"Bukan kesal. Mungkin, cuma gemes akut."
***
Davka kembali tersenyum puas. Usai memilih pulang lebih awal meninggalkan event besar sekolah, ia langsung merebahkan diri di kasur. Dengan posisi terlentang, tangannya terangkat. Memainkan bulu-bulu itu di depan wajahnya. Kegiatan itu terhenti saat ponselnya kembali bergetar. Ia mendesah saat mendapati nama Rhea terpampang jelas di layar sana. Segera, ia mematikan ponselnya. Membuang asal benda pipih itu ke atas kasur.
"Davka di dalam?" Suara itu terdengar bersamaan dengan ketukan pintu. Sontak, Davka terkejut. Panik, hal pertama yang lelaki itu rasakan. Secepat yang ia mampu, dirinya meloncat dari ranjang. Membuka nakas dan meletakkan bulu itu di dalam sana, menutupnya rapat, dan tak lupa menguncinya.
"Mama boleh masuk?" Suara yang sama kembali terdengar.
"Masuk aja, Ma. Nggak dikunci." Davka memosisikan diri duduk di atas kasur. Menyembunyikan wajah paniknya dengan lengkungan senyum menawan.
"Davka udah makan?" tanya Dini--ibu Davka.
"Hm... belum, Ma."
"Ya udah, ayok turun! Nemenin Mama makan di bawah."
Davka mengangguk antusias. Segera, lelaki itu bangkit dari duduknya.
***
"Kemarin ke mana saja kamu? Pulang malam padahal Davka udah di rumah sejak siang?" Pagi itu, suara sang ibu terdengar menginterogasi.
Arza menghela napas sejenak sebelum matanya beralih dari menu sarapannya. "Bantu beresin stand," jawabnya.
"Kok sampai malam begitu?"
"Ya emang selesainya malam. Cuma dia aja yang bolos pulang duluan," cibir lelaki yang terpaut satu tahun di atas Davka itu.
"Kamu nggak bohong, kan?" selidik Dini.
"Mama nggak percaya sama Arza?" tanya balik si sulung.
"Ya mungkin aja...."
"Ma...," Kali ini sang kepala keluarga turut bersuara, "udah dong, biar Arza sarapan dulu."
"Udah selesai kok, Pa," ujar Arza. Lelaki tingkat akhir di SMA itu bangkit dari duduknya.
"Berangkat dulu," pamitnya. Dengan cepat, ia meraih tangan orang tuanya, mengecupnya sebelum berlalu.
"Arza tuh makin lama...."
"Ma udah!" potong Firman--sang kepala keluarga. Davka hanya terdiam menikmati sarapannya. Jujur, ia tak suka pagi dengan suasana seperti ini.
"Davka berangkat," pamitnya setelah menu sarapannya tandas.
Dini mengangguk singkat seraya tersenyum. "Hati-hati di jalan ya, Nak?"
Davka mengangguk patuh sebelum melangkah ke luar rumah. Lelaki itu memainkan kunci mobilnya. Melangkah dengan santai hingga sampai di depan mobilnya yang sudah siap.
"Kok masih di sini?" tanyanya pada Arza yang tengah bersandar di mobilnya.
"Ban motor gue bocor," adunya seraya mengambil alih kunci. Tanpa izin, ia masuk ke dalam mobil Davka.
"Mau berangkat nggak lo?" Davka terkesiap. Meski dalam keadaan mendesak, tak biasanya Arza mengajaknya berangkat bersama.
"Gue tinggal?" tawarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Neglectus
Teen Fiction*Colaboration story by: lyndia_sari dan UmiSlmh **** Davka merasa hidupnya terombang-ambing, berjalan tanpa tahu arah tujuan, bahkan seperti sendiri dalam keramaian. Orang bilang Davka aneh, Davka bodoh, Davka tak berguna, Davka gila, dan anggapan-a...