01 My Day

64 38 20
                                    

Hold onto me, my day that has filled up with you

Is beautiful, oh you are my day

Baby you are beautiful, every moment I'm awake

Even the moment that I'm dreaming

Oh you are my day, you are my day

Makhluk hidup mempunyai berbagai reaksi. Mulai dari reaksi ketika mereka disentuh, reaksi ketika terkena cahaya, hingga reaksi ketika mendengar sesuatu. Mungkin jika ia seekor kelinci, kedua telinganya akan bergerak saat mendengar sesuatu di sekitarnya–tapi sayangnya ia bukanlah seekor kelinci. Telinganya hanya menangkap suara seseorang bernyanyi di ruang musik–yang seingatnya tidak ada orang di sini selain pemuda ini yang sedang tidur di belakang drum. Manik mata miliknya itu terbuka sempurna ketika mendengar seseorang menyanyi dengan petikan gitar yang mengiring.

Jika kalian mengira pemuda itu tebangun karena suara fals, maka pemuda tersebut akan memberikan gelenggan kepala dan tanda silang yang terbentuk dari kedua lengan–yang disilangkan. Karena satu hal yang harus kalian ketahui, pemuda ini masih bisa tertidur dengan keadaan apapun. Mungkin dengan kata lain dirinya tertidur seperti mayat, hampir seperti mayat. Ia terbangun karena lagu yang dinyanyikan oleh orang yang mengangu tidurnya. Ini sebenarnya bukan masalah lagu yang dibawakan itu, karena bukan sejenis lagu horor seperti lengsir wengi. Ini lagu yang ia buat sendiri, dan ia tulis sendiri liriknya untuk kakak kelas yang sekarang sudah sibuk kuliah, dan tidak membalas cintanya juga.

Dengan gerakan reflek ia terbangun dan mengubah posisinya menjadi duduk lalu menoleh ke arah gadis yang masih memetik gitar dan bernyanyi. Gadis tersebut masih belum menyadari ke beradaannya. Ia terbiasa bergerak tanpa mengeluarkan sebuah suara. "Hoi!"

Orang itu–Devi–menoleh secara tiba-tiba karena terkejut tapi wajahnya seperti terlihat lega karena melihat Daffa–yang sekarang menatap dengan wajah serius dan sedikit dari tempatnya–bukan orang lain. Orang lain yang sedang ia hindari beberapa bulan ke belakang ini, orang yang selalu berhasil membuatnya merasa tegang seperti bertemu guru kedisplinan ketika telat datang ke sekolah.

"Ih, Kak Daffa ngagetin, tau gak!" pekik Devi sambil mengubah posisinya agar menghadap Daffa dalam posisi masih memeluk gitar. "Ngapain di sini?" wajah kaget kemudian berubah menjadi wajah bingung.

"Tidur siang," jawab singkat Daffa yang kemudian beranjak dari tempatnya lalu duduk pad kursi di belakang drum, "lo ngapain?"

"Ini loh, udah jam istirahat, kak. Jadi wajar aja saya di sini,"jawab Devi dan jangan lupakan wajah gadis itu yang tiba-tiba menjadi sebal. Ia jadi mengingat tabiat kakak kelasnya yang satu ini yaitu hobi bolos ke ruang musik–walaupun pemuda itu sudah kelas dua belas.

Secara spontan Daffa menoleh ke arah jam dinding yang ada di ruangan itu–pukul sembilan lebih empat puluh lima menit. Mata pemuda tersebut bergerak melihat alat musik pukul yang ada di depan kemudian tangan kanannya mengambil tongkat drum yang ada di atas snare dan secara iseng ia memukul crash cymbal dan mengetuk-ngetuk pedal bass drum. Bunyinya aneh–jika Devi boleh jujur–tapi ini masih terdengar selaras. Sedangkan gadis ini memerhatikan dengan baik, dari dulu ia memang kagum dengan senior-seniornya.

Tak lama Daffa menghetikan permainan drum solonya dengan memukul ride cymbal dengan keras, setelah itu ia meletakan stick drum ke tempat semula, dan sepertinya Daffa hanya berniat untuk membuatnya terkesan–sepertinya begitu dan berhasil. Lalu berdiri dan berjalan melewati Devi hingga kepala gadis tersebut menoleh mengikuti ke mana Daffa pergi. "Mau ke mana, kak?" pertanyaan tanpa berfikir dari Devi yang menatap Daffa dengan penasaran sekarang.

BANDMATE✅ [ Day6]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang