"Ini antara dua hal. Membenci atau sekedar tak peduli. Dan ya, tak ada yang biasa orang sebut cinta dalam hatiku, terkhusus untukmu."
***
Davka kembali ke kelas setelah memastikan semua teman-temannya selesai beres-beres dan pulang ke rumah masing-masing. Sepanjang pelajaran ia sengaja membolos untuk menghindari Rhea yang pasti masih akan menginterogasinya.
Davka memasuki kelas, dengan santai berjalan menuju bangkunya. Ia mengerutkan kening saat bangkunya kosong. Tasnya tidak ada di tempat. Lelaki itu membungkuk untuk memeriksa laci tapi tidak juga menemukannya.
"Ekhem."
Suara seseorang dari ambang pintu membuat Davka langsung menolehkan kepalanya. Ekspresi datar Rhea menjadi pemandangan utama saat Davka menengok ke arah pintu. Ia langsung berjalan cepat menghampiri Rhea karena melihat tangan gadis itu tengah memegang tas sekolahnya.
"Kenapa tas gue ada di lo?" tanya Davka. Ia mengulurkan tangan untuk merebut tas itu dari Rhea. Namun tak tinggal diam, Rhea langsung menjauhkannya dari jangkauan Davka.
"Kenapa lo ngambil sampul iron man gue?" Rhea balik bertanya.
"Gue nggak pernah ngambil itu."
Rhea tertawa di buat-buat. "Alasan klasik. Lo pikir gue percaya? Sebelum lo balikin sampul gue, gue nggak akan kasih tas ini ke lo." Rhea berjalan meninggalkan Davka membawa serta tas lelaki itu.
"Aduh Re, beneran gue nggak ambil. Siniin dong tasnya gue mau pulang.0" Davka terus berjalan mengikuti lagkah Rhea. Tak peduli dengan ucapan Davka, Rhea semakin mempercepat langkah bahkan sekarang gadis itu berlari.
Davka berdecak di tempatnya. Ia juga berlari mengejar Rhea. Bagaimanapun ia harus bisa mengambil tasnya kembali.
Rhea berlari sesekali menengok belakang untuk memastikan keberadaan Davka. Melihat lelaki itu yang semakin dekat, Rhea semakin mempercepat langkah. Namun sebab tak memperhatikan jalan, kaki gadis itu tak sengaja menyandung cat tembok di depannya membuat isinya tumpah ruah mengguyur lantai.
Pak Ridho—tukang kebun sekolah yang tengah mengecat tembok sontak terbelalak melihat cat yang sedang ia gunakan tumpah tak bersisa. Rhea memekik tertahan kala sepasang sepatunya menginjak tumpahan cat membuatnya berganti warna menjadi biru.
"Aduh, Neng, ini gimana? Malah ditumpahin."
"Sepatu gue." Bukannya menanggapi Pak Ridho, Rhea malah menunduk sibuk meratapi sepatu sekolahnya yang berlumur cat.
Davka yang tak lepas melihat kejadian itu tak kuasa menahan tawa. Ia bahkan sampai memegangi perutnya yang kaku sebab terlalu semangat tertawa.
"Re, lo ini lagi pengin sepatu motif apa gimana?" tanya Davka di sela tawanya yang belum juga berhenti. Rhea menggeram kesal. Tanpa basa-basi ia mengambil satu kaleng cat yang masih penuh lantas mengguyurkannya ke sepatu Davka tanpa ragu sedikitpun.
Pak Ridho membulatkan mata karena tindakan Rhea. "Aduh, Neng, nanti saya dimarahi kepala sekolah," ucapnya frustasi. Tapi lagi dan lagi, Rhea tidak mempedulikan Pak Ridho.
Tawa Davka sontak terhenti. Ia memandangi sepatu juga bagian bawah celananya yang terguyur cat. Rhea tersenyum miring, merasa menang atas Davka.
"Satu sama," ucap Rhea santai. Davka kesal sendiri. Ia mengambil kuas di ember berisi perkakas, melumurinya dengan cat, dan dengan cepat mengoleskannya pada tangan Rhea.
"Dua satu."
"DAVKA! KURANG AJAR." Rhea gantian mengambil kuas lebih besar dari yang di tangan Davka kemudian melakukan hal serupa yang lelaki itu lakukan—mengoles tangan Davka dengan cat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neglectus
Teen Fiction*Colaboration story by: lyndia_sari dan UmiSlmh **** Davka merasa hidupnya terombang-ambing, berjalan tanpa tahu arah tujuan, bahkan seperti sendiri dalam keramaian. Orang bilang Davka aneh, Davka bodoh, Davka tak berguna, Davka gila, dan anggapan-a...