38. Pemakaman

494 21 0
                                    

Veralia Agatha Sekar

Pagi ini jasad Sean akan dimakamkan. Banyak keluarga Ayah sudah berdatangan. Termasuk Selena dan Bibi Diana. Lalu pihak keluarga Felsyne. Akujuga melihat beberapa teman dekat Sean hadir.

Pemakaman ini tampak sangat ramai. Aku sedari tadi berdiri di samping Sina. Dia tampak tegar. Di seberang terdapat Daniel. Yang menutup matanya, melanturkan doa.

Setelah proses pemakaman berakhir. Banyak keluarga yang sudah pulang. Tinggal aku, Sina, Daniel, Rendra, dan Richard. Felsyne tidak kuasa menahan tangis. Sedangkan Selena sudah menangis sejak tadi malam. Kepergiannya membuat orang terdekatnya menangis. Kini dia bahagia bersama orang tuanya. Aku bisa pastikan.

"Aku harus pulang. Terima kasih, Era, sudah mengerti alasan Sean menyembunyikan rahasia itu. Semoga kalian tetap berbahagia," suara Richard, kakak Sean membelah keheningan. Dia berkata dalam Bahasa Inggris.

Aku mengangguk. Dan tersenyum padanya. Pasti berat baginya ditinggal adik yang ia sayangi. Tapi aku yakin dia seperti Sean. Lelaki yang tegar. Walau Sean bukanlah tipe kaku dan formal seperti Richard.

Ia lalu berjalan meninggalkan kami berempat. Tak lama berselang suara Daniel menyusul. "Gue juga harus pergi, ayo Sin."

Aku memandang kepergian mereka. Bisa ku lihat Daniel menguatkan Sina. Tangannya berkali - kali mengusap pucuk kepala Sina. Aku tahu Sina belum pernah kehilangan. Ini pertama kalinya bagi Sina. Dan Daniel memintaku supaya ia saja yang mengurus Sina.

Aku lalu kembali menatap nisan Sean. Rasanya aku bisa mendengar gelak tawa kami di masa lalu. Seperti suara anak - anak tergiang - ngiang ditelingaku. Dikala aku dan mereka menikmati masa SMP bersama. Dan kini itu hanyalah kenangan. Sean hanyalah sebuah kenangan. Pahlawan persahabatan kami. Aku akan selalu menganggapnya sebagai seorang pahlawan.

Aku harus mengambil alih tugas Sean sekarang. Ya, meneruskan perusahaan Ayah. Sama saja kini akulah pewarisnya. Tidak ada lagi Sean sang pewaris. Walau aku tidak bercita - cita sebagai pemimpin perusahaan, aku tidak akan pernah bisa menentang. Dan aku tahu Sean pasti mendesakku sekarang untuk mengambil alih tugasnya. Aku juga punya tugas lainnya. Menjaga Feslyne.

Dan aku punya satu tugas berharga. Sebagai anak yang membahagiakan orang tua. Selama ini hanya Sean yang benar - benar menyayangi Ayah. Ini salahku. Jika bukan karena aku, Ayah pasti menyayangiku lebih. Jika bukan karena aku, aku sudah berdamai dengan masa lalu. Walau begitu aku tidak bisa terus menerus menyesal. Memperbaikinya adalah satu - satunya cara.

"Kau merindukannya?" tanya Rendra tiba - tiba membuatku tersadar dari lamunan.

"Semua orang selalu merindukan seseorang yang berharga bagi dirinya."

"Kau benar. Dan sekarang aku merindukannya." Terdengar nada suara Rendra yang sedikit serak.

"Lihatlah langit dan panggil namanya. Aku yakin dia mendengarmu." Aku menatap langit sekilas. Awan mendung sudah menyelimuti langit.

Perlahan aku berdiri. Bersiap untuk pulang. Aku sudah merasa cukup di sini. Dan kini saatnya aku pulang, Sean. Ada kau diingatanku. Dan aku tidak akan pernah melupakanmu. Aku harap kau melihat dan mendengarku sekarang.

"Kau ingin pulang?"

Aku berhenti melangkah. "Ya," ku jawab tanpa menatap Rendra.

"Akan ku antar pulang, Veralia." Rendra bergegas mendekatiku. Ia menyunggingkan senyum tipis.

Aku mengangguk sambil menatapnya. Ku dahului jalan dan menuju mobil sedan milik Rendra. Aku berhenti sejenak di dekat mobil itu. Lalu membalikan badan seraya menatap pemakaman yang sangat luas.

Sahabat Bukan Berarti DekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang