Chapter 2

138 12 13
                                    


"Berhentilah menggerakkan kakimu, Halina. Itu tidak sopan," ucap ibunya tegas. Halina melirik wanita itu sekilas, kemudian berhenti bergerak.

Saat ini mereka sedang makan malam bersama di sebuah restaurant salah satu hotel bintang lima dekat lokasi pertunjukan Skyla Abernathy. Halina masih dapat merasakan sisa-sisa sensasi aneh di tubuhnya. Bukan, pastinya bukan karena beberapa teguk wine yang diminumnya tadi. Halina selalu berhati-hati dengan minuman semacam itu. Bukan juga karena suara Skyla Abernathy yang masih terasa berdengung di telinganya. Jadi apa?

Halina mengangkat wajahnya dan tatapannya bertemu dengan sepasang mata hazel yang memandangnya seakan-akan hanya ada mereka berdua disana. Seakan-akan keberadaannya disana memang untuk dipandangi seperti itu. Lagi, Halina merasakan gelenyar aneh di perutnya saat menyadari tatapan intens Anthonio. Tatapan yang dia dapatkan hampir sepanjang malam ini. Halina tidak lupa bagaimana jemari pria itu yang secara tidak sengaja menyentuh betis kirinya saat memungut handphonenya yang terjatuh dekat kakinya. Atau bagaimana santainya pria itu saat merebahkan kepalanya ke sandaran kursi mahal teater sepanjang pertunjukkan yang nyaris bersentuhan dengan kepala Halina.

Halina seketika menunduk, melempar tatapan pada steak di piring di depannya yang baru ia sadari tidak tersentuh sejak pertama kali dihidangkan. "Begitu seharusnya. Jangan berulah lagi, Halina," suara ibunya kini terdengar samar. Begitu juga suara-suara lain di meja makan. Halina menyadari keberadaan Darren, terpisah dua kursi di sebelah kirinya. Kalau hatinya terasa hangat dengan adanya Darren, tubuhnya seakan terbakar menerima tatapan Anthonio.

Halina bingung dengan reaksinya sendiri. Ah, seandainya Natasha ada disini. Gadis itu pastilah bisa mengatakan sesuatu padanya. Sesuatu yang mengurangi kekhawatirannya. Meskipun Natasha di adopsi dan diperlakukan hampir seperti pelayan dirumahnya, tapi Halina selalu menganggapnya sebagai sahabatnya. Natasha bahkan lebih seperti saudarinya dibandingkan Adelia Dixon.

"Kau tidak apa-apa, Halina?" tanya Anastasia Smith, ibu Anthonio.

Halina menampilkan senyum manis yang sudah diajarkan padanya sejak kecil, lalu menjawab tidak apa-apa sambil menggeleng pelan.

"Kau yakin? Kau terlihat pucat. Apa kau tidak suka makanannya?" tanya Anastasia lagi.

"Aku tidak apa-apa, Mrs. Smith. Hanya agak lelah sedikit," jawab Halina anggun.

"Mungkin kau sebaiknya pulang lebih awal. Kau harus istirahat kalau lelah," kata Adelia manis. Namun nada sinis dalam suaranya tidak luput dari pengamatan Halina. Dia tahu kakak perempuannya itu tidak menyukainya. Halina sendiri tidak tahu alasannya, tapi sikap buruk Adelia padanya sudah berlangsung sejak lama.

"Apa kau sungguh hanya sedikit lelah, sayang?" tanya Anastasia lagi.

Halina masih berusaha meyakinkan semua orang bahwa dia baik-baik saja saat melalui ekor matanya dia menangkap gerakan Anthonio. Pria itu berdiri, undur diri untuk menjawab telepon penting.

"Mungkin sebaiknya kau istirahat lebih awal. Belakangan ini kau sibuk mencari informasi tentang berbagai universitas, dan hari inipun kau sudah cukup sibuk membantu persiapan pernikahan kakakmu," kata ibunya khawatir.

Sebelum Halina menyuarakan jawabannya, Anthonio yang baru saja bergabung lagi di meja makan setelah menjawab teleponnya berujar, "Baru saja aku menerima panggilan dari Jackson. Dia bilang Dimitri dari Philips Industry meminta bertemu malam ini."

"Ada masalah?" tanya Mr. Smith pada putranya.

"Aku belum bisa menyebutnya masalah, Dad," jawab Anthonio datar.

Me, Without LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang