Me, Without Love

Chapter 28

Pertama-tama, maaf karena menghilang sekian lama. Banyak urusan keluarga dan kerjaan yang bikin aku bener-benar nggak bisa fokus ke dunia oranye ini. 

Sebenernya ada banyak hal dan plot cerita yang udah berkejaran di otak ku, menuntut buat dituangkan. Tapi ya itu, sayangnya masih belum punya waktu yang pas buat lanjutin chapter sebelumnya.

So, buat yang ngerasa cerita ini php, atau lupa sama cerita ini saking lama updatenya, maap banget. Buat yang masih setia nungguin lanjutan kisah Halina sama Anthonio, makasiiih guys. Luv u

Stay healthy ya

Previously:

Anthonio mengalami kecelakaan mobil dan dalam kondisi koma. Sedangkan Halina, setelah berhasil meloloskan diri dari rencana pernikahan paksa yang dibuat oleh ayahnya dan Darren, Halina yang tidak memiliki tempat tujuan lantas tinggal sementara di apartemen Richard yang berada di gedung yang sama dengan apartemen Jonan. Felly yang kini tinggal bersama Jonan banyak membantu Halina ketika dia membutuhkan teman untuk mempersiapkan kelahiran putranya. Selama dua minggu tinggal bersama, Halina menyadari kebiasaan Richard yang ternyata sering menghabiskan malam dengan wanita yang berbeda. Hanya satu yang tampaknya sering kembali. Miranda. Halina berusaha mengenyahkan debaran aneh yang dia rasakan setiap kali menatap Richard. Tentu saja dengan tinggal bersama, kecil kemungkinan dia bisa menghindari Richard. Kejadian kecil di dapur saat Halina mencoba memasak adalah salah satunya.

________________________________________________________________________________

Halina masih terengah-engah di balik pintu kamarnya. Tidak pernah dia kira bahwa berlari -atau yang dia asumsikan sebagai berlari- dari dapur menuju kamarnya yang hanya berjarak kurang dari sepuluh meter itu bisa merampas oksigen dalam paru-parunya. Malaikat kecilnya tampak bergerak riang seakan mengajukan protes atas Operasi Menghindari Rick yang dilakukan ibunya. Halina bergegas meraih botol minumnya dan langsung meneguk habis air di dalamnya. Tepat ketika air itu hampir habis, tiba-tiba suara Rick menggema dalam kepalanya.

"Aku meminta maaf karena sepertinya obatnya tidak ada, kau kira aku meminta maaf untuk apa?"

"You know... kau boleh berbalik kalau kau mau. I don't mind."

Halina nyaris tersedak sambil duduk di tepi tempat tidurnya. Bagaimana dia bisa sampai disana Halina juga tidak menyadarinya. Kombinasi suara rendah Rick dan hangat tubuh telanjangnya yang masih menguarkan aroma sabun akan menjadi memori yang sepertinya akan bertahan lama dalam ingatan Halina. Pikiran itu membuat tubuh Halina bereaksi. Bukan reaksi jijik atau semacamnya, tapi gelenyar aneh di pusat tubuhnya yang membuat Halina tiba-tiba merasa kepanasan. Yang membuatnya terkejut adalah fakta bahwa pikiran dan reaksi semacam itu tidak membuatnya merasa buruk. Justru sebaliknya.

What happen to me?

Halina mengangkat botol minum di tangannya lagi lalu tersadar bahwa dia sudah menenggak habis stok air minumnya untuk hari ini. Halina benar-benar merasa butuh minum lagi, mungkin sebanyak-banyaknya untuk meredam gejolak panas tubuhnya. Tentu saja Halina tidak buta dengan apa yang mungkin sedang terjadi pada tubuhnya. Dokter yang terakhir memeriksanya sudah mengatakan bahwa hormonnya akan menyebabkan perasaannya sulit dikendalikan. Selama tinggal di apartemen Felly, halina tidak pernah bermasalah dengan hormon ataupun perasaannya kecuali saat dia sendirian dan tiba-tiba kenangan Natasha dan Sofia muncul kembali. Bahkan saat seperti itupun dia masih dapat mengendalikan diri. Sama sekali tidak pernah dia kira, satu tatapan dari Rick dan perasaannya langsung kacau.

Dengan cepat Halina meraih smartphone-nya lalu mengirimkan pesan.

Halina : Apa kau bisa memberitahuku café atau restoran terdekat?