[6] Terluka Sudah Biasa

1.4K 195 89
                                    

Chimon melangkahkan kakinya menuju ruang loker

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chimon melangkahkan kakinya menuju ruang loker. Ia hendak meletakkan bukunya disana mengingat buku itu cukup tebal dan tak mungkin ia bawa pulang ke rumah. Chimon sangat manja, ia paling malas harus merasakan berat dipundaknya ketika membawa tas berisi buku setebal itu.

Namun ketika ia sampai di depan lokernya, Chimon dibuat terkejut oleh beberapa sticky notes yang tertempel di pintunya.

'Fuck You!'

'Brengsek!'

'Lihat saja apa yang akan terjadi padamu, Chimon!'

Dan berbagai bentuk ancaman lainnya. Chimon bergetar ketakutan, ia tak pernah mendapatkan seperti ini sebelumnya. Segera saja, dengan brutal Chimon melepas sticky notes yang tertempel tersebut.

"Sialan, siapa berani-beraninya mengancamku seperti ini!"

Chimon membuka lokernya dan meletakkan bukunya. Ia meremat sticky notes yang ada di genggamannya sembari menatap sekeliling ruang loker. Tak ada siapapun disini. Ia rasa, ia harus mengatakan ini pada Singto juga sahabat-sahabatnya.

Tanpa Chimon sadari ada seseorang diluar ruang sedang menyenderkan punggungnya pada tembok. Ia tersenyum miring mengerikan. Kemudian ia berlalu ketika mendengar derap langkah Chimon yang mendekat keluar.

.

.

.

"Ini aneh, sebelumnya tak ada yang berani padamu seperti ini, kan?" Plan bersuara sembari mengamati satu persatu sticky notes yang kini berjajar-jajar di meja kantin tempat mereka berkumpul.

Chimon menggelangkan kepalanya lemah. Kini ia ada dipelukan Singto dengan manja dan tampak ketakutan. Sedang Singto mengusap punggung Chimon berharap kekasihnya itu bisa tenang.

"Apa kita harus lapor polisi?" celetuk New.

"Jangan," Chimon melepas pelukannya dari Singto. "Jika kalian melapor ini ke polisi, nama sekolah ini akan tercoreng."

Singto mengerutkan keningnya seolah tidak setuju dengan perkataan Chimon.

"Sayang, ini masalah serius, lho! Kamu yakin?" ucap Singto.

Chimon menatap Singto dalam dan tersenyum mengangguk. Singto akhirnya pun mengiyakan saja melihat tatapan Chimon sepertinya ia tak ingin membuat nama sekolah milik keluarganya ini tercoreng. Sebenarnya bisa saja Sangpotirat membayar orang-orang tutup mulut atas segala kasus yang menimpa. Seperti yang sudah-sudah. Harta yang mereka miliki begitu banyak membuat apapun dapat mereka beli, termasuk kesaksian palsu.

Earth sedari tadi bungkam, dan hanya menjadi pendengar setia. Memang terasa ada yang aneh dengan apa yang dialami oleh Chimon. Hingga netranya menangkap bayangan Krist yang sedang duduk di salah satu sudut kantin bersama Pluem. Tampak Krist dengan wajah datarnya menikmati makanannya, sedang Pluem duduk di depan Krist berceloteh panjang lebar yang tak digubris sama sekali oleh Krist.

Venus di Bulan Oktober [Singto X Krist  - Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang