Era membaca pesan dari Selena--teman seperjuangannya saat lomba KKR dulu. Selena berencana mengajak Era bertemu. Sekedar mengobrol ala mereka atau jalan-jalan melepas rindu. Sebetulnya Era malas keluar kamar. Tapi jika Selena mengajak, Era bisa apa? Mereka sudah lama tidak bertemu. Bila dihitung mungkin hampir lima tahun. Mereka sama - sama disibukan oleh kegiatan sekolah, apalagi sekarang mereka akan segera menjadi seorang mahasiswi. Era sangat merindukan Selena.
Mengumpulkan niat untuk mandi membutuhkan waktu hampir sepuluu menit. Era berjalan ke kamar mandi sembari meregangkan ototnya yang terasa sedikit kaku. Ia mandi selama lima menit. Waktu yang singkat di tengah musim kemarau.
"Kayaknya aku kurusan ya?" gumamnya ketika mengamati penampilannya di pantulan kaca.
Beberapa kali Era menggerakan tubuunya ke kanan dan ke kiri. Melihat penampilannya dengan sangat seksama. Beberapa kali Era memoles make up yang tipis dan natural. Sepanjang hidupnya, pemakaian make up dapat dihitung dengan jari. Kebanyakan untuk acara - acara penting saja. Khusus hari ini Era memoles wajahnya. Selena selalu mencibirnya karena jarang mengenakan make up, dan kali ini Era ingin membuktikan bahwa ia juga bisa berdandan.
Grrtt grrrttt
Ponselnya yang terletak di atas kasur bergetar dengan cukup keras. Sekejap Era mengambilnya. Nama 'Selena' tertera di layar ponselnya. Era mengangkat panggilan itu.
"Halo?"
"Oh ya, aku tunggu ya.."
"Iya ya, bye!"
Panggilan itu diakhiri oleh Selena. Temannya itu sangat bawel dan memintanya untuk segera datang ke tempat pertemuan. Tanpa membuang waktu, Era memasukan ponselnya ke dalam tas tangan putih.
Era melangkah ke laci nakas, mencari kunci mobilnya. Tatapannya tertuju pada kunci mobil milik sang Ayah, yang beberapa hari lalu dititipkan kepada Era.
"Era, Ayah titip kunci mobil. Tolong simpan dengan baik, ya?"
Ucapan Ayah tempo hari berputar di otaknya. Era menimang - nimang dua pilihan yang disuguhkan kepadanya.
Sekali-sekali lah, mobil Ayah, gumamnya disertai anggukan.Era mengangguk dengan tegas. Keputusannya sudah bulat, yaitu berkendara dengan mobil ayahnya. Lagipula ayah jarang menggunakan mobil itu, beliau lebih menyukai mobil sedan hitamnya.
Era segera turun ke bawah untuk memanaskan mobil ayahnya. Ia tak punya niatan untuk berpamitan secara langsung. Setiap kali menemani Ayahnya, Era hanya melongo sembari mendengarkan diskusi kantor yang ia tak pahami sama sekali. Daripada kejadian itu berulang, Era memilih mengirimkan pesan singkat. Setelah dirasa cukup, Era langsung masuk ke dalam mobil, dan mengendarai keluar dari pekarangan rumah.
Surabaya sangatlah ramai siang ini. Era memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuannya. Terjebak dikemacetan hampir setengah jam, Era dapat sampai di cafe tempat mereka janjian.
"Selamat pagi," sapa pelayan yang berpostur pendek saat Era masuk ke dalam cafe. "Meja untuk berapa orang?" tanyanya dengan ramah.
Era langsung menggeleng sopan, "saya ditunggu oleh teman saya. Cewek dengan cardigan biru."
Suasana kafe yang cukup ramai membuat mereka cukup sulit mencari sosok Selena. Untung saja temannya itu mengatakan pakaian yang ia kenakan hari ini.
Setelah melongok beberapa saat, pelayan itu berkata dengan sopan, "teman Kakak menunggu di sana." Ia menunjuk ke arah cewek bercardigan biru yang terlihat serius mengerjakan sesuatu di laptop.
Rencana jahil muncul di benaknya. "Terimakasih, Kak," ujar Era.
Era melangkah dengan hati - hati dan berusaha untuk tidak tertawa di saat - saat menegangkan. Tangannya menjulur ke pundak Selena. Gadis itu tak terganggu dengan kehadiran Era.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Bukan Berarti Dekat
Fiksi RemajaH I G H R A N K : #54 in Teenagers Ketika sahabatmu harus menjadi saudara tirimu. Ada alasan mengapa Cassandra Inara Sheren memusuhi sahabatnya sendiri. Dan juga, ada alasan untuk Veralia Agatha Sekar menentang pernikahan Ayah-nya. Tapi, bisakah m...