Prolog

6.8K 603 35
                                    

Lama. Gadis itu membiarkan dirinya tenggelam dalam takjub. Menatap mega jingga berarak. Bertransposisi dengan gelap yang turut merangkak.

Mata bulatnya berbinar. Indah. Kala sepasang netra lain menatapnya dalam.

"Hidup gue itu unfaedah banget ya?" gumam seorang lelaki di sana.

Sang gadis tak acuh. Masih enggan beralih pandang.

Embusan napas lelah terdengar. Beradu dengan sang bayu yang membelai wajah putih keduanya, lembut.

"Nggak semua, sih. Cuma kadang gue ngerasa lo bego banget," tanggap gadis itu.

Seringai muncul dalam wajah yang lain.

"Gue itu budek, nggak pernah dengerin apa yang orang ngomong. Gue bisu, nggak pernah bisa ngomong apa yang gue rasain. Gue buta, gue nggak pernah liat diri gue yang sebenarnya."

Gadis itu menoleh tatkala kalimat itu selesai terucap. Ia mengernyit.

"Dan gue bego. Tetap bertahan dalam rasa ini." Lagi. Lelaki itu mengembuskan napasnya. Mengudarakan sesak yang menghimpit paru.

"Lo ngomong apa, sih? Gue nggak ngerti."

"Lo satu-satunya orang yang gue percaya, Re," ujarnya.

Gadis yang dipanggil Re itu masih setia dalam bungkam.

"Lo tau satu-satunya alasan gue hidup?"

"Apa?"

"Jantung gue yang masih berdetak."

Gadis itu mengangkat sebelah sudut bibirnya. Menganggap remeh lelucon tak bermutu.

"Cuma itu. Nggak ada yang lain." Raut lelaki itu berubah datar. Rahangnya mengeras.

Dan pada detik yang sama gadis itu termangu.

¤¤¤

Love,
@lyndia_sari, UmiSlmh

Central Java, 10.04.18

NeglectusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang