era ambil sedikitpun. Padahal jumlahnya sangat banyak, jika diitung 24 bulan.
Era lalu melangkah menuju kulkas. Mengambil soft drink, lalu menegaknya sampai habis. Itung - itung menghilangkan rasa kesalnya.
Ponsel dari dalam sakunya bergetar. Era menaruh kaleng kosong itu di atas kulkas. Lalu merogoh sakunya dengan cepat. Melihat chat yang dikirimkan Daniel.
Daniel : Ra, nitip bilang ke Mama ya.. gue nggak bisa pulang ke Surabaya
Knapa?
Daniel : Liburan ini gue diajak ke luar kota hehe
Daniel : lo nitip apa?
Biasa dong, buku hehe
Daniel : idih, cewek kutu buku amat. Nggak laku bukan salah gue
Ngapa lo jadi mak gue? Ngatur ngatur idihhh
Daniel : Sa bodo, nanti gue pilihin aja hadiahnya
Daniel : gue nggak mudeng sastraKak Stela : Gue nitip foto ya wakakak
Kak Stela : tau kan tanamanya?Daniel : Iya gue tauuu
Buat penelitian lagi kak?
Kak Stela : Cuma pengen fotonya. Males gue jadi ilmuwan
Wkwkwk
Daniel : off dulu, ngantuk
Kak Stela : gue juga, mau lanjut makan dulu
Baii
Era memegang ponsel sesaat sambil memutar bola matanya. Hitung hitung meredamkan amarahnya. Ponselnya bergetar. Era buru buru mengecek pesan yang masuk.
Sina : Aduh gimana rasanya dimarain?
Dasar sok update! Noh, buat beli make up sana. Yang banyak, pake areng skalian! Maki Era dalam hati dengan kesal. Ia mengepalkan satu tangannya. Lalu menaruh ponsel di meja dengan keras. Ia menghentakan kakinya, sambil berjalan menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Bukan Berarti Dekat
Novela JuvenilH I G H R A N K : #54 in Teenagers Ketika sahabatmu harus menjadi saudara tirimu. Ada alasan mengapa Cassandra Inara Sheren memusuhi sahabatnya sendiri. Dan juga, ada alasan untuk Veralia Agatha Sekar menentang pernikahan Ayah-nya. Tapi, bisakah m...